Setelah orang tua Adit pamit, Rara ijin undur diri untuk pergi ke kamarnya. Ia hanya melepas penat karena perjalanan yang memakan waktu cukup lama. Sedangkan Adit ia tengah berbincang dengan kedua orang tuanya dan abangnya di ruang keluarga. Dirinya yang tak paham tentang pembahasan mereka memilih untuk pergi ke kamar.
Rara menghempaskan tubuhnya ke atas kasur ke banggaannya. Berguling ke kanan dan kiri menghirup aroma coklat dan mint yang menjadi satu. Aroma yang ia sukai sejak dulu.
Menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan menerawang entah kemana. Menghirup udara sebanyak-banyaknya dan membuangnya secara kasar.
Kenapa takdir yang ia alami begitu cepat hingga membuat ia harus menyandang status baru di kehidupannya. Rara tak menyangka bahwa ia akan menjadi istri di usia muda, bagaimanapun pola pikir dan tingkah lakunya masih seperti anak kecil. Badannya saja yang berkembang tidak dengan tingkah lakunya yang masih manja dengan kedua orang taunya dan abangnya.
Bagaimana nanti ketika dirinya dengan Adit membina rumah tangga dengan tingkah laku mereka seperti anak kecil? Dan bagaimana jadinya saat rumah tangga mereka tengah mengalami permasalahan dan berujung dengan hal-hal yang tidak ia inginkan.
Huft...
Semua yang ia pikirkan membuat otaknya menjadi lelah. Lebih baik ia membersihkan diri dan pergi ke alam mimpi.
Dengan gerakan secepat kilat Rara meraih handuk yang tersampir pada gantungan belakang pintu kamar mandi miliknya, tak lupa juga ia mengambil setelan pakaiannya yang berada di dalam lemari. Mengunci pintu kamar mandi dan melaksanakan ritual mandinya dengan tenang.
Sedangkan di ruang keluarga Adit berbincang dan di selingi dengan candaan yang membuat mereka sesekali tertawa. Adit tidak menyangka akan hadir pada keluarga ini. Sungguh takdir yang mengejutkan bagi dirinya. Bagaimanapun takdir yang di berikan kepada-Nya ia patut mensyukuri dan menjalaninya dengan ikhlas.
"Adit coba kamu cek Rara di kamarnya! Sedang apa dia di dalam!" Instruksi yang di berikan Bagas membuat Adit yang tengah berbincang dengan Fahmi dan Amir mendadak berhenti. Ia menatap Bagas setelah itu mengangguk.
"Kamar Rara yang di tengah ya, Dit! Ada tulisannya 'Kamar Humaira'," celetuk Bagas sebelum Adit beranjak dari tempat duduknya. "Baik, bi!" Jawab Adit mengerti.
Ia melangkahkan kakinya menuju kamar milik Rara, menaiki tangga demi tangga yang berlantaikan marmer itu. Tapi sebelum ia tiba ke tujuannya, teriakan Fahmi dan Amir membuat Adit berhenti di undakan pertengahan.
"Adit! Awas aja lu sampai ngapa ngapain adek gue! Gue sikat pake sikat mobil ya lu!" Teriak Fahmi dan Amir bersamaan.
"Iya, bang! Paling cuman nganu doang kok nggak sampai nganu nganu!" Balas Adit dengan teriakan yang tak kalah nyaring.
Fahmi dan Amir melotot secara bersamaan di tempat mereka berada. Sedangkan Bagas? Hanya terkekeh melihat raut muka kedua anaknya.
"Heh! Jangan ngadi ngadi lu! Gue goreng ya lu pake korek api!" Sembur Fahmi yang membuat Adit terkekeh di pertengahan tangga.
"Nggak ngadi ngadi kok, bang! Cuman se ngadi! Tapi sengadi nya sampai ke ngadi ngadi!"
"ADIT! GUE CORET YA LU DARI DAFTAR ADIK IPAR YANG NGGAK PUNYA AKHLAK!" Jerit Fahmi frustasi mendengar perkataan Adit yang membuat nya ingin sekali membakar hidup hidup adik iparnya.
"Ampun, bang jago!" Adit tertawa terbahak bahak hingga perutnya menjadi sakit. Seposesif itukah abang Rara kepada Rara? Jika memang iya, berarti Adit harus sering kali menggoda abang abang iparnya mulai sekarang!
Adit melangkah kan kakinya kembali menaiki undakan demi undakan tangga hingga ia tiba di pintu bercat coklat bertuliskan 'kamar Humaira'.
Adit mengetuk pintu terlebih dahulu sebanyak tiga kali dan di susul panggilan supaya Rara mengetahui kedatangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Dadakan [Mager Ngelanjutin]
Romance[•••] Judul cerita sebelumnya: Old promise Ini kisah tentang Humaira gadis yang senantiasa sabar menunggu sahabat karib nya untuk menepati janji lama mereka untuk hidup bersama. Kisah tentang kehidupan keluarga yang sangat over posesif terhadap diri...