Part 16

4K 224 0
                                    

"Selamat pagi, Pak. Ada berkas yang perlu ditandatangani," ujar Nindy ketika melihat Pak Malik.

Nindy terkejut, tak mengira kalau wajah bosnya itu yang akan langsung ditemuinya. Nindy terlalu gugup bahkan untuk menanyakan kabar laki-laki yang selalu berhasil menguras emosinya.

Wajah Pak Malik tampak pucat. Tanpa kacamata, Nindy melihat sedikit cekungan dimata bosnya. Pak Malik terlihat menarik dengan baju rumahan yang dikenakannya. 

Nindy menggeleng-gelengkan kepala, mencoba mengembalikan kesadarannya.

"Selamat pagi, duduk," suara Pak Malik terdengar parau di telinga Nindy. Perempuan itu menjadi prihatin dengan kesehatan bos barunya. Amarah Nindy yang telah tertimbun sejak pertama kali mereka bertemu seketika menguap. Muncul rasa iba dengan sosok laki-laki di hadapannya ini.

Nindy mengikuti arah tangan Pak Malik dan duduk di sofa paling dekat dengan pintu. Pak Malik masuk ke bagian dalam rumah. Nindy mengeluarkan pulpen dari tasnya dan meletakkan di atas tumpukan dokumen yang dibawanya dari kantor. 

Nindy memperhatikan bahwa bagian dalam rumah bosnya itu tak berbeda jauh dari bagian luar rumah. Cat dindingnya berwarna putih dan hanya ada satu pigura yang ditempel di dinding. Sebuah lukisan abstrak yang cukup besar dipasang di bagian tengah ruang tamu.

Pak Malik muncul dengan membawa secangkir teh di tangan kanan dan piring kecil berisi potongan brownies di tangan kirinya. Nindy memperhatikan tangan laki-laki itu sedikit bergetar. Bosnya ini sepertinya benar-benar sedang tidak sehat.

Nindy hanya menunduk ketika Pak Malik duduk di sebelahnya dan mempersilakannya makan. Pak Malik mengambil pulpen yang sudah disiapkan Nindy dan mulai memeriksa berkasnya. Pak Malik sudah menggunakan kacamatanya kali ini. Nindy sedikit kecewa karena tak bisa berlama-lama melihat wajah bosnya tanpa kacamata. Wajah polos yang membuatnya untuk sesaat melupakan sakit hatinya.

"Apa tidak ada orang lain yang bisa disuruh mengantarkan berkas ini kemari?" Pertanyaan Pak Malik membuat Nindy tersentak. Perempuan itu tersinggung seolah kehadirannya tidak diinginkan. Apakah hanya rasa sakit yang laki-laki ini bisa berikan padanya?


Bos Baru KamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang