▪︎Chapter 7: KETEMU▪︎

526 79 48
                                    

    Bobby tak tahu harus mengarahkan sepeda motornya ke mana lagi. Segala tempat yang ia ketahui menjadi area galau anak muda di kota itu, sudah ia sambangi. Tak ditemukannya sedikitpun jejak Melati. Bobby berani bersumpah, dadanya sudah dipenuhi dengan gemuruh frustasi, ingin berteriak memanggil nama wanita itu, namun tak ingin membangunkan setiap warga yang sedang terlelap dini hari.

   "Mel, kamu dimana, sih." Pekiknya dalam hati. Di pikirannya, berputar berbagai skenario-skenario buruk yang bahkan bukan ia yang ciptakan. Mulai dari Melati diculik, Melati kecelakaan, atau yang lebih parah, Melati bunuh diri.

    Seperti yang ia dengar sendiri dari Dika kemarin. Suara Melati sengau juga serak. Gelagatnya juga tak biasa. Mungkinkah Melati habis menangis? Kenapa? Adakah yang membuat Melati sakit hati? Kalau benar, siapa? Pertanyaan itu tumpah tindis, seiring dengan segala prasangka yang terus merusuk.

     Sudah jam empat. Bunyi-bunyian yang berasal dari speaker mesjid mulai mengalun, pertanda Subuh akan datang sebentar lagi. Bobby masih melajukan motornya pelan, sambil kepalanya menengok ke kanan dan ke kiri secara bergantian. Mengamati objek-objek bergerak, kalau-kalau itu adalah sosok yang ia cari. Ah, sial. Selain khawatir, rasanya Bobby juga mulai rindu pada gadis itu. Ingin cepat bertemu, ingin cepat melihat wajah ayu yang dimilikinya.

     Tak terasa, sepeda motornya terarah ke daerah rumahnya sendiri. Sudah mau Subuh. Sebaiknya Bobby kembali ke rumah, menyiapkan dirinya, dan melanjutkan pencarian di pagi hari, saat matahari sudah tinggi dan penglihatan tak lagi terbatas cahaya.

    Saat roda motornya menggelung memasuki kompleks perumahan, netra pria itu sedikit membesar, menyesuaikan kegelapan, berusaha menangkap cahaya agar masuk ke retinanya. Memperjelas penglihatan yang sudah tertumpu pada sesosok perempuan yang ia kenali sedang berjalan pelan memasuki kompleks perumahan itu. Dengan tas besar yang disampirkan di bahu, rambut digelung yang sudah menjadi ciri khasnya, juga langkah yang diseret paksa.

    Mendadak, dadanya terasa lowong. Angin segar segera ia hirup banyak-banyak, lalu ia hembuskan lagi. Senyumnya mengembang bahagia.
Akhirnya, yang ia cari sudah ketemu. Melati.

    Motornya ia hentikan, ia parkir di pinggir jalan itu, lalu berlari menghampiri sosok yang belum juga mempercepat jalannya. "Mel." Panggilnya pelan. Membuat yang dipanggil menengok ke belakang, mendapati tetangga barunya sudah berada di sana dengan wajah penuh kekhawatiran.

    Setelah memastikan bahwa yang ia dapati benar Melati—bukan mbak kunti, Bobby langsung memeluknya tanpa menghitung detik. Menyalurkan kelegaan dalam dadanya, menghangatkan gadis yang sudah ia cari semalaman ini. "Syukurlah, kamu selamat. Syukurlah. Syukurlah." Mulutnya terus merapalkan kata yang sama.

    Beberapa menit kemudian, baru Bobby melepaskan pelukannya. Menatap setiap inci wajah gadis berambut panjang itu, memastikan bahwa ia baik-baik saja. Lalu matanya tertuju pada kelopak Melati yang membengkak. Tak bisa dielak, Melati pasti menangis.

    Bobby menghela napas panjang. Wanita ini sedang tidak baik-baik saja. Sudah pasti. Mata mereka bertemu, menyelami satu sama lain. Hingga kemudian, mata sendu milik si perempuan menyerah. Memutus kontak tersebut kemudian menunduk. "Mas Bobby dari mana?" Tanya Melati.

    "Pertanyaan itu harusnya untuk kamu, Melati. Kamu dari mana saja?"

     Bibir kecil perempuan itu tersenyum tipis. Tidak menjawab, ia malah berpamitan. "Saya masuk dulu." Kemudian berbalik dan meninggalkan Bobby yang cepat-cepat mengambil motornya lalu mendorongnya hingga mereka kembali bersejajar. Tak ada kata apapun yang terucap dari masing-masing indera. Sampai keduanya sampai di depan rumah Melati, setelah sebelumnya Bobby memarkirkan motornya di rumahnya sendiri.

Secret Of Flower [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang