Juyeon menutup kedua telinganya. Sambil memejamkan matanya, ia berupaya mengalihkan semua perhatiannya dari apa yang tersaji di depannya. Kepalanya seperti ingin pecah karena terlalu banyak memikirkan sesuatu.
Teriakan sarat akan perdebatan, pukulan membabi-buta, teredam pada balutan memorinya yang harap-harap bisa rusak hingga menghilang begitu saja. Pemuda Lee itu menangis keras untuk waktu yang terbilang lebih lama dari biasanya.
Sangyeon menghentikan semuanya begitu mendengar Juyeon terisak. Dengan cara kekerasan sekalipun, titik penyelesaian dari perselisihan mereka tak kunjung didapat.
Ia menyerah, untuk kali ini saja.
"Terserah," ucapnya, final. Berujung pergi meninggalkan lokasi dengan wajah masamnya. Tidak terima memang, namun Sangyeon membiarkan akal sehatnya untuk mengalah sekarang.
Masih dalam trauma yang mendadak muncul, Juyeon sontak merapatkan punggungnya pada dinding ketika lelaki itu berusaha mendekatinya. Getaran hebat terlihat pada tubuh ringkihnya yang kini sudah jauh lebih kurus dari sebelum Juyeon menyadari jikalau mereka pernah bertemu.
"Kamu takut? Biarkan saya memelukmu—" Suaranya tercekat begitu Juyeon menggelengkan kepalanya sendiri disertai dengan ekspresi penuh ketakutan. "Apa saya semenakutkan itu?"
"Kak ..." Juyeon terisak. "Kak ... Younghoon ..."
Senyum tipisnya luntur seketika. Amarahnya memaksa masuk ketika terdengar nama orang lain terselip pada bibir pucatnya. "Saya nggak suka kalau kamu menyebut namanya. Kamu nggak liat siapa yang lagi ada di depanmu sekarang?!"
Tarikan kuat pada rambutnya membuat ia meringis. "Sakit," ujarnya lemah. Tetapi yang ada justru hal tersebut membuat lelaki itu semakin kuat menarik rambutnya hingga rasanya seperti beberapa helaian satu-persatu telah tercabut.
"Dia sama seperti Ayahnya! Mereka berusaha merebutmu dari saya!" serunya penuh dengan emosi. "Saya yang pertama kali bertemu denganmu, tapi liat? Si tua itu ingin bermain curang. Dia bersusah-payah mendekati Ibumu sampai dia ikut larut dalam permainannya. Lalu, akhirnya dia berhasil membunuh Eunseo dan mendapatkanmu!"
"Saya tau tentang apa saja yang dia lakukan kepadamu selama kalian tinggal bersama. Itu menggelikan. Mudah sekali si tua itu menyentuhmu disaat saya berusaha mati-matian untuk menculikmu seperti sekarang ini!"
Kali ini giliran tangannya yang ditarik maju. Mempertemukan kedua retina yang saling bertolak-belakang tentang bagaimana ekspresi yang ditunjukkan. Mata bengkaknya segera terpejam. Tidak sanggup melihat langsung bagaimana mata itu menatapnya begitu tajam.
"Sisi baiknya, kamu lugu dan sangat polos sampai nggak bisa melawan sedikitpun. Maka saya nggak heran jika Sangyeon dan Younghoon bisa jatuh cinta kepadamu secepat itu."
Ia menghela nafas, kemudian melanjutkan kembali ucapannya yang sempat terjeda. "Kamu tau? Saya nggak cuman jatuh cinta, tapi juga terobesesi kepadamu sampai rasanya ingin merasakan setiap organmu bisa tertanam diseluruh sudut rumah saya."
"Apa maksudmu?" Juyeon memberanikan diri untuk bertanya. Masih dalam suara bergetar penuh dengan keraguan disertai dengan ekspresi ketakutannya. Sontak semakin merasa tidak karuan begitu tangan itu berusaha meraih rahangnya untuk dicengkeram sangat kuat oleh kedua jari lelaki itu.
Ia tersenyum. "Kamu nggak perlu menafsirkannya secara serius. Jika kamu lupa, si tua tadi bilang kalau Younghoon udah mati. Jadi, kamu nggak perlu menyebut namanya setiap saat. Terutama ketika sedang bersama saya, ngerti?"
Tidak butuh waktu yang lama, Juyeon lantas mengangguk kecil. Sorot cahaya dimatanya meredup ketika tangan itu berpindah untuk meraih rantai yang tersambung dengan kalung leher yang dipakainya.
"Sambil menunggu si tua itu kembali dan membawa mayat anaknya ke sini, bagaimana kalau kita bermain sebentar?"
.
[Tbc]
.

KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence +Sangju
Hayran Kurgu#1 - sangyeon (29/10/2024) Semuanya bermula dari Sangyeon yang menikahi Eunseo. [Lee Sangyeon - Lee Juyeon]