Haekal Chandradikta

15.9K 2.3K 139
                                    


Rumah sakit.

Tempat paling membosankan yang ada di dunia. Tapi sayangnya anak usia 5 tahun itu hanya bisa pasrah saat ibunya mengajaknya kesini.

Awalnya tidak sesering ini seingatnya.
Tapi entah kenapa akhir-akhir ini ibu jadi sering mengajaknya kesini.

Membosankan.

Dia bahkan tidak diizinkan ikut kedalam bersama ibunya.

Dokter menyebalkan itu hanya bilang :

"Tunggu di taman saja ya. Disana ada banyak teman"

Karena pada dasarnya dia bosan. Jadi dia ikuti saja kata dokter itu.

"Huh menyebalkan. Disini sama membosankan ya dengan didalam" gerutunya.

Dia mendudukkan dirinya di salah satu bangku panjang disana. Memperhatikan anak-anak dengan baju pasien tengah mendengarkan permainan piano pria tinggi dengan jas putih, jelas itu dokter pikirnya.

Kemudian salah satu anak dengan pakaian mencolok karena berbeda dari mereka mengendap mengikuti kucing liar disana.

Dengan topi biru terang juga tas kuning cerah bocah itu terus berjalan dengan pose aneh mengikuti kucing itu.

Dia terkikik pelan saat anak itu hendak mengelus bulu kucing itu tapi malah dihadiahi erangan menakutkan dari si kucing.

Tapi mungkin karena keras kepala bocah itu mencobanya dan berhasil. Kucing itu tenang dielus oleh bocah itu. Membuat dia seolah tertarik dan tau tau sudah ikut berjongkok disebelah bocah tadi.

"Siapa namanya ?"

Dia dan bocah itu sama-sama terkejut. Dia yang terkejut bisa memulai percakapan dan bocah itu terkejut ada orang lain selain dirinya.

"Maksudmu dia??" Tunjuk bocah itu pada kucing berbulu hitam dan putih itu.

Dia hanya mengangguk setelahnya.

"Ameng" jawabnya.

"Kalo kamu ??"

Bocah itu tersenyum lebar menghadapnya sambil mengulurkan tangan.

"Aku Nana"

☘️☘️☘️

Sekarang entah kenapa dia selalu senang saat ibunya berkata harus kerumah sakit. Itu artinya dia bisa bertemu Ameng atau mungkin jika beruntung dia bisa bertemu Nana.

Dia sedikit terkikik mengingat pertemuan terakhir mereka dimana Nana digendong paksa oleh dokter pemain piano disertai Omelan juga beberapa pukulan kecil di bokong kecilnya.

Dan yuhuuu dia menemukan Nana lengkap dengan topi biru juga tas kuning terang.

Bisakah dia berharap Nana mau menjadi temannya ?

Pertemuan nyaris setiap hari itu membuat mereka dekat bahkan dia sekarang tau bahwa dokter pemain piano adalah ayah Nana.

☘️☘️☘️

Hari ini mereka ke rumah sakit lagi. Tapi kali ini dia tidak menyukainya.

Rasanya benar-benar berbeda. Rasanya seperti dia akan kehilangan banyak hal.

Dia masih terlampau ingat bagaimana jeritan ibu juga darah yang keluar dari mulut ibu yang membasahi tangan mungilnya.

Dia terlampau ingat bagaimana susah payah ibunya menghela nafas.

Juga bagaimana dia menggedor dengan keras rumah tetangganya sehingga berhasil membawa ibunya kemari.

Usapan lembut di kepala membuatnya mendongak, menemukan senyum meneduhkan milik dokter pemain piano yang dipanggil papa oleh Nana itu.

"Semua akan baik-baik saja" ucapnya lirih.

Tapi dia terlampau peka sehingga menyadari itu adalah kebohongan. Ibunya tidak pernah bernafas lagi.

☘️☘️☘️

Dia menyaksikan sendiri bagaimana jasad ibunya dikubur dalam tanah yang dalam.

Dia menyaksikan bagaimana nenek yang tak pernah datang menjenguk ibu menjerit lalu pingsan.

Dia juga menyaksikan bagaimana bibi yang kadang memberinya uang mengangis keras seolah jika bibi berteriak ibu akan bernafas lagi.

Tapi anehnya dia tidak menangis. Tidak setelah malam sebelumnya Nana datang dengan piyama abu terang dengan boneka ditangan juga wajah mengantuk lalu memeluknya.

Hangat.

Bahkan dia hanya bisa merasakan pelukannya tanpa berniat untuk membalasnya walaupun ingin. Yang dia ingat kemudian papa memeluk mereka berdua sekaligus.

Plak

Tamparan nenek menyadarkannya. Mengerjap pelan kemudian dengan berani menatap mata nenek.

"Kau menghancurkan hidup anakku" jeritnya pilu.

Orang-orang yang disana hanya menonton tanpa mau bersusah payah menghalangi nenek.

"Kau menghancurkan hidup anakku" lirihnya pelan sekali tapi entah bagaimana terdengar nyaring ditelinganya.

"Kau ikut kami ya"

Ucapan bibi membuat dia yakin bahwa dia tak akan bertemu Nana lagi.

☘️☘️☘️

Haekal Chandradikta, 5 tahun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Haekal Chandradikta, 5 tahun

Bandung di tanah Lombok,
27 September 2020

Rumah Roboh ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang