"Hidup ini cair, semesta ini bergerak
Realistis berubah."-old promise-
Hari ini adalah hari Senin dimana semua pelajar, mahasiswa, pekerja kantoran kembali ke aktivitas nya masing masing.
Seperti sekarang keluarga Haya yang tengah sarapan pagi bersama seperti pagi pagi sebelum nya.
"Abi, bunda! Adit nanti izin pulang telat ya, karena entar Adit mau latihan basket dulu." Adit membuka suara di tengah keheningan di meja makan Keluarganya.
"Iya udah tapi kalau udah selesai cepet pulang ya, jangan main main!" Haya mengingat kan putra nya, ia takut putranya nyeleneh kemana mana karena mereka juga baru pindah dari Jakarta.
"Iya abi, Adit berangkat dulu ya udah setengah tujuh nih. Assalamualaikumualikum." Adit mencium punggung tangan kedua orangtuanya dan kakaknya, setelah itu ia melenggang pergi menuju sekolahnya.
Adit POV
Aduh ya Allah, kenapa macet sih, padahal masih jam setengah tujuh, ya Allah dit! Yaiyalah macet ini Jakarta dit, bukan Kudus kota tua ataupun Demak kota wali, ya Allah kenapa gue juga lupa kalau hari ini hari Senin, otomatis nanti ada upacara dong.
Mampus gue!
Ayo dong cepetan hijau nya kalau kayak gini gue bakal telat nih!
Mampus dua puluh lima menit lagi upacara bakal di mulai, ini nih gara gara kak Shinta yang ngajak gue begadang nonton bola.Aish! Kenapa pula punya kakak tomboy, untung kakak gue kalau nggak udah gue tendang ke Amerika.
Alhamdulillah ya Allah akhirnya hijau juga, sekian lama menunggu akhirnya hijau juga.
Gue menjalankan motor gue dengan pelan karena padatnya kendaraan yang mondar mandir di tambah lagi ini hari Senin.
Saat gue melewati zebra cross atau lebih tepatnya pas di lampu merahnya, gue melihat nenek nenek sedang berjualan seperti keripik, gue pastikan itu nenek nenek umurnya udah enam puluh tahun ke atas, kok jiwa kemanusiaan gue terbangkit ya, rasanya gue mau nolong itu nenek nenek, tapi gimana entar sekolah gue kalau telat? Ah, Sabodo lah, telat nggak papa yang penting nenek itu dulu, kan membantu membeli jualannya dapat pahala kan?
Bukan gue mengharap imbalan atau apa tapi rasanya gue kasihan aja sama nenek nya. Bayangin kalau semisalnya gue berada di posisi nenek itu.
Akhirnya gue memutuskan membeli jualan sang nenek, memutar balik kemudi motor menuju lampu merah tadi.
Gue menghentikan motor gue agak jauh dari lampu hijau lebih tepatnya di dekat warkop yang ada di pinggir jalan, gue sedikit berlari untuk menghampiri sang nenek.
"Assalamualaikum permisi nek, jualan apa ini?" Tanya gue begitu sampai di tempat sang nenek.
Nenek tadi mendongak mencari sumber suara gue, begitu pandangan nya ke arah gue, betapa terkejutnya gue ketika melihat sang nenek tidak bisa melihat.
"Nenek jualan keripik singkong nak," kata sang nenek dengan senyum yang terpatri di wajah keriputnya.
"Boleh saya tanya nek satunya berapa?" Tanya gue sambil berjongkok melihat lihat keripik singkong nya yang berada di tempat kotak sedang yang berada di setiap kanan dan kiri sang nenek.
"Satunya cuman delapan ribu aja nak, mau beli berapa?" gue menghitung semua dagangan sang nenek, kira kira ada tiga puluh lima keripik singkong yang sudah terbungkus rapi di plastik.
"Boleh saya beli semuanya nek?" Nenek tadi tampak terkejut dan akhirnya mengangguk dengan wajah berseri serinya.
"Alhamdulillah ya Allah, makasih ya nak, dari kemarin jualan nenek nggak laku laku, akhirnya ada yang beli." ya Allah pingen banget gue nangis meronta ronta di sini sekarang tapi gue tahan entar malu dong gue di pikir gue gila apa yak?
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Dadakan [Mager Ngelanjutin]
Любовные романы[•••] Judul cerita sebelumnya: Old promise Ini kisah tentang Humaira gadis yang senantiasa sabar menunggu sahabat karib nya untuk menepati janji lama mereka untuk hidup bersama. Kisah tentang kehidupan keluarga yang sangat over posesif terhadap diri...