▪︎Chapter 9: AYAH MENTARI▪︎

465 75 52
                                    

    "Ibu." Terdengar suara kecil memanggil, ketika fokus Melati sedang tertitik pada layar tipis serta keyboard di hadapannya, dengan lampu temaram yang menyelimuti. Sekarang sudah jam satu malam, dan Melati belum bisa terpejam. Pikirannya berkecamuk, saling bertabrakan, membuatnya harus mengalihkannya pada sesuatu. Dan Melati memilih untuk mengedit dan menyelesaikan beberapa project foto yang belum terselesaikan.

    "Kenapa terbangun, sayang?" Sambut Melati pada Mentari yang langsung menubrukkan tubuhnya pada Melati, mengendus aroma tubuh sang ibu yang selalu berhasil menenangkan.

    "Tari cari Ibu, tapi ndak ada di samping Tari."

    "Ibu masih ada kerjaan, maaf ya." Melati membelai lembut rambut panjang Mentari. "Ayo, Ibu temani lagi sampai tidur."

    Setelah mematikan perangkat kerjanya, Melati menggandeng Mentari sampai ke ranjang mereka, lalu mendekap Mentari dalam tidurnya sembari mengalunkan melodi-melodi pelan agar anaknya tersebut kembali tertidur.

   "Ibu," panggil Mentari lagi.

    "Iya?"

   "Tari mau tanya, tapi Ibu jangan marah, ya?"

    Melati mengernyit, tatapannya tang tadinya melayang di langit-langit kamar kini berpindah ke arah Mentari yang berada di lengannya. "Kenapa Ibu harus marah? Ibu kan belum tahu, Tari mau tanya apa."

    Mentari juga menengadah hingga kini keduanya saling bertatapan. "Tari takut, Ibu ndak suka kalau Tari tanya ini."

    "Memangnya mau tanya apa, sayang?"

   Mentari terdiam sebentar sebelum melanjutkan pertanyaannya. "Ibu, pernah ketemu Ayah Tari?"

    Jleb.

   Pertanyaan itu akhirnya keluar juga dari mulut Mentari dan rasa penasarannya yang tentu saja semakin besar seiring bertambah usianya. Pertanyaan yang sebenarnya sudah sejak lama Melati persiapkan jawabannya, namun entah mengapa otaknya mendadak kosong ketika ia mendengar pertanyaan itu langsung.

     "Pertanyaan Tari, salah, ya, Bu?"

     Melati tersadar bahwa ia terlalu lama diam. "Eh, ndak kok, sayang."

    "Ibu cuma lagi mengingat, kapan ya terakhir Ibu ketemu Ayah Mentari."

    "Memangnya kapan?"

     "Entahlah. Sepertinya sudah lama sekali." Maaf, Nak. Ibu harus bohong kali ini.

     Mentari seperti sedang berpikir sejenak sebelum melanjutkan rasa penasarannya. "Ayah Tari seperti apa, Bu? Ganteng macam Om Gulali, ndak?"

     Tawa kecil keluar dari bibir Melati. Ah, anak ini. Om gulali terus yang ada dalam pikirannya.

     "Ayah Tari itu kulitnya putih, persis seperti kulit Tari. Matanya kecil, juga seperti Tari. Hidungnya mancung, seperti hidung Tari juga."

     "Berarti, Ayah Tari ganteng, dong? Tari kan, cantik."

     "Iya, Tari cantik sekali. Ayah Tari juga tampan." Jawab Melati sambil membelai lembut wajah Mentari.

     "Ayah baik, ndak?"

     "Baik. Baik sekali, malah."

     "Kalo ayah baik, kenapa ayah pergi?"

     Jleb.

     Melati benar-benar tak menyangka gadis kecilnya ini akan menanyakan hal yang tak pernah Melati pikirkan jawabannya.

Secret Of Flower [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang