Umpama batu langsung menghantam ulu hati. Begitu terbangun karena sebuah suara, Younghoon tak sengaja menemukan hal yang sungguh tidak pernah bisa ia duga maupun dibayangkan. Seakan ada yang mencekiknya, sekedar meneguk ludah pun ia kesulitan, apalagi mengeluarkan patah kata yang sesungguhnya tiada berarti sama sekali.
Mengapa?
Manik mata kecilnya nampak jeli, lambat-laun seolah mengerti akan maksud dari tatapannya. Rasa malu sudah tak terelakkan merasuk hati yang sudah hancur berkeping-keping. Juyeon takut, Juyeon malu. ‘Murahan’ sudah bukan lagi menjadi kata yang tepat untuk menggambarkan dirinya saat ini.
Arti dari pandang tak percaya tersebut diartikannya sebagai kilatan emosi tajam bercampur jijik. Tentunya, bagaimana bisa Younghoon sepeduli biasanya begitu melihat Juyeon dengan sukarela dirudapaksa oleh dua orang yang bisa dikatakan sebagai keluarganya sendiri?
Deru nafasnya beradu. Sembari terengah ketika dirasa rahangnya sudah hampir mau lepas lantaran terlalu lebar membuka mulut, Juyeon terkapar lemas begitu saja.
Dia ingin menjelaskan semuanya, namun, untuk apa? Biar saja Younghoon melihat bagaimana kotornya dirinya. Lelaki itu tak pantas lagi menganggap ia sebagai adiknya. Younghoon jelas tak mungkin sudi mempunyai keluarga yang begitu hinanya dipandang olehnya sekarang ini.
"Ayah, Paman, apa maksudnya semua ini?!" hardik Younghoon hingga mendapatkan respon berupa tolehan kepala oleh kedua orang yang dipanggilnya. "Kalian—" Younghoon menatap murka. "—apa kesalahan Juyeon sampai kalian tega memperlakukannya seperti ini?!"
Hyunjae satu-satunya orang yang memutuskan untuk beranjak dari posisi awalnya. Pria itu membawa Juyeon dengan menyeret tangannya hingga lelaki itu menghadap langsung ke arah Younghoon yang masih tak ubahnya dalam posisi tiarap. Sorot matanya sarat akan kebencian. Obsesi menjadikannya buta akan kenyataan sehingga tak dapat merasakan adanya empati dalam bagian dari emosi yang ada dalam dirinya.
"Berlagak seperti pahlawan, Younghoon? Pantas saja Ayahmu nggak segan membuatmu lumpuh. Ego-mu begitu besar rupanya. Bukannya kamu sama saja dengan kami?"
Younghoon mendelik tak terima, "Jangan samain saya dengan pemerkosa seperti kalian!"
"Jadi, kamu pikir mencium serta menandai adikmu nggak termasuk pelecehan?" Sangyeon menambahkan. Pria itu kemudian menendang wajahnya begitu saja. Younghoon yang pada dasarnya tak lagi memiliki kuasa untuk mengendalikan tubuhnya pun, hanya bisa diam ketika mendapat satu-persatu wujud penganiayaan dari mereka.
Lelaki itu nampak memberi ekspresi menantang, seolah tak takut dengan apapun kemungkinan yang akan menimpa kala ia mencoba untuk melawan. "Gini doang?"
Sangyeon tersenyum, "Saya tau maksud kamu, tapi, menyakitimu aja nggak cukup menyenangkan hati saya. Juyeon lah satu-satunya orang yang bisa membuat saya ngerasa terpuaskan. Menyakitinya dengan cara seperti ini adalah alasan mengapa saya masuk ke kehidupan Eunseo."
"Paman ..."
"Tentu saja." Hyunjae menganggukinya. Seperti punya pendapat yang sama dengan Sangyeon tadi. "Bahkan jauh sebelum kalian, saya udah lebih dulu kenal dengan Juyeon. Dan saya nggak akan biarin kamu apalagi Ayahmu, merebutnya dari saya."
Sangyeon tak langsung menanggapi kecaman berbentuk ujaran dari Hyunjae. Dalam hati meremehkan pria itu karena ucapannya yang dianggapnya sebagai isapan jempol semata.
Mana mungkin Hyunjae bisa mengambil Juyeon darinya.
"Lagipula, ini bukan kali pertama Ayah melakukannya. Kalau kamu penasaran, silahkan tanya Juyeon." Sangyeon diiringi Hyunjae memutuskan untuk pergi. Meninggalkan keduanya dalam kebisuan melanda dibilik kosong tersebut.
"Kami sering melakukannya dibelakang kamu."
.
[Tbc]
.bahasanya campur campur karena aku lupa 💃🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence +Sangju
Fanfiction#1 - sangyeon (29/10/2024) Semuanya bermula dari Sangyeon yang menikahi Eunseo. [Lee Sangyeon - Lee Juyeon]