Suasana lapangan basket sore ini sangat sepi dikarenakan tidak ada jadwal ekstrakurikuler maupun latihan rutin. Hanya ada dua orang laki-laki yang sedang sibuk dengan masing-masing bola di tangan mereka.
Shoot, bola berhasil masuk ke dalam ring.
Dab dab dab, dan shoot kini gantian ring yang satunya berhasil dimasuki oleh bola.
"Se, kayanya tadi lo kebangetan deh."
"Seorang penghianat pantes dapetin itu semua, Ndra."
Sean malas untuk kembali membicarakan hal itu. Sejujurnya, ia pun merasa sudah sangat keterlaluan. Entah apa yang ia rasakan sekarang, seharusnya ia merasa puas tapi yang ada hanya perasaan menyesal.
Flashback on
Sean kembali menerawang kejadian di kantin tadi. Situasi yang tenang dibuat heboh karena kedatangannya. Banyak perempuan yang terang-terangan mencari perhatiannya
Berbeda dengan seseorang yang duduk di depan Kantin Pak Tri, gadis itu hanya menoleh seperlunya dan kembali melanjutkan makannya.Ya, gadis yang sudah ia incar untuk ia habisi.
"Mas pacar, aku disini." Fokus Sean terpecahkan. Ia kira, gadis itu lah yang berkata demikian, ternyata ia salah. Teman Kirana lah yang mengatakan hal menjijikan itu.
Sean semakin mendekati meja mereka. Bahkan gadis itu tetap pada pendiriannya. Hingga ketika Sean berada tepat di hadapannya, dia melihat gadis itu mengangkat kepalanya dan menatap seolah tidak ada apa-apa disana.
"Sejak kapan lo jadi budaknya anak Xavier?" Sean sangat sadar, kalimat pertanyaan yang baru saja ia lontarkan terdengar sangat menyakitkan. Tapi apa boleh buat, ia sudah terbawa emosi semenjak di kafe kemarin. Sedangkan Kirana, hanya melihatkan ekspresi kebingungannya.
"Ngga usah pura-pura ngga ngerti. Selama ini lo diam-diam mata-matain gue dari balik dinding perpustakaan, karena lo dibayar kan sama anak Xavier?" Kali ini Sean melihat tatapan terkejut dari Kirana karena ucapannya barusan.
'Apa dia kaget karena gue tau keberadaan dia selama ini?' Batin Sean.
"Gue ngga ngerti." Meskipun terdengar sangat lirih tapi Sean tetap bisa mendengarnya.
"Orang kaya lo ngga pantes buat ada disini, dasar penghianat!" Sean membalikkan tubuhnya menjauhi Kirana yang kalut dengan pikirannya. "OH IYA, LEBIH BAIK KALIAN SEMUA HATI-HATI SAMA DIA, DIA BERSEKONGKOL SAMA DAVID." Sean mengeraskan sedikit suaranya sambil berjalan keluar kantin.
Flashback off
Sean yakin, karena ulahnya tadi, gadis itu pasti jadi bulan-bulanan anak sekolahnya. Biarlah, penghianat pantas mendapatkannya.
"Gue pikir lo cukup dewasa untuk nanganin masalah ini Se. Gue harap besok-besok, sebelum lo ngelakuin hal memalukan kaya tadi, lo bisa pikirin lebih dulu." Ucap Candra sambil mengambil tasnya di pinggir lapangan. "Gue cabut dulu ya. Inget kata-kata gue." Kini Candra benar-benar menghilang meninggalkan Sean yang masih diam terpaku akan kalimat Candra barusan.
*
Ucapan Candra sepertinya berhasil menyita 80% pikiran Sean. Buktinya, sampai Sean berada di kamarnya saat ini, Sean masih kepikiran dengan ucapan itu.
"Gue pikir lo cukup dewasa untuk nanganin masalah ini Se. Gue harap besok-besok, sebelum lo ngelakuin hal memalukan kaya tadi, lo bisa pikirin lebih dulu."
"Sial, kenapa gue jadi ngerasa bersalah kaya gini?" Ucap Sean lirih.
Tok tok tok
"Sayang makan malam dulu yuk, nih udah Mom masakin Tempe bacem kesukaan kamu." Sean mendengar suara Mommy-nya dari balik pintu.
"Iya Mom sebentar lagi aku turun." Jawab Sean sekenanya. Sebenarnya Sean malas untuk makan, karena ia masih pusing memikirkan segala hal yang terjadi hari ini. Tapi ia harus menghargai usaha Mommy-nya yang sudah memasak itu.
Sean pun turun dan ingin segera menyelesaikan makan malamnya, ia ingin tidur setelahnya.
"Se, ngga nambah? Biasanya kamu bisa tiga kali nambah kalo makan tempe bacem." Ucap Daddy Sean.
"Pengennya sih gitu Dad, tapi Sean udah ngantuk banget. Kalo gitu Sean naik ke atas duluan ya Mom, Dad." Sean mengecup pipi kiri dan kanan Mommy-nya dengan cepat, kebiasaannya sedari kecil. Selain itu, kalau lama-lama pawangnya bisa marah. Seperti saat ini, Daddy-nya sudah mendelik tajam ke arah Sean.
*
"Ma, Kirana mana? Tumben ngga on time, biasanya kalo masalah makanan ngga pernah mau ketinggalan." Ucap Papa Kirana yang kebingungan karena tidak menemukan Kirana di meja makan. Biasanya anak gadisnya itu akan selalu menjadi yang pertama dan menyapanya.Mama Kirana berjalan menuju kamar Kirana untuk mengajak anaknya makan malam bersama.
"Kirana, turun yuk makan dulu. Apa mau Mama bawain ke kamar?" Sepengetahuan Mama Kirana, Kirana telat ke meja makan hanya ketika ia sakit.
"Ngga usah Ma, aku sebentar lagi nyusul. Mau ke kamar mandi dulu."
Kirana mencuci mukanya dan berharap muka lecek sehabis nangisnya terlihat membaik.
Kirana makan dengan tenang malam ini, biasanya ia akan menyelingi kegiatan makan malamnya dengan bercerita atau bercanda yang diakhiri dengan amukan dari Mamanya karena salah satu antara Kirana atau Karen yang selalu tersedak setelah tertawa.
Keanehan Kirana tak luput dari pandangan keluarganya. Setelah makanannya habis nanti, Mama Kirana akan menanyakan keanehan ini.
Makan malam masing-masing pun sudah habis. Malam ini tidak ada yang tersedak ataupun muntah karena terlalu banyak tertawa.
"Kirana, kamu sakit?" Tanya Mama Kirana yang sudah disimpan dari sebelum makan malam.
'Iya ma, sakit hati.' Batin Kirana.
"Ah enggak Ma, emang kenapa?" Bukankah Kirana harus terlihat baik-baik saja?
"Mama rasa kamu agak aneh malam ini." Ucap Dita, Mama Kirana dengan sedikit hati-hati.
"Aneh gimana Ma?" Kirana sebenarnya paham maksud pertanyaan Mamanya, hanya saja ia sedikit menyangkal.
"Enggak gimana-gimana, yaudah kalo gitu kamu bantu Mama nyuci piring."
'Akhirnya Mama ngga tanya-tanya lagi, ya walaupun harus nyuci piring.' Ucap Kirana dalam hati.
"Siap bos!"
*
Kirana menatap gerbang sekolahnya dengan perasaan takut. Masalahnya, ia sudah tahu apa yang harus ia hadapi setelah kejadian di kantin kemarin."Kiranaaa." Kirana mendengar suara yang tidak asing baginya. Ternyata Devi.
"Hi Dev." Ucap Kirana lesu.
"Ngga papa, lo inget kan, masih ada gue. Semangaaat!" Ucapan Devi seperti mantra bagi Kirana. Kirana pun bisa merasakan aura positif sedikit memasuki relung hatinya.
"Thanks ya Dev."
"Kaya sama siapa aja lo, yaudah yuk buru masuk." Devi menarik tangannya, lagi.
Benar saja, selama perjalanan menuju kelas pandangan para siswa selalu tertuju pada Kirana.
'Udah gendut cari masalah lagi.'
'Sok kecakepan banget ya, caper.'
'Idih udah jelek, gendut lagi.'
'Apa sih yang diliat si David dari cewek itu?'Kirana benar-benar sudah terlatih dengan segala hal berbau body shamming. Saat SMP, tak sedikit ejekan yang ia terima. Itu membuat Kirana sedikit kebal. Ya walaupun masih sedikit kesal.
***
Hi, maaf buat typo-typo di cerita ini.Happy reading😭💛
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengagum Rahasiamu
Teen Fiction[SELESAI] "Semua yang kita harap, tidak sepenuhnya berakhir seperti yang diharapkan. Terkadang, membiarkan takdir yang mengambil alih semuanya adalah pilihan yang tepat." * Kirana Putri Pratama, gadis manis yang memiliki tubuh sedikit berisi, sedang...