Part 45

3.2K 142 1
                                    

Hari ini kegiatan outbond kembali dimulai. Beragam lomba tim disiapkan. Nindy satu tim dengan Ilman, laki-laki itu girang bukan kepalang. Nindy mengikuti lomba bakiak dan makan kerupuk. Keasyikan dan keriuhan terjadi. Setiap akan berpapasan dengan Pak Malik, Nindy memilih menghindar. Perempuan itu tak mau menjadi pelampiasan kemarahan tanpa sebab atasannya. Ini bukan jam kantor.

Sore itu, sebagian teman-teman Nindy melanjutkan voli air. Ketika melihat Pak Malik berjalan menuju kolam, Nindy memilih berbelok menuju kamarnya.

"Aku gak ikut, pengen istirahat di kamar saja," ucap Nindy pada Ilman yang mengajaknya menonton.

"Oke, aku antar?" tanya laki-laki itu.

"Gak usah, aku bisa sendiri," jawab Nindy sambil tersenyum dan mengacungkan jempol.

Ilman melanjutkan berjalan menuju kolam, Nindy memperhatikan dengan seksama laki-laki itu dari belakang. Tak ada satu pun celah dari teman yang menyukainya itu. Ilman sangat baik, bahkan terlalu baik bagi Nindy.

Baru saja menutup pintu kamarnya seseorang dari luar mengetuk. Nindy berbalik dan spontan membuka pintu karena mengira teman sekamarnya yang datang.

"Pak Malik?" Nindy terkejut.

Mata laki-laki itu menatapnya, tak sekalipun berkedip untuk beberapa waktu. Nindy melangkah keluar, duduk di kursi yang disediakan di teras depan kamarnya.

"Kamu menghindari saya," ucapan pembuka yang membuat Nindy membelalak.

Bagaimana Pak Malik tau?

Nindy memaksa tersenyum, "bukan begitu, Pak," Nindy berkelit.

"Apa masalahmu dengan saya?" Pak Malik sepertinya tak mengindahkan kata-kata Nindy tadi.

Semua tentang Bapak adalah masalah buatku.

"Tidak ada, Pak," jawab Nindy singkat. Berbicara terlalu panjang hanya akan membuktikan kalau Nindy hanya beralibi.

"Saya tidak ingin kamu menjauh.." Pernyataan yang didengar Nindy barusan menggantung di telinganya. Perempuan itu tak tau maksud dari bosnya. Seandainya bisa, Nindy ingin mengatakan kalau baginya pun begitu berat harus menafikan kehadiran laki-laki itu. Kemarahannya sesungguhnya tidak menjadi masalah bagi Nindy. Nindy pergi karena tau tak kan ada harapan bagi hubungan mereka.

Percuma saja menumpuk rasa apabila hanya sepihak. Nindy masih ingat rasanya mencintai sendiri. Nindy tau betul karena semua itu tak pernah bisa hilang dari ingatannya.

"Saya tidak mengerti maksud Pak Malik, saya harus masuk dan beristirahat," Nindy mengangkat tubuhnya dengan berat. Seandainya bisa, Nindy ingin selalu di sana bersama laki-laki itu tetapi masa depan terlalu menyakitkan untuk dikhayalkan.

"Apakah kita tidak bisa menjadi teman?" Pak Malik sudah berdiri dan mendahului langkah Nindy.

Aku sudah punya banyak teman, aku tak ingin berteman denganmu.

"Tidak.. karena Anda atasan saya dan saya bawahan Anda," Nindy mengakhiri pembicaraan dan menutup pintu di belakangnya meninggalkan laki-laki yang dicintainya tetapi tak kan mungkin pernah dimilikinya.

Bos Baru KamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang