▪︎Chapter 16: KEBERANGKATAN▪︎

377 63 48
                                    

     Mata jeli Melati sekali lagi mengecek seluruh perlengkapan dan bawaannya yang sudah siap di koper dan tas kecilnya, tak ingin ada satupun barang yang tertinggal agar tidak merusak hari-harinya selama di Bali.

     Meskipun hanya tiga hari saja, namun Melati benar-benar menyiapkan segalanya, termasuk hal-hal kecil seperti sendal teplek yang nyaman agar tidak menyiksa kakinya sendiri selama berjalan-jalan di sana, juga peralatan fotonya yang hukumnya wajib ia bawa.

     "Sudah siap semua, Mel?" Suara Tante Devina yang lembut menyapa telinganya, membuat gadis itu menoleh ke arah pintu dan mendapati adik dari ibunya tersebut sudah berdiri di ambang pintu kamarnya.

     "Sudah, tante." Melati kemudian mendudukkan dirinya di hadapan tante Devina yang sudah mempersilahkan dirinya sendiri duduk di sofa kecil di kamar tersebut. Ah, ini kan rumahnya, jadi beliau bebas masuk keluar ruangan mana saja yang ia inginkan.

     Malam ini Melati dan Mentari menginap di rumah Dika, agar besok Dika bisa langsung mengantar Melati ke bandara, tak perlu repot-repot lagi menjemput Melati di rumahnya. Juga seakan menutup akses untuk Ziandra kalau-kalau lelaki itu mengajak Melati pergi bersama.

     "Melati titip Tari, ya, Tante. Tumben banget, anak itu diajakin jalan-jalan malah nggak mau ikut." Sesal Melati, merasa dirinya sudah merepotkan orangtuanya ini sekali lagi.

     Tante Devina tersenyum manis sambil melihat ke arah Melati yang juga menatapnya lurus. "Kamu ini, kayak sama siapa aja."

     "Jelas dia nggak mau ikut, Diva udah janjiin mau ajak Tari jalan-jalan ke waterpark hari Minggu nanti, kamu tau sendiri anakmu itu suka banget main air. Ya jelas aja dia nolak kamu yang mendadak ngajak dia ke luar kota."

     Bibir Melati tersungging tipis mendengarnya, sedikit lega karena Diva benar-benar bisa diandalkan perihal mengajak bermain Mentari. Mungkin karena gadis yang usianya tiga tahun lebih muda darinya itu adalah anak bungsu, sehingga ia menganggap Mentari sebagai adik sekaligus mainan untuk dirinya.

     "Tante dengar, kamu pergi sama Jian, ya?"

     Jantung Melati berdegup lebih cepat mendengar pertanyaan itu. Ah, ia lupa memberitahu soal Ziandra. "I-Iya, Tante." Jawabnya pelan. "Tapi, ini bukan rencana Melati. Melati malah nggak tau kalo Mas Jian juga masuk dalam daftar pengisi acara pernikahan itu. Kalau aja Melati tau lebih awal, pasti Melati akan tolak kerjaan itu." Nafasnya berat menghembus. "Melati juga tau diri, Tante."

     Mengetahui kegelisahan hati keponakan cantikhya ini, Tante Devina berpindah tempat duduk ke samping Melati, mengukung tubuh kecil gadis itu di pelukannya sambil sesekali mengusap lengannya pelan, menenangkan kegugupan Melati. "Bukan begitu, Mel."

     "Tante sudah tahu dari Dika kalau Jian pindah dekat rumah kalian. Meskipun tante belum tau motif yang sebenarnya—entah dia hanya ingin mengakrabkan diri dengan Tari, atau sekaligus ingin mengambil hatimu, yang pasti Tante tidak ingin kedua keponakan tante yang cantik disakiti oleh lelaki yang sama." Tante Devina tersenyum. "Kamu juga harus menentukan perasaanmu sendiri, masih mencintai Jian, atau mulai berani membuka hati untuk Bobby."

     Melati hampir tersedak mendengar nama Bobby disebut. "Maksud Tante?"

     "Eh? Memangnya kamu tidak tahu?" Tante Devina malah bertanya balik. Kernyitan di dahi Melati semakin nampak seiring kebingungan yang melanda.

     Tidak, ia tidak bingung tentang perasaan Bobby. Ia hanya kaget Tante Devina sampai tahu perihal kegencaran Bobby mendekatinya. Apa Mas Bobby cerita ke Tante Devina, ya?

     "Wah, kalau begitu, biar nak Bobby saja nanti yang mengungkapkan. Kalau Tante, nanti nggak suprise." Ujarnya, sambil tertawa kecil. Ah, romansa anak muda memang selalu menarik untuk disaksikan.

Secret Of Flower [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang