Part 32

3.2K 166 2
                                    

Nindy pulang dengan perasaan bimbang. Di saat perempuan itu sudah memutuskan untuk berhenti memiliki rasa pada bosnya, Pak Malik malah membuatnya goyah. Laki-laki itu tak pernah memanggil namanya. Ada angin apa sore tadi Nindy mendengarnya dari Pak Malik?

Nindy tak sempat sarapan pagi itu. Nindy juga tak membawa bekal karena sudah nyaris terlambat. Perempuan itu kembali tidak bisa tidur semalam. Pikirannya melayang ke mana-mana membuatnya sulit rileks. Pak Malik lagi-lagi menjadi alasan.

Nindy menuju kantin setelah absen. Ada seorang perempuan yang belum pernah dilihatnya duduk di sana.

"Mencari siapa, Mbak?" tanya Nindy sopan.

"Oh, tidak. Saya menunggu Mas Malik," Pupil mata Nindy membesar, matanya terbelalak. Bagaimana mungkin, perempuan ini?

"Baiklah," ucap Nindy kemudian. Hatinya sakit.

Setelah membeli sarapan, Nindy beranjak keluar kantin, dibatalkannya rencana sarapan di sana. Saat hendak keluar, Pak Malik masuk. Berpapasan seperti itu membuat Nindy canggung. Kalau saja orang lain, kalau saja bukan bosnya, Nindy mungkin sudah menggoda pasangan itu. Tetapi ini Pak Malik, laki-laki yang berusaha dinafikannya.

Kembali ke kantor dengan membawa perasaan hancur. Nindy tak lagi fokus  dengan rasa laparnya. Nasi uduk yang dibelinya tadi hanya dimakan sebagian.

Pak Malik masuk ruangan, berbicara dengan Rio tentang bermacam hal, Nindy menggunakan headsetnya, berpura-pura tak peduli meskipun kenyataannya perempuan itu ingin mendengar suara laki-laki itu, laki-laki yang mengganggu pikirannya.

Ketika Pak Malik keluar, Nindy kecewa, dia merasa tak lagi dibutuhkan, sekalipun tak diajak bicara. Perempuan itu marah, lebih ke emosinya yang naik turun tanpa alasan yang jelas. Sudah ada Ilman yang baik, butuh apa lagi?

Bos Baru KamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang