"Ra, lo beneran mau balik? Lo beneran bakal berhenti di sini buat menggapai cita cita lo?"
"Ra, ayolah! Sia sia latihan yang selama ini lo ikuti kalau lu balik nggak membawa hasil apa apa!" Rara menghembuskan nafasnya kesal. Pasal nya Kristin sejak tadi mengganggunya yang sedang membereskan barang bawaanya.
Rencananya hari ini ia akan pulang dengan keluarganya. Untuk masalah lomba, Bagas telah mengurus semuanya.
"Gue harus balik sekarang, Kris!"
"Tapi kenapa?"
"Cerita nya panjang," ucap Rara acuh.
Kristin belum seluruhnya mengetahui semua masalah yang menimpa Rara kemarin pagi. Ia hanya mengetahui jika trauma Rara di masa lalu kambuh dan pingsannya Rara di kamar mandi.
Rara belum siap untuk bercerita kepada sahabatnya tentang ia dan Adit. Ia belum menerima keseluruhan takdir yang membawanya menjadi istri di usia muda.
"Ra, ayolah! Masak lo ngebiarin tim voly negeri kita kekurangan pemain terbaik." Kristin menggoyang goyang kan lengan Rara yang tengah sibuk mengemasi pakaiannya ke dalam koper.
Rara berbalik menghadap Kristin yang tengah menatapnya dengan mata berkaca kaca. "Masih ada yang lain Kris bukan gue doang pemain di sini."
"Tapi, kalau lu nggak ada tim voly negeri kita bakal berkurang jumlahnya," desak Kristin yang tidak mau Rara pergi dari sini. "Kalau pak Leo tau pasti dia kecewa sama lo."
Rara terdiam sejenak. Setelah itu ia melanjutkan mengemasi barang bawaanya ke dalam koper.
"Lo mau ninggalin gue di sini sendirian? Lo nggak kasihan sama gue gitu Ra?" Rara mengusap wajahnya kasar. Sahabatnya ini benar benar cerewet menurutnya." Gue harus pulang, Kris!" Ucap Rara menatap Kristin frustasi.
"T-tapi kenapa lo harus pulang? Apa gara gara masalah kemarin lo mutusin buat pulang gitu, dan membiarkan impian yang lo usahakan sejak dulu bakal sia sia."
Rara menatap lekat Kristin. Meraih tangan sahabatnya untuk ia genggam. "Dengerin gue Kris. Gue pulang karena ada suatu hal. Gue nggak mungkin berhenti begini aja tanpa ada hambatan. Saat ini gue belum bisa cerita sama lo, apalagi sama Alya. Gue belum bisa."
Rara tersenyum, mengusap bahu Kristin dan memeluknya ala sahabat sahabat pada umumnya. "Gue pulang ya. Semangat buat pertandingan besok," bisik Rara di telinga Kristin.
Kristin lebih dulu melepaskan pelukannya, setelah itu menatap Rara dan akhirnya mengangguk.
"Gue pulang ya?"
"Gue anterin sampai depan!"
Rara tersenyum, menutup koper miliknya. "Ayok!" Rara menggandeng tangan Kristin untuk keluar dari kamarnya.
Mereka berjalan berdua untuk ke lobi penginapan karena orang tua Rara menunggu di sana.
Di tengah perjalanan mereka bertemu dengan Siska yang entah darimana. "Sis!" Panggil Rara.
"Tarik, sis!" Teriak Kristin tiba tiba.
"Semongko!" Jawab Siska seraya menghampiri Kristin dan Rara. "Loh, Ra? Lo mau kemana?" Tanya Siska yang sudah berada di depan mereka.
"Kebetulan ketemu lo di sini. Gue mau pamit, mau pulang." Alis Siska terangkat, bingung dengan perkataan yang di lontarkan Rara padanya. "Maksud lo?" Tanya Siska bingung.
"Dia mau pulang, sis!" Jawab Kristin dengan cepat. Rara yang hendak membuka suara langsung saja mengatupkan bibirnya karena telah di jawab Kristin.
Untung nggak ada laler, jadi aman mulut Rara saat tadi mangap.
"Iya sis! Gue mau pulang. Titip Kristin ya! Kalau dia bandel copot aja jantungnya, terus jual. Kalau entar dia tidurnya ngompol suruh tidur di kolongan meja aja suruh bareng kecoa berserta anak dan istrinya," pesan Rara yang membuat Siska tertawa terbahak bahak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Dadakan [Mager Ngelanjutin]
Romance[•••] Judul cerita sebelumnya: Old promise Ini kisah tentang Humaira gadis yang senantiasa sabar menunggu sahabat karib nya untuk menepati janji lama mereka untuk hidup bersama. Kisah tentang kehidupan keluarga yang sangat over posesif terhadap diri...