Wajah tampan Adit kini berwarna biru ke unguan, sudut bibirnya bengkak dan mengeluarkan cairan berwarna merah, bukan hanya itu saja matanya pun kebiruan dan bengkak.
Ini semua ia dapatkan dari Amir, iya Amir, Abang Rara. Adit baru tau jika mereka adalah saudara kandung.
Setelah tadi ia kepergok di kamar mandi wanita, panitia yang tadi menuduhnya yang bukan bukan segera menelpon orang tua bersangkutan dan beberapa jam kemudian orang tua mereka datang, dan berakhir lah ia di sidang oleh kedua orang tuanya dan orang tua Rara. Jangan lupakan Abang Abang Rara yang wajahnya terlihat sekali marah. Untung saja kakaknya tidak ikut, coba tadi jika Shinta ikut, Adit tidak bisa membayangkan raut kekecewaan kakaknya, bisa habis dia nanti.
Adit meringis ketika sudut bibirnya di rasakan sakit, sekali saja ia menggerakkan bibirnya di saat itulah rasa nyeri menyerang pada sudut bibirnya.
Adit, keluarganya dan keluarga Rara sekarang tengah berkumpul di ruang panitia lomba. Adit meringis ketika melihat mata elang ayahnya yang sedang menatapnya lekat lekat, dan ibunya yang menyiratkan kekecewaan dari mimik wajahnya. Sedangkan kedua orang tua Rara hanya abangnya Amir dan ibunya saja yang terlihat khawatir, hanya Fahmi dan ayah Rara saja yang terlihat tenang.
"Mas, aku mau nemuin anak ku dulu," ucap Mira pada Bagas, "maaf semua, saya permisi dulu," lanjut Mira, ia berdiri meninggalkan mereka untuk menyusul Rara yang tengah di periksa oleh dokter pribadi keluarga Bagaskara di ruangan pribadi milik panitia, Bagas mengangguk mempersilahkan istrinya untuk pergi menemui putri tercinta mereka.
"Bisa jelaskan, bagaimana kronologi kejadiannya, hingga bisa terjadi seperti ini?" Tanya Bagas dengan tenang, mata tajamnya menatap Adit lekat lekat, memandang Adit dengan aura intimidasi yang kuat.
Glek
Adit menelan salivanya susah payah, ia jadi takut sendiri ketika di tatap seperti itu oleh orang tua Rara, sungguh sekarang Adit tengah keringat dingin dan gugup untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya. Dimana Adit yang tadi? Yang berani membantah karena ia tak salah dalam kasus ini, tubuhnya bergetar karena gugup, jika ia di suruh untuk memilih antara gugup saat pertandingan basket dengan pertanyaan yang di lontarkan oleh orang tua Rara pasti ia memilih yang pertama.
"Nak, jelaskan pada kita apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang di omongin oleh bapak ini tidak benar kan? Umi tau kamu anak baik," ucap umi Adit dengan lemah lembut. Adit yang mendengar perkataan uminya jadi sedikit tenang tapi, untuk rasa gugupnya ia belum hilang, ingat hanya sedikit tenang tidak keseluruhan.
Adit menggigit bibir dalamnya, menyalurkan rasa gugupnya akan pertanyaan ini, mulutnya kelu untuk mengeluarkan sepatah dua patah.
"Adit, bisa jelaskan nak?" Sekali lagi, dengan lemah lembut uminya bertanya kepada anak bungsunya.
"A--adit ng--nggak........"
"Nggak apa nak?" Tanya uminya hati hati.
"Adit tidak seperti apa yang umi dan yang lain kira," ucap Adit sedikit lancar.
"MAKSUD LO APA?! LO BILANG ITU BUKAN APA APA?! ADIK GUE SAMPAI TERLUKA, BAHKAN DIA SAMPAI PINGSAN, ITU LO BILANG BUKAN APA APA?!" Teriak Amir tepat pada wajah Adit.
Bagas memejamkan mata sejenak, ia tidak boleh mengambil tindakan gegabah untuk kejadian ini, bagaimanapun masalah ini masalah yang harus di selesaikan dengan kepala dingin, jika ia tersulut emosi sedikit saja sudah di pastikan runyam, cukup anak tengahnya saja yang tersulut emosi, tidak dengannya.
Bagas menarik nafas dalam dalam, mengucap istighfar setelah itu membuka matanya perlahan.
"Sudah lah nak, jangan biarkan setan menguasi tubuh kamu. Bicarakan masalah ini dengan baik baik dan dengan kepala dingin," ucap Bagas hati hati, ia takut menyinggung perasaan anaknya satu ini, ia tahu sifat anaknya ini sama dengannya, sama sama mudah marah dan tersinggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Dadakan [Mager Ngelanjutin]
Romance[•••] Judul cerita sebelumnya: Old promise Ini kisah tentang Humaira gadis yang senantiasa sabar menunggu sahabat karib nya untuk menepati janji lama mereka untuk hidup bersama. Kisah tentang kehidupan keluarga yang sangat over posesif terhadap diri...