▪︎Chapter 18: BALI [2]▪︎

319 59 25
                                    

      Pesta pernikahan milik Hanif Bisyari dan Arumi Nandania berlangsung sangat khikmat juga meriah. Dengan lancar, kedua mempelai mengucap janji pernikahan sehidup semati, tanpa melepas pandangan dari satu sama lain. Dari lensa kamera yang jernih, Melati bisa melihat binar bahagia juga haru dari pantulan bening mata Hanif, menandakan kebahagiaan yang tak bisa terungkap oleh kata-kata.

      Sebahagia itukah pernikahan? Secerah itukah senyum yang terpancar dari setiap mempelai yang melangsungkan pernikahan?

      Mengapa sampai saat ini, hanya trauma yang bisa ia rasakan jika menyangkut dengan kata pernikahan, walau ia belum pernah mengalaminya. Mungkin Melati hanya butuh penguatan, serta keyakinan untuk dirinya sendiri. Karena yang selama ini ia alami bukannya kebahagiaan, melainkan sakit dan perih yang datang bertubi-tubi. Melihat kakak kembarnya mengalami nasib yang tragis akibat pernikahan yang tak direstui salah satu pihak, membuatnya belum ingin merasakan kehidupan pernikahan. Dulu. Dulu, pikirannya seperti itu.

      Namun belakangan ini, rasanya trauma pedih itu mulai terkikis, seiring hadirnya seseorang yang seakan berhasil meyakinkan dirinya bahwa kebahagiaan setelah pernikahan itu nyata adanya. Membuat sedikit hati kecilnya mulai ingin merasakan, bagaimana rasanya tersenyum lebar di depan penghulu ketika mendengar seseorang mengucap namanya berbinti ayahnya, sembari berakad untuk menerimanya seumur hidup, bertanggung jawab untuk hidupnya, juga berjanji membahagiakannya. Melati ingin mendengar seseorang itu menyebut nama lengkapnya dengan suaranya yang khas, yang selalu berhasil membuatnya terdenyum setiap kali lelaki itu bersuara.

      "Mel, sudah makan?" Suara lembut Ziandra membuat Melati mengerjapkan mata beberapa kali. Tersadar kembali ke dunia nyata. Astaga, menghayal apa aku ini.

     "Oh, sudah, eh, belum, Mas." Jawab gadis itu tergugup. Ziandra berdecak dan menggeleng pelan, lalu meraih tangan Melati dan menyeretnya ke meja makan. "Makan dulu. Kamu dari tadi berdiri sambil kerja. Mas tahu, kamu belum sarapan kan, saking repotnya mengurusi urusan dokumentasi?" Omelan dari Ziandra itu bukan menakuti Melati, malah menghangatkan hatinya. Ziandra peduli padanya, bukan?

     Lagi-lagi, Melati menggelengkan kepalanya. Menyadarkan otaknya agar tak menghayal terlalu jauh. Aku kenapa sih dari tadi. Gumamnya pelan.

     Melati lalu menyantap makanan yang terlanjur diberikan Ziandra untuknya. Nasi putih, kari ayam serta acar sayur tak lupa dengan kerupuk udang di atas piringnya. Menatap piring tersebut sebentar, Melati ingin protes seketika. Ia tak pernah menyukai acar sayur. Mawar yang menyukainya.

     Melati lalu menatap Ziandra yang masih memperhatikannya, ingin mempertanyakan perihal acar sayur ini, tapi pasti akan merusak moodnya seharian. "Dimakan yang banyak, ya. Mas nggak suka liat kamu sekurus ini."

     Mau tak mau, Melati memakan apa yang sudah Ziandra berikan, kecuali acar sayur itu. Membuat Ziandra sedikit mengerutkan dahinya, lalu tersadar akan kesalahan yang sudah ia lakukan. "Ah, maaf. Mas kira kamu juga suka acar sayur, seperti Mawar."

     Raut sesal terlukis di wajahnya. Ia tak seharusnya begini, menyamakan Melati dan Mawar terus-terusan. Bagaimanapun, sekembar apapun keduanya, namun mereka adalah pribadi yang berbeda. Juga satu yang pasti, Mawar sudah tak ada di dunia ini. Mengapa Ziandra susah betul menerima kenyataan ini? Mengapa ia terus menyiksa Melati dengan perasaannya ini?

     Ziandra lalu mengambil piring dari tangan Melati, memakan acar sayur yang masih tersisa itu. "Mas, kenapa dimakan? Itu kan, bekas Melati." Ujar Melati merasa tak enakan.

     "Nggak apa-apa. Daripada mubadzir, kan sayang."

     Melati menghela pelan. Tak tahu bagaimana perasaannya sekarang. Kesal, namun kasihan. Ia kesal, Ziandra terus menyamakannya dengan Mawar, kembarannya. Namun ia juga kasihan pada lelaki ini, yang sampai sekarang belum bisa melupakan istrinya yang sudah meninggal tersebut, walau sudah empat tahun lamanya. Bagaimana caranya untuk bikin Mas Jian lupa pada Mbak Mawar, Mas? Apa yang harus Melati lakukan?

Secret Of Flower [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang