vinte

509 75 18
                                    

Elusan sarat akan kelembutan tersebut ternyata cukup mampu membangunkan Juyeon dari tidurnya. Perlahan manik matanya terbuka. Menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina beberapa saat sebelum dipertemukan pandangan dengan sosok asing yang menurutnya, belum pernah ia lihat sama sekali.

Segera benak panik menghampiri. Juyeon langsung bangun dari tidurnya dan beranjak mundur dari posisi duduknya hingga membentur dinding dengan bantal yang dipeluknya sebagai pemutus jarak diantara mereka.

"Siapa?!" Ia memekik takut. Matanya bergetar disertai dengan bibir yang digigit penuh emosi. "Jangan mendekat!"

Teriakan histerisnya disambut tawa manis oleh sosoknya. Manik mata berkaca yang hampir berhasil menyihirnya menjadi sasaran utama dari pandangnya berlabuh. "Kamu ikut saya," ujarnya.

Juyeon menggeleng kaku. Nafasnya memburu. Tenggorokannya terasa seperti sedang tersangkut oleh sesuatu sampai membuatnya kesulitan untuk menelan setitik ludah.

Gaya bicaranya ... mengingatkannya pada sosok Sangyeon.

Kakinya bergerak gusar ketika sosok itu berusaha mendekatinya. Juyeon berteriak begitu nyaringnya sampai harus membuatnya terpaksa membekap mulut si manis yang terus memberontak. Kesabaran sudah berada diambang batas sampai-sampai membuatnya langsung menampar keras pipi berisi tersebut sehingga membuat Juyeon terdiam seketika.

Selanjutnya, dapat ia dengar Juyeon terisak. Diperlakukan sedemikian kasarnya oleh orang asing membuat Juyeon merasa deja vu. Rasanya seperti kejadian dimana pertama kali Sangyeon bertemu dengannya seolah terulang kembali. Dimana ia dipaksa, dianiaya, hingga berakhir dilecehkan. Juyeon takut. Teramat sangat takut.

Manik cantik itu tidak berani menatap langsung kepadanya. Meskipun senyum manis sudah kembali tersungging seperti sedia kala, Juyeon masih beradu dengan tangisannya.

Helaan nafas berat terdengar. "Ikut saya, Juyeon."

Permintaannya—yang lebih cocok disebut sebagai perintah—kembali ditolak dengan gelengan kepala. Ia berdecak. Begitu kesal dengan polah-tingkah jual mahal Juyeon atas kehendaknya.

Juyeon langsung tersentak. Sempat ingin menghindar, tetapi kepala belakangnya terlebih dahulu ditarik oleh sosok tersebut. Mempertemukan kedua belah bibir yang salah satunya mengatup rapat karena Juyeon menolak keras akan tindak kurang ajarnya.

Tetapi, segera pertahannya diruntuhkan dengan gigitan kuat pada bibir bawahnya. Rasa besi dan bau anyir menusuk indra perasa dan penciumannya dalam waktu yang bersamaan. Seketika mulutnya terbuka hingga tanpa membuang waktu lagi, ia langsung menerima sambutan lidah yang memaksa masuk ke dalamnya.

Desahan lirihnya terdengar mengalun beberapa kali. Juyeon meremat lengan dari kemeja hitam polos yang dipakai oleh pria di depannya. Sembari terus menangis, Juyeon mau tidak mau menerima segala permainan yang saat ini dialaminya.

Air liur berlomba menuruni bibir hingga dagunya. Nafasnya semakin pendek. Juyeon benar-benar sudah hampir kehilangan sebagian oksigen yang bertahan diparu-parunya hingga memberi sinyal berupa tarikan pada pegangannya di kemeja yang dipakai oleh sosok tersebut menggunakan tangannya yang bergetar.

Secepatnya tautan bibir keduanya dilepas sepihak. Pria itu mengusap bibir bawahnya yang masih tersisa sedikit jejak air liurnya dan Juyeon, tentunya. Sementara Juyeon justru tengah sibuk dengan raupan oksigen yang diperlukannya di udara, serta wajah merah nan mata sayu kepunyaannya.

Salah satu tangannya ditarik dengan tidak sabaran. Juyeon langsung menarik diri sekuat tenaga, tetapi tidak berlangsung lama lantaran tengkuknya dipukul keras hingga langsung terjatuh dan tidak sadarkan diri begitu saja kedekapannya.

"Nggak semua kucing bersikap penurut. Seperti kamu contohnya, Lee Juyeon."

Tubuh besar si manis diangkat ke atas salah satu pundaknya. Ia berniat ingin membawa Juyeon pergi sesuai rencana. Setidaknya untuk menjauhkan Juyeon dari orang terdekatnya.

Sebelumnya, ia sempat berhenti. Melihat ke atas sekilas, hingga kemudian berjalan kembali membawa Juyeon untuk ikut bersamanya.

.
[Tbc]
.

maaf ju, tiada kata 'bahagia' bagimu disini :(

Limerence +Sangju Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang