Arganta 14

319 61 38
                                    

Happy reading 🖤

"Temenin gue yokk," pinta Riri.

"Nggak ah. Mau abisin dulu makanannya," tolak Sia menatap bakso yang ia punya seperti halnya berlian yang terpendam.

"Aishh elah, udah tinggal dua pentolan doang lagian," balas Riri membuat Sia menggeleng cepat. "Dua pentol juga sayang kalo nggak dimakan tauu," jawabnya tidak mau membuang dua bakso berharganya hingga nantinya lending di lambung.

"Mau ngapain sih emangnya?" tanya Sia melahap pentol bakso itu.

"Mau kasih nasi goreng buatan lo ke Bang Arga." Riri menunjuk bekal yang berada di atas meja menggunakan dagunya tak lupa dengan senyum lebarnya.

Pemilik tubuh mungil itu lantas menggeleng cepat. "Nggak-nggak. Kamu aja sana yang kasih! " bantahnya membuat Riri tidak bersemangat. "Yah elah, lo mah, Si." Riri memutar bola matanya malas.

"Pokoknya aku nggak mau ketemu Abang kamu!" Riri menatap Sia sinis atas ucapannya barusan.

"Tau ah males banget!"

"Eh btw kenapa lo nggak mau ketemu Abang gue?" lanjutnya bertanya menatap Sia penasaran. Sudahlah, jiwa kepo yang Riri punya akhirnya keluar begitu saja.

"Males! Ujung-ujungnya ribut mulu!" akunya tidak bersemangat membahas hal ini. Mengedikan kedua bahunya lalu melahap bakso terakhir yang Sia punya.

"Ishh, jangan gitu." Riri menyenggol lengan tangan Sia. "Itu Abang gue tau," lanjutnya membela Arga, seakan tidak suka jika Sia membencinya.

Sia menoleh pada Riri dengan kening berkerut. "Sejak kapan ngaku jadi Adeknya? Kemarin-kemarin malah seneng Abang kamu di hukum!"

"Ah udahlah. Nggak bakal selesai kalo dilanjutin terus," pasrah Riri tidak sanggup berdebat dengan Sia. Yang ada tahun depan baru selesai kalau tidak ada yang mengalah satu sama lain.

"Nih yaa, nasi goreng kamu pasti udah adem dari tadi. Apalagi kalo aku kasihnya pas pulang ke rumah! Yang ada tambah adem ayem, alias nggak ada rasa!" jelas Riri.

"Bener juga ya," jawab Sia mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Ya udah ayok," ajak Riri tersenyum tipis atas perilaku Sia yang sedikit ... lemot menurutnya.

Riri bangun dari duduknya diikuti Sia. Ke duanya menghampiri meja Arga dan ke tiga temannya yang terlihat sedang berbincang sembari menikmati makanannya. Saat sampainya mereka di sana, ke empat cowok tersebut kompak menoleh pada dengan salah satu alis yang terangkat.

"Bahh, ada Adek manis," ucap Satria menyisir rambutnya kebelakang menggunakan sela jemarinya.

"Ada apa gerangan kau datang ke sini wahai pujaan hati," lanjutnya dramatis seolah membaca puisi dengan gerakan tangan menunjuk Riri.

"Apaan sih lo? Lebay banget!" sambar Arga muak dengan tingkah laku temannya ini, membuat Satria memutar bola matanya malas. "Iri? Bilang boss," timpalnya menaikan sudut bibir kirinya.

"Nih, buat Abang," sambar Riri tanpa basa-basi. Menaruh bekal tersebut di atas meja di hadapan Arga.

Arga melihat bekal tersebut dengan raut wajah penasaran dengan apa isi di dalamnya. Ia lantas membuka tutup tempat makannya dan menyendok nasi goreng lengkap dengan potongan telor ceplok itu. Arga melahapnya hingga memasuki rongga mulutnya, ia mengunyah dengan perlahan seakan meneliti apakah masakan ini enak atau tidak.

"Umm, enak juga. Beli di mana, Ca? ujarnya setelah mencicipi nasi goreng telor ceplok itu.

Orang yang sedari tadi berdiri di belakang Riri pun tersenyum merekah mendengar pujian Arga terhadap masakannya. Ya, Sia. Ia berdiri di belakang Riri. Tubuh mungilnya seakan bisa bersembunyi di belakang tubuh Riri tanpa ke empat cowok tersebut menyadari keberadaannya.

"Nggak beli," jawab Riri menampakkan jejeran gigi putihnya. Benar bukan dugaannya, Abangnya ini pasti menyukai masakan Sia yang pedesnya minta ampun.

"Terus?" tanya Arga yang terus saja melahap nasi goreng itu, walau mulutnya sudah terisi penuh.

Mamat yang melihat Arga menikmati makanannya seakan ngiler. "Bagi kek," katanya ingin mengambil kotak bekal itu, tapi sayangnya tangan Mamat langsung ditepis Arga. "Enak aja lo! Punya gue ini!"

"Sia yang bikin," sela Riri menyingkirkan tubuhnya yang menghalangi Sia. Membuat Arga tersedak lantas dengan cepat ia meminum es teh punya Keano yang berada di dekatnya.

Mata Arga seakan melotot terkejut melihat orang yang beberapa hari terakhir ini membuat dirinya kesal. Setelah Arga tau bahwa Sia yang telah membuat makanan ini, ia seakan menyesal telah memuji rasanya, ya walaupun sungguhan memang enak.

Sang pemilik masakannya tersenyum kecil melihat nasi goreng buatannya laris manis. Buktinya, tinggal beberapa suapan lagi masakannya akan bersih tanpa sisa. Ah, sepertinya ia berbakat menjadi seorang chef. Baiklah, nanti Sia akan berjualan nasi goreng, barangkali laku keras. Ada yang mau beli tidak?

***


Ruangan bercat putih yang lumayan besar ini hanya ada satu orang saja di dalamnya. Peralatan kantor memenuhi segala sisinya. Sedangkan wanita paruh baya sedang berkutat di depan laptop miliknya. Ia terus saja membolak-balikkan lembaran demi lembaran yang ia pegang tak lupa ke dua matanya sibuk bergonta-ganti melihat antara laptop dengan kertas berwarna putih itu.

Namun, saat sedang sibuknya ia mengerjakan semuanya, ia mendengar notifikasi berasal dari benda pipih yang terus saja berbunyi mengganggu konsentrasinya. Lantas ia meletakan lembaran kertas dan membuka kacamata yang menyangkut di kedua telinganya.

Mengambil benda pipih itu dan menggeser layar handphonenya. Ia membuka pesan yang baru saja masuk, ia membacanya dalam hati dan langsung terkejutnya dirinya membaca ketikan yang terus saja mengancam dirinya belakangan ini.

0812 0992 XXX

Hai, Khalisa. Apa kabar? Semoga baik ya setelah melihat putrimu berkumpul dengan teman-temannya :)

Picture

Nomor yang tidak ia kenali baru saja mengirim foto Sia bersama teman-temannya. Apa-apaan ini? Apa orang yang sama baru saja mengintai putrinya? Tapi, untuk apa? Khalisa terus saja berpikir keras. Menaruh handphonenya kembali lalu menelungkup wajahnya ditumpukkan tangannya.

Benar-benar cukup membuatnya pusing tujuh keliling. Kerjaan menumpuk, dan apa ini? Berani-beraninya ada yang menggangu ketenangan ia dan anaknya. Ternyata orang itu tidak main-main dengan ancamannya. Buktinya, sampai sekarang ia terus mendapatkan pesan seperti ini dan selalu mengikuti putri satu-satunya!!

Ia harus memberitahu Vino, ya, harus! Agar Sia terus mendapat perlindungan darinya, pikir Khalisa mengangkat kepalanya yang terlihat frustasi. Mengambil handphonenya lalu mengetik sesuatu di sana.

Vino

Vino. Tante baru aja dapat pesan dari orang yang tidak dikenal lagi.. dia sepertinya mengikuti Sia.

Picture

Khalisa mengirimkan pesan sekaligus bukti pada Vino kalau orang itu ada disekitar Sia.

Semoga Vino bisa melindungi, Sia, batin Khalisa berharap kalau Sia tidak terluka sedikitpun akibat seorang yang membenci dirinya ataupun jabatannya ini.

***

Hai haii.. vote dan komennya jangan lupa yaa guys :)

23 September 2020
Luv u :*

ArgantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang