Part 09 || penyesalan yang tak berarti

44 3 1
                                    

"Memang benar kata orang, cinta itu buta dan bahkan tuli. Lu aja sampai lupa kalau sedang mencintai apa yang nggak seharusnya lo cintai."

-Amiruddin Mubarok Bagaskara-

Setelah lama menunggu akhirnya dokter keluar dengan wajah kelelahannya.

Abi Bagas berdiri dan di susul yang lain.

"Keadaan Rara bagaimana, Ndri?" Tanya abi Bagas pada dr. Andri, dr. Andri ini adalah adik dari abi Bagas dan rumah sakit ini Bagas lah yang memilikinya.

"Maaf mas kondisi Rara........"

🌈🌈🌈

"Maaf mas kondisi Rara saat ini kritis. Ia kehilangan banyak sekali darah pada luka yang di deritanya, kepala Rara mengalami benturan yang sangat keras," jelas dr. Andri

"Akibat benturan itu apa yang terjadi, Ndri?" Tanya abi Bagas khawatir karena ia tak mau anak perempuan satu satunya mengalami apa yang ia pikirkan.

"Benturan yang ada di tubuh Rara tidak mengakibatkan apa apa, mungkin saat Rara terbangun akan terasa pusing."
Abi Bagas menghela nafas, ia sedikit tenang dengan penjelasan yang di berikan adiknya.

"Rara butuh donor darah mas, secepatnya jika tidak Rara tidak bisa tertolong karena kekurangan darah," lanjut dr. Andri

"Baik, aku akan keruangan mu untuk mendonorkan darahku pada anaku." memang darah yang di miliki Rara sama dengan abinya.

"Aku tunggu di ruangan mas, tapi mas harus menjalankan tes darah dulu, apakah darah mas baik untuk Rara atau malah tidak cocok, kalau gitu aku permisi dulu, Assalamualaikum" pamit dr. Andri, abi Bagas mengangguk dan menjawab salam dr. Andri.

"Waalaikumsallam" jawab mereka semua.

"Abi mau ke ruangan Andri dulu kalian tunggu sini." Bagas hendak melangkah menuju ruangan dr. Andri tapi tangannya di cekal oleh seseorang, ia melihat anak sulungnya yang memegang tangan nya.

Abi Bagas berbalik dan menatap anaknya,
"Abi ijinkan Fahmi yang mendonorkan darah Fahmi, ini semua salah Fahmi," lirih Fahmi dan menatap sendu abinya.

Amir yang mendengar itu langsung membantah perkataan abangnya.

"Jangan, bi! Biar Amir saja yang mendonorkannya, aku tidak sudi darahnya mengalir di darah adik ku." Amir menatap tajam ke arah Fahmi yang memegang lengan abinya, sedangkan tangan satunya ia gunakan untuk memegang luka yang di berikan Amir beberapa saat lalu.

"Biar abi saja kalian di sini." perintah Bagas tegas dan tak terbantahkan.

"Fahmi mohon bi, biar Fahmi yang mendonorkan darah Fahmi untuk Rara, sebagai ganti permintaan maaf Fahmi terhadap Rara." kali ini Fahmi memohon kepada abinya, Fahmi jarang sekali memohon kepada siapapun kecuali pada umi dan adik perempuannya.

Amir berdiri dari duduknya dan menghampiri Fahmi dan Bagas, setelah itu ia menghempaskan tangan abangnya dari lengan abinya.
"Nggakak usah! Lo nggak berhak buat bantu adik gue, mulai sekarang lo bukan abang gue, dan gue peringatkan sama lo jangan pernah ganggu adik gue lagi, udah cukup adik gue lo bikin kayak gini! Sekalipun lo abang gue, gue nggak akan pernah ijinin lo ketemu adik gue!" Fahmi diam membeku mendengar perkataan Amir yang begitu menohok di hatinya, bagaimana bisa ia tidak di anggap abangnya oleh adiknya sendiri? Dan apakah kesalahan Fahmi begitu fatal hingga ia tidak di anggap saudara lagi oleh adiknya sendiri?

Nikah Dadakan [Mager Ngelanjutin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang