"Perasaan Younghoon nggak enak, Bu," Celetuk Younghoon sesaat sesudah mereka telah berada didalam pesawat. Bersiap untuk lepas landas sebentar lagi, namun pikiran Younghoon masih menolak untuk menghilangkan bayangan wajah menangis Juyeon tadi malam.
Eunseo memalingkan wajahnya ke sembarang arah. Berusaha untuk mengabaikan ucapan sang anak tiri dengan berpura-pura seakan ia tidak mendengarnya. Tidak bisa dibohongi memang, Eunseo juga sedikit merasa tidak enak tadi ketika mengingat bagaimana sedihnya Juyeon saat ditinggalkan olehnya.
Akan tetapi, Juyeon tetaplah harus diajari agar bisa menghormati Sangyeon yang berstatus sebagai Ayah tirinya. Pengganti sosok lelaki yang selama ini menelantarkan mereka. Eunseo tetap tidak terima dengan sikap egois Juyeon yang membenci Sangyeon karena mungkin masih belum terima ketika posisi mantan suaminya itu digantikan oleh orang lain.
"Bu, apa—kita kembali ke rumah aja? Younghoon beneran khawatir sama Juyeon, Bu."
"Nggak usah perlakuin dia kayak bocah, Hoon. Juyeon itu udah dewasa, dan dia di rumah itu nggak sendirian. Ada Ayah kamu yang nemenin dia." Eunseo berdecak, ia tidak mau mengalah dengan emosinya saat ini. "Tunggu sampai besok. Setelah kita sampai di tempat tujuan, kamu boleh pulang."
Younghoon hanya mengangguk. Namun, entah mengapa perasaan khawatirnya semakin menjadi. Padahal ia sendiri berusaha meyakinkan dirinya agar percaya jikalau Ayahnya akan menjaga Juyeon, seperti yang ia lakukan. Tapi, lagi-lagi rasa cemas terus-menerus melanda batinnya.
Bagaimana jika terjadi sesuatu kepada Juyeon?
Membatalkan penerbangan pun, dirasa sia-sia. Younghoon harus mempercayai Sangyeon. Dia harap Juyeon akan merasa aman dalam penjagaan Ayahnya. Younghoon berjanji kepada dirinya sendiri agar besok ia bisa secepatnya kembali untuk menemui Juyeon. Bagaimanapun caranya.
Demi apapun, perasaan Younghoon benar-benar tidak enak. Ada suatu hal buruk yang terjadi kepada Juyeon, entah apa dan karena siapa. Dan asumsi negatifnya ini yang membuat Younghoon merasakan sesak pada dadanya.
"Younghoon, kamu kenapa?!"
.
[Limerence]
.Rasa sakit menjalar di seluruh bagian tubuhnya. Suaranya pun sudah hampir menghilang sepenuhnya lantaran dipaksa terus-menerus berteriak; entah itu memohon ampun agar berhenti, atau meneriakkan setiap rasa sakit yang diterimanya lewat berbagai permainan yang digunakan untuk menambah kepuasan nafsu dari sosok yang saat ini tengah menampar pipi bokongnya yang telah memerah entah untuk yang keberapa kalinya.
Yang saat ini mampu untuk Juyeon lakukan hanyalah mengeluarkan isakkan tangisnya. Air matanya sudah terasa hampir mengering. Pada akhirnya, apapun yang dilakukan Sangyeon saat mereka diberi kesempatan untuk menghabiskan waktu berdua, tidak lain dan tidak bukan adalah untuk menyiksa fisik dan batinnya.
Trauma yang Juyeon alami bukanlah hal yang sepele. Sudah hampir dua tahun ia mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh Ayah tirinya sendiri. Dan itu tidak hanya sekali atau dua kali. Maka tidak heran jikalau Juyeon sangat ketakutan setiap ia tidak sengaja bersitatap dengan manik tajam milik suami Ibunya ini.
Semakin Juyeon berusaha untuk melawan Sangyeon, semakin gencar lah Sangyeon memperlakukannya seakan-akan Juyeon bukanlah seorang manusia yang juga bisa merasakan sakit. Sangyeon ini egois, dia tidak peduli dengan kondisi psikologis Juyeon. Yang ia pentingkan hanyalah kepuasannya sendiri.
Persetan dengan semua teriakan kesakitan yang Juyeon lontarkan saat ia melakukan hal ini, rasa kecewa yang luar biasa saat Juyeon justru mencintai Younghoon dibandingkan dirinya adalah faktor utama mengapa ia berlaku sangat kejam terhadap Juyeon.
Juyeon seharusnya mencintainya, bukan mencintai Younghoon. Sangyeon bahkan tidak segan-segan melakukan apa saja untuk memisahkan Younghoon dari Juyeon. Asalkan ia bisa bersama dengan Juyeon, maka satu nyawa menghilang tidak akan terasa berarti untuknya.
Sangyeon lah yang terlebih dulu mengenal Juyeon, tapi mengapa harus Younghoon yang mendapat perhatian lebih dari Juyeon?
Satu isakkan terakhir lolos dari bibir bengkaknya. Juyeon telah kehilangan kesadarannya. Untuk kali ini, Sangyeon berpikir kalau ia sedikit lebih menuntut sehingga tidak memikirkan bagaimana kemungkinan hal ini akan terjadi. Kondisi fisik Juyeon memang semakin menurun dari hari ke hari, tapi Sangyeon terlalu memikirkan dirinya sendiri sehingga melupakan fakta penting tersebut.
Niat ingin meminta maaf, urung dilakukan. Pada akhirnya, Sangyeon sadar jikalau kesalahannya ini memang sangatlah tidak bisa dimaafkan. Permintaan maaf terasa sangat percuma karena pada akhirnya Sangyeon tetap akan mengulangi kesalahannya.
.
[Tbc]
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence +Sangju
Fanfiction#1 - sangyeon (29/10/2024) Semuanya bermula dari Sangyeon yang menikahi Eunseo. [Lee Sangyeon - Lee Juyeon]