Arganta 20

183 26 11
                                    

Vote dan komen dari kalian aku tunggu ;)

Happy reading 🖤

Arga dan ketiga temannya kini berada di koridor sekolah. Berdiri di tembok seraya melihat pertandingan sepak bola antar kelas sebelas. Dari pada mereka harus berdiam diri di kelas, lebih baik menonton pertandingan panas ini, bukan?

Pandangan Arga yang tadinya fokus ke lapangan, sekarang ia memperhatikan kedua insan saling berpegangan tangan. Wait, bukan pegangan tangan, melainkan laki-laki itu yang memegang pergelangan tangan wanita di sebelahnya untuk menariknya.

Salah satu tarikan sudut bibir Arga mengekspresikan wajahnya melihat kedua insan tersebut. Keano yang ada di samping Arga pun menyadari kalau temannya ini sedang melihat sesuatu yang menarik.

Keano pun mengikuti arah pandangan Arga. Menyenderkan tubuhnya di tembok, lantas bersedekap dada.

"Iri? Bilang bos." Arga menoleh pada Keano seraya menaikan kedua alisnya, tak paham.

"Maksud, lo?"

Keano menaikan kedua bahunya sambil tersenyum licik. "Lo ngerti maksud gue!" ucapnya meluruskan pandangan.

"Gue yang nggak ngerti hati, lo!" lanjutnya kembali menonton pertandingan. Membiarkan Arga berpikir sendirian.

***


Gavin dan juga Sia berdiri di depan kelas yang ditempati Sia. Keduanya sangat canggung membuka suara setelah apa yang terjadi barusan. Saling berdiam diri dengan melakukan pergerakan tak jelas dari masing-masing pihak.

Huft. Sia sudah tak tahan lagi seperti ini, ingin rasanya langsung pergi tanpa mengucapkan apapun. Lantas Sia menggaruk tengkuk lehernya, menoleh pada Gavin sambil tersenyum kecil.

"Umm. Makasih Ka, dan juga maaf. Gara-gara aku ... Kaka, um..." ucapnya grogi sembari menggaruk kepalanya. "Yaa gitu."

Gavin terkekeh kecil dengan mengangguk-anggukkan kepalanya. "Iyaa. Nggak usah dipikirin soal tadi."

"O-oke," sambar Sia tersenyum tipis. "Ya udah aku duluan," lanjutnya menunjuk ke arah kelas yang ada di belakangnya.

Gavin mengangguk, namun saat Sia melangkahkan kakinya masuk ke kelas, dirinya kembali memanggil gadis itu. Membuat Sia menghadap kembali padanya.

"Soal tadi yang lo bilang ke Bunga—"

"Ohh, Ka Bunga namanya," potong Sia mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Iya, Bunga. Umm, tadi yang lo bilang ke dia 'baru gebetan, bukan?' itu maksudnya apa?" ucap Gavin menanyakan ucapan Sia pada Bunga waktu di ruang perpustakaan tadi.

Sia membelalakkan matanya, tak mungkin bukan kalau dirinya bilang masih ada kesempatan buat memiliki Gavin? Mau taro di mana harga diri yang ia punya.

"Ah, itu. Nggak ada maksud apa-apa sih. Cuma, yaa ..." Sia menoleh ke segala arah dengan otak yang terus berpikir.

"Nggak suka aja. Belum milikin Kaka, tapi udah yang posesif gitu," ungkap Sia nyengir lebar, lantas mendapat anggukan kepala dari Gavin dengan mulut berbentuk bulat.

"Kenapa emangnya? Salah ya ucapan aku?" tanya Sia mengangkat kedua alisnya, lantas ia mendapat gelengan cepat dari Gavin.

"Bu-bukan gitu. Gue kira ada maksud yang lain, hehe," jawab Gavin tertawa renyah.

"Ah, nggak kok. Ya udah, udah selesai kan Ka?" Gavin mengangguk. "Aku masuk duluan ya," pinta Sia mendapat anggukan lagi dari Gavin.

Sia membalikkan tubuhnya yang membelakangi kelasnya, lantas melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Namun, baru beberapa langkah, dirinya menoleh ke belakang, melihat Gavin masih berdiri di sana. Ia tersenyum kikuk pada Gavin seraya melambaikan tangan.

ArgantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang