17 - ....

3.5K 279 0
                                    

"Huk huk"

Kirana meneguk dengan cepat air minum di depannya. Perkataan Mamanya berhasil membuat dirinya tersedak karena terkejut.

"Pelan-pelan, nak makannya."

Apakah Mamanya tidak tahu, bahwa salah satu persyaratan beasiswa yang diterimanya adalah harus berstatus lajang? Kenapa Mamanya masih berusaha untuk melanjutkan acara ini? Padahal sudah satu tahun, setelah kejadian pernikahan Kak Rey dan Kak Rena, Mamanya sudah hampir tidak pernah berbicara apapun tentang hal ini karena hubungan Mamanya yang sempat renggang dengan Tante Rina.

Merasa sudah mendingan, Kirana pun membuka suara.

"Ma, Mama tau kan kalo salah satu syarat dari beasiswa Kirana ini, pesertanya diharuskan single?"

"Iya, Mama tau."

"Terus?"

"Terus apa?"

"Terus kenapa Mama masih ngelanjutin perjodohan ini? Bukannya kemarin-kemarin Mama sendiri yang ragu dengan perjodohan ini?"

"Oke, mungkin kamu belum tau ini. Yang pertama, untuk masalah perjodohan, kamu ngga langsung nikah tahun ini sayang. Setidaknya untuk tiga tahun kedepan, kamu sudah diikat terlebih dahulu. Dan untuk masalah kemarin, Mama hanya salah paham. Mungkin memang Gio dan Rena belum berjodoh. Jadi, masalah Mama sama Tante Rina juga sudah sepenuhnya kembali membaik seperti semula."

Kirana hanya diam dan menatap lurus ke arah gelas kosong di depannya. Entah kenapa, Kirana merasa sedikit cemas dan takut untuk bertemu dengan calonnya. Padahal, dulu ia sangat ingin sekali bertemu. Apalagi cerita Mamanya yang selalu memuji calonnya itu bak dewa tanpa celah. Tapi sungguh, kali ini Kirana ingin sekali menghindar. Ia hanya merasa akan ada hal besar yang terjadi.

"Sudah, sudah. Lebih baik kita habiskan terlebih dahulu makanannya. Baru kita lanjutkan pembicaraan ini." Suara Papa Kirana berhasil memecahkan suasana yang kurang mengenakkan di meja makan itu.

Kini, semua anggota keluarga melanjutkan makannya dengan tenang.

Makan siang pun telah selesai.
Setelah meletakkan piring-piring kotor di wastafel, Karen masuk ke dalam kamar sesuai intruksi dari Mamanya. Sekarang, hanya tersisa Dita, Tama dan Kirana di meja makan itu.

"Baiklah, seperti yang Mamamu sudah bilang sebelumnya Kirana, kita akan mempertemukan kamu dengan calonmu di makan malam itu. Jadi, apapun keputusan kamu, bisa kamu tentukan setelah pertemuan kalian nantinya."

"Iya Kirana. Sebelumnya Mama minta maaf, kalau Mama sudah lancang menjodohkan kamu dengan anak teman mama. Tapi, percayalah nak, Mama hanya mau yang terbaik buat kamu."

Suasana kembali hening tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulut Kirana. Kirana terlalu kalut dengan pikirannya sendiri. Sepertinya, setelah ini ia harus cerita ke Devi tentang rencana makan malam itu. Ia perlu saran dan dukungan tentang apa yang harus ia lakukan.

"Ma, Pa, Kirana mau ke kamar dulu. Permisi."

Kirana mengambil langkah menjauh dari meja makan. Setelah sampai di kamar, ia menutup pintu kamar dan langsung mencari handphone-nya.

Kirana
Dev?
There's something that i want to tell you about.

Kirana masih setia menunggu balasan dari Devi. Biasanya Devi selalu aktif di jam setelah makan siang seperti ini.

Tring

Suara notifikasi pun membuat Kirana dengan cepat membuka roomchat nya dengan Devi.

Devi
Ya? Ada apa, Ra?

Setelah melihat balasan dari Devi, Kirana memanfaatkan sedikit waktu untuk memilah pertanyaan yang akan ia kirimkan untuk Devi. Sebenarnya, ia lebih ingin untuk menelpon Devi. Tapi, ia takut kedua orang tuanya mendengar suaranya. Jadi mau tidak mau ia harus memilih chat sebagai jalan keluarnya.

Kirana
Dev, ternyata perjodohan itu masih berlanjut. Dan akhir minggu nanti, akan ada acara pertemuan kedua keluarga. Gue harus apa, Dev? Kenapa gue takut dan ragu sekarang? Apa lo tau alasannya?

Setelah mengetikkan kalimat per kalimat ia mengetuk icon send.

'Centang satu? Ini bocah kemana lagi sih?'

*

Sedangkan di sebuah rumah mewah bernuansa serba putih, Devi sedang menikmati hidangan makan siang yang baru saja disajikan sang tuan rumah.

Hari ini, keluarga besar Pramono sedang berpesta menyambut kedatangan keluarga baru mereka. Anak dari Rey dan Rena.

"Wah enak banget mba, ini mba yang masak?" Tanya seorang wanita yang merupakan menantu bungsu di keluarga tersebut.

"Iya, ini tadi dibantu juga sama Devi." Jawab Tante Rina.

"Devi juga bisa masak ya?"

"Ah enggak sejago itu kok tante, cuma bisa bantu motong motong aja." Jawab Devi seadanya. Memang benar, bahwa ia hanya membantu Tante Rina memotong sayur mayur yang ada. Tapi, tidak bisa ia pungkiri, ia juga bisa memasak beberapa makanan yang sering ia pelajari ketika membantu Kirana yang sedang memasak. Jika kalian ingin tahu, mereka berdua sering bergantian menginap di rumah satu sama lain.

Kembali lagi ke topik masakan. Masakan terenak Devi selama ini adalah telur dadarnya. Bahkan, telur dadar buatan Devi, sangat enak kata Kirana.

Jadi Devi akan selalu menggunakan embel-embel 'Kirana Approved' untuk meyakinkan orang-orang yang akan memakannya. Salah satu korbannya adalah ayahnya sendiri.

"Putra, kamu pasti bangga banget punya anak kayak Devi. Udah cantik, pinter, bisa masak lagi." Puji Tante Rina secara tidak langsung.

Putra pun tertawa kecil karena bingung harus merespon apa perkataan kakak iparnya itu.

"Mba bisa aja, sebenarnya Devi bisa masak juga baru-baru ini. Dia sering diajarin masak sama temennya. Namanya siapa ya, Kiran—ti apa siapa gitu." Ucap Putra sembari memberikan piring kotornya ke Devi.

"Kirana, Ayah." Tunggu, apakah tak apa bagi Devi menyebut nama sakral itu di tengah keluarga ini? Semoga Tante Rina sudah lupa, mengingat sudah setahun lebih kejadian yang mengubah segalanya itu terjadi. Bahkan penyebab kejadian itu pun sudah memiliki anak sekarang.

"Ah iya, Kirana. Masakannya enak banget. Beruntung banget Devi punya teman kaya dia."

"Kirana?" Tante Rina terlihat seperti mengingat sesuatu.

"Iya, mba."

"Kirana yang datang ke acara ulang tahun kamu itu, Dev?" Kini seluruh pasang mata beralih memandang Devi.

"I-iya tante." Devi gugup sekali saat ini. Ia takut tantenya itu kembali mengingat kejadian buruk waktu itu.

"Emang ngga salah aku milih calon mantu." Perkataan santai yang terucap dari bibir Tante Rina tidak sesuai dengan ekspresi beberapa pasang mata disana. Mereka semua terkejut. Termasuk Devi.

"Mantu? M-maksud tante?"

"Iya, Kirana teman kamu itu orang yang tante jodohin sama Sean. Emang kalo jodoh ngga kemana, ya."

'Ra, maafin gue.'

Drrt

Kirana
Dev?
There's something that i want to tell you about.

Suasana yang sudah membuatnya pusing, kembali menghimpitnya dengan adanya chat dari Kirana.

'Apa Kirana udah tau semuanya? Apa Kirana akan marah ke gue?'

Devi dan segala pemikirannya seakan menghentikan waktu begitu saja. Hingga ia tersadar untuk membalas chat dari Kirana. Di bawah meja tentu saja. Sangat tidak sopan untuk memainkan ponsel di depan orang banyak.

Devi
Ya? Ada apa, Ra?

Setelah merasa bahwa balasan tersebut pantas, Devi langsung mematikan ponsel pintarnya. Takut-takut Kirana akan menghubunginya lebih jauh lagi.

'Ra, sekali lagi maafin gue.'

***

Disini cuma mau bilang, berat banget jadi Devi.

Aku kalo jadi Devi juga cuma bisa minta maaf doang :")

Luv,
Azliana Astari ✨

Pengagum RahasiamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang