▪︎Chapter 12: LULUH▪︎

433 67 39
                                    

     Mentari menatap malu-malu ke arah lelaki asing yang kini berada di hadapannya, dengan tubuh yang ia sembunyikan di balik tubuh tinggi ibunya. Pagi itu hari Minggu, Melati dan Mentari hendak membeli sarapan sambil berolahraga sedikit untuk melenturkan otot kaki dan tangan dengan berjalan kaki menuju warung nasi Uduk milik Bu Retno di seberang kompleks, ketika Ziandra tahu-tahu menghampiri mereka persis di jalanan depan rumahnya, ketika kedua perempuan itu lewat.

     Melati terkejut dengan kenekatan Ziandra. Pasalnya sejak pertemuan pertama mereka saat Ziandra pindah ke kompleks perumahan ini beberapa hari yang lalu, Melati sudah memperingatkan untuk bersabar sedikit, menunggu Melati mempersiapkan jiwa Mentari. Namun laki-laki itu tidak mendengarnya. Sepertinya ia sudah tidak bisa menahan kesabarannya untuk bertemu dengan anak perempuannya itu.

     "Halo, cantik." Sapa Ziandra dengan senyum manis yang sama sekali tidak dibuat-buat, sedikit menunduk untuk menyamakan posisi. Mentari tak menjawab, hanya menatap dengan takut-takut ke arah laki-laki asing itu.

     Mentari memang seperti itu. Sulit baginya untuk menerima orang baru di kehidupannya, terutama orang dewasa. Mungkin karena dirinya terbiasa berdua saja dengan ibunya, jadi hatinya menutup  rapat jika didekati oleh manusia dewasa. Hanya Bobby yang dengan mudahnya mengambil hati Mentari saat ini, yang bahkan Melati bingung sendiri mengapa anaknya bisa sangat terbuka dan senang sekali bermain dengan Om Gulali kesayangannya itu.

     "Tari sayang, ini ..." Melati ragu harus menyebut Ziandra sebagai siapa.

     "Kenalin, Om Jian." Potong Ziandra sambil menyodorkan tangannya ke arah Mentari. "Panggil aja begitu untuk sekarang."

    Mentari menyambut uluran tangan Ziandra dengan malu-malu, lalu kembali bersembunyi seusai kedua tangan itu berjabat. "Tari mau ke mana?" Ziandra masih terus bertanya, mencoba mengakrabkan diri dengan anak semata wayangnya yang bahkan tak mengetahui hubungan darah mereka berdua.

    "Mau beli sarapan di warung Bu Retno, Om." Jawabnya dengan suara kecil.

    Laki-laki itu tersenyum bangga. Bahagia, terharu, melihat anaknya tumbuh besar dengan baik dan cerdas. Benar kata Mawar, hanya Melati yang bisa mereka percaya untuk merawat Mentari.

     "Om temani, ya. Boleh? Sekalian, Om juga pengen cari sarapan."

     Mentari terdiam, lalu mendongak ke arah Melati yang masih memperhatikan percakapan pertama antar ayah dan anak ini. "Gimana, Bu?" Tanyanya pelan, berharap tak didengar oleh si tetangga barunya.

     "Terserah Tari. Kalau Tari izinkan, Ibu juga iya." Jawaban ibunya itu membuat Mentari terdiam sejenak, bimbang harus menerima tawaran orang asing itu atau menolaknya.

     Belum sempat Mentari mendapatkan jawaban, seorang lelaki lagi datang menghampiri mereka bertiga, membuat kepala Melati makin pusing saja.

     Belum sempat Mentari mendapatkan jawaban, seorang lelaki lagi datang menghampiri mereka bertiga, membuat kepala Melati makin pusing saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Secret Of Flower [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang