▪︎Chapter 6: KEMBALI?▪︎

483 81 21
                                    

     Kedua bibir itu masih mengatup. Belum ada yang memulai percakapan. Masih saling mengamati masing-masing, setelah beberapa tahun tak bertemu. Tak ada yang berubah. Masih saling mengagumi satu sama lain, walau tak terucap.

     Rimbunnya pohon besar yang berada di belakang mereka melindungi keduanya dari sengatan matahari siang itu. Setelah menyetujui untuk berbicara, Melati dan Ziandra mencari tempat yang tepat, dan memutuskan untuk duduk di bangku taman yang terletak di bawah pohon rindang di belakang gedung kantor majalah tersebut. Duduk berdampingan, dengan posisi yang agak berjarak.

     Akhirnya, si laki-laki menyerah. Ia yang harus memulainya kali ini, sebelum waktu kembali memisahkan mereka. "Melati apa kabar?"

     Sementara si perempuan, yang sedari tadi sibuk mengatur detak jantungnya agar dentumannya tak terdengar lelaki di seberang ini, mendongak perlahan, memberanikan diri menatap lurus ke depan. "Baik. Juga bahagia." Melati tak tau ia benar-benar sudah bahagia atau belum, namun yang pasti ia tak ingin menampakkan kesusahannya pada lelaki yang sudah meninggalkannya.

     Mendengar jawaban itu, Ziandra tersenyum getir. Bukan ia tak suka mendengar Melati bahagia. Laki-laki itu hanya sedih dan menyesal, tidak menjadi bagian dari kebahagiaan Melati. "Mentari, bagaimana?" Tanyanya lagi kemudian.

     "Mentari lebih dari bahagia," Melati menarik napasnya, "Jadi aku mohon, tidak usah berusaha untuk kembali dan merusak kebahagiaan kami." Tegasnya.

     "Mel ..." Ziandra tak menyangka Melati akan menghentikan ucapannya yang baru saja akan ia ungkap. "Mas minta maaf." Sambungnya lagi, dengan kepala tertunduk. Di pelupuknya sudah menggenang titik-titik air penyesalan yang tertumpuk sejak lama, yang mungkin akan meluap sekarang juga.

     "Aku sudah maafkan Mas sejak dulu, bahkan sejak sebelum Mas memintanya."

     Senyum getir itu muncul lagi di bibir Ziandra. "Mentari, sudah besar, ya."

     "Umurnya empat tahun. Sama dengan ketika Mas meninggalkan kami, kan?" Ah, bibir Melati tak henti-hentinya mengucap kata sinis yang cukup membuat Ziandra tersadar, bahwa ia sudah menorehkan luka yang teramat dalam pada wanita ini.

     "Dia tumbuh dengan baik. Sehat, pintar."

     "Mas tau, Mel. Mas tau, kamu pasti bisa menjaganya dengan baik," Kepalanya menoleh ke samping, menatap wanita yang sudah lama tak ia temui itu. Menatap dari dekat, untuk pertama kalinya. "Terimakasih, ya. Sudah membesarkan anak Mas dengan baik."

     Tatapan Melati berubah, sesaat setelah mendengat kalimat menyebalkan itu. "Apa? Anakmu, Mas?" Melati terkekeh kecil, meremehkan. "Aku yang membesarkannya. Mas hanya menabur benih, lalu pergi entah kemana. Masih berani menyebut Mentari sebagai anakmu?"

     Airmata Melati tak terasa sudah menetes satu-satu tanpa bisa ia cegah. Hatinya sakit sekali mendengar pernyataan Ziandra barusan. Lelaki itu masih saja egois, sama seperti ketika ia pergi meninggalkan mereka empat tahun yang lalu.

     "Kamu tau Mas kemana, Mel. Mas tidak pergi, hanya harus menyelesaikan sesuatu." Ziandra tak tahan, ia harus membela diri agar harga dirinya tak semakin jatuh di hadapan Melati. "Kontrak Mas berakhir akhir tahun ini. Setelah semua tanggung jawab Mas selesai disitu, Mas akan melepasnya. Mundur dari dunia itu, dan kembali pada kalian, dunia Mas yang sebenarnya." Tangan Ziandra mengulur pelan, berusaha meraih tangan Melati yang ia letakkan di atas paha. Namun gerakan itu kalah cepat. Tangan Melati lebih dulu tertarik menjauh menghindar dari tangan yang akan meraihnya.

     Tidak. Melati tak boleh diluluhkan secepat itu. Ia belum mau menerima Ziandra dengan mudah.

     "Kami tidak memerlukannya. Sungguh. Aku dan Mentari sudah amat bahagia tanpa kehadiranmu, Mas."

Secret Of Flower [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang