Arganta 18

197 33 18
                                    

Happy reading

Sia melangkahkan kakinya mengikuti cowok yang berada di depannya. Tak henti-hentinya ia mendumel dalam hati atas perilaku ke tidak cowok-an Arga, bagaimana tidak, dirinya seperti tak dianggap ada di belakangnya.

Seketika langkah kaki panjang Arga berubah pelan, ia menyamakan langkahnya dengan Sia, sampai-sampai jarak mereka berdua berdampingan. Sia melirik Arga yang ada di sebelahnya terheran.

"Kenapa nggak duluan?" ketus Sia yang hanya mendapat lirikan mata Arga tanpa ekspresi.

Bisa-bisanya punya muka datar masih cakep!

"Duluan salah, barengan juga salah!" balas Arga menggeleng kecil, meluruskan pandangannya.

"Nggak ada yang nyalahin."

"Ya udah," jawab Arga seketika kembali melangkahkan kaki panjangnya, membuat Sia diam di tempat untuk menghembuskan napas kasarnya.

Lalu Sia berlari kecil agar menyamakan langkahnya dengan Arga, dan pada saat sudah sejajar lagi Sia pun menghalangi jalan Arga dengan tiba-tiba berhenti di depannya, membuat Arga sontak menghentikan langkahnya juga.

"Udah ah, capek ngikutin terus! Mana nggak ada tujuan lagi."

"Kata siapa nggak ada tujuan?" Arga menaiki salah satu alisnya.

"Kata aku lah, masa kata Bu Seli," balas Sia bersedekap dada, dirinya pun menatap Arga dengan wajah kesal.

"Mau makan nggak?" Sia menggeleng atas pertanyaan Arga. "Dibilang nggak napsu."

"Ya udah kita beli es krim," ucap Arga menaikan kedua alisnya menunggu persetujuan Sia yang ia yakini cewek di hadapannya akan menyetujuinya.

"Kalo itu baru napsu," cengir Sia membuat Arga memutar bola matanya. Pada saat itu juga Arga ingin melewati Sia, namun di hadang kembali oleh cewek berbadan mungil tersebut.

"Apa lagi? Ke buru bel nanti!"

"Apa tujuan Kaka ngajak aku makan es krim?" tanya Sia yang entah pertanyaan itu baru saja muncul di pikirannya.

"Nggak mau?"

"Ya mau lah."

"Ya udah nggak usah banyak tanya."

Arga memegang kedua bahu Sia, yang dibalik tatapan tak mengerti dari sang empunya bahu. Lalu Arga membalikkan tubuh kecil Sia dan mendorong seiring langkah kakinya, yang tentu saja langkah kaki Sia ikut berjalan. Mereka berdua layaknya bermain kereta api.

"Ka, apaan sih? Jadi kaya main kereta-keretaan!" dumel Sia berusaha membalikkan wajahnya menghadap Arga yang ada di belakangnya. Namun usahanya gagal, tangan laki-laki itu tidak mengizinkan Sia untuk berhenti dan membalikkan wajahnya.

Banyak orang yang lalu lalang memperhatikan mereka dengan menggeleng heran. Tak mau wajahnya dikenali, Sia pun menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan, ia membiarkan Arga yang mengarahi jalannya layaknya pengemudi kereta. Dirinya tinggal berjalan saja mengikuti pengarahan Arga terhadap tubuhnya.

Arga yang melihat Sia pasrah dengan wajah ditutupi tersebut hanya tersenyum kecil tanpa sepengetahuan Sia.

Saat sudah sampai tempat yang ingin dituju, Arga memberhentikan langkahnya sekaligus tangan yang sedari tadi menempel di bahu cewek tersebut. Serasa tidak ada lagi sentuhan di bahunya, Sia yang bersama Arga pun membuka telapak tangan yang menutupi wajahnya, lalu ia membalikkan tubuhnya menghadap Arga.

"Mana es krim?" Sia mengedarkan pandangannya di mana ia berhenti bersama laki-laki pemilik tubuh tegap dan tinggi. Ia kira akan berhenti di salah satu supermarket di dekat sekolahnya, namun dirinya salah. Justru ia berhenti di depan gerbang sekolah yang berjejeran tukang jajanan kaki lima.

ArgantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang