02:00

2K 213 41
                                    

Minghao menatap ke arah luar jendela bagian taman belakang rumahnya dan Mingyu, di sana ada sebuah petak yang khusus Mingyu buat untuk menanam bunga hortensia liar yang dibawa dari Jepang beberapa tahun lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Minghao menatap ke arah luar jendela bagian taman belakang rumahnya dan Mingyu, di sana ada sebuah petak yang khusus Mingyu buat untuk menanam bunga hortensia liar yang dibawa dari Jepang beberapa tahun lalu. Saat itu Minghao begitu terpesona dengan jalanan yang dipagari oleh bunga ini yang mekar dengan warna cantik layaknya langit senja yang perlahan ditelan oleh kegelapan.

Sejujurnya Minghao hanya mengagumi tetapi Mingyu berusaha keras untuk memberikan segalanya untuk Minghao. Bahkan sesuatu yang hampir mustahil hadir di antara mereka. Mengingat hal itu Minghao menarik syal yang digunakannya dan berbalik, terdengar suara pintu rumah yang dibuka dan sosok Mingyu muncul dengan penampilan yang sedikit kacau.

"Gyu, kamu kenapa?" Langkah kaki Minghao membawanya semakin dekat ke arah Mingyu yang sedang berada di dekat meja pantry.

"Hao, kamu ... kamu...."

Mingyu tergagap dengan ucapannya namun ia menggelengkan kepalanya pelan. Mungkin bukan Minghao, mungkin hal itu adalah kesalahannya sendiri.  Tetapi, sosok Wonwoo yang terbaring di atas ranjang rumah sakit dengan keadaan kacau juga bagaimana kata-kata terakhir Wonwoo sebelum Mingyu meninggalkan ruang ICU terus menggema di kepalanya. 

"Gyu, kamu ngomong apa si?"

Kali ini Mingyu menatap Minghao tepat di kedua manik mata hitamya, "Hao, kamu tau kalau Wonwoo bakalan heat beberapa hari yang lalu?"

Minghao tidak mau menjawab, ia hanya diam sambil menarik syal yang membungkus tubuhnya semakin rapat. Namun keheningan itu tidak kunjung selesai, membuat udara semakin dingin di sekitar Mingyu dan Minghao. 

"Iya, semua yang lagi kamu pikirin itu bener."

Mingyu menahan napasnya saat mendengar hal itu, bibirnya kelu. Dadanya seperti dihantam palu besar dengan tenaga yang tidak main-main. 

"Kenapa Hao?"

"Aku yang tanya ke kamu Gyu, kenapa? Kenapa kamu gak ngasih tau kalau Omega itu tinggal di apartemen kita dulu? Kenapa kamu gak pernah cerita apapun tentang pertemuan kalian di aku? Gyu ... apa aku gak perlu tau semua itu?"

"Aku bukan gak mau kasih tau kamu, tapi aku gak bisa nemu waktu yang tepat buat ngasih tau."

"Terserah kamu."

"Hao!" Mingyu memanggil Minghao yang berjalan meninggalkannya di ruang tengah.

Namun sebelum Minghao melangkah lebih jauh, Mingyu sudah berlari menangkap tangan suaminya itu dan sekarang ia sadar kalau airmata yang paling tidak ingin Mingyu lihat kini mengalir di kedua pipi Minghao yang tirus. Wajahnya terlihat pucat dan lelah, Mingyu tahu Minghao tidak akan bertindak demikian jika ia memberitahunya dari awal.

"Maaf...," gumam Mingyu kala ia membawa Minghao ke dalam pelukannya. 

Kehadiran Wonwoo beberapa saat yang lalu membuat Mingyu lupa sejenak kalau semua hal yang berhubungan dengan Wonwoo adalah sesuatu yang dimulai dari dirinya dan Minghao. Mungkin jika sejak awal bukan dirinya dan Minghao lah yang terhubung, tidak akan pernah ada Wonwoo di dalam hidup Mingyu. Pesona Wonwoo yang lembut, sosoknya yang dapat mengerti Mingyu beberapa saat lalu juga bagaimana ia dengan mudahnya memaafkan Mingyu membuat dirinya salah paham untuk beberapa saat yang lalu. 

Ia lupa kalau Minghao berhak atas sebuah penjelasan, namun menyakiti orang lain akibat kesalahan Mingyu adalah sesuatu yang salah.

"Aku minta maaf, aku salah."

"Mingyu," Minghao mendorong Mingyu pelan dan ia menatap suaminya itu dengan pandangan yang membuat Mingyu ketakutan. 

"Gyu, aku selalu nanya ke diri aku sendiri ... apa aku pantas untuk kamu? Apa semua yang sudah kita lalui ini bisa nahan kamu dari situasi di mana akhirnya seseorang yang berbagi takdir hidupnya ama kamu bakalan muncul dan kamu akhirnya goyah dengan tahun-tahun yang sudah kita lalui ... aku selalu takut Gyu, aku gak punya kepercayaan diri sebesar itu. Gak kayak dulu. Wonwoo ini, aku ragu aku bisa menang dari dia."

Isakan terdengar kala itu, suara hati dan kepala Minghao kini menggema di seluruh ruangan. Bahkan badai di luar tidak punya suara sebesar gemuruh dalam diri Mingyu dan Minghao. Karena apa yang dikatakan oleh Minghao benar adanya, tidak peduli sebesar apa Mingyu mencoba menapiknya, sosok Wonwoo punya eksistensi sebesar itu untuk membuat Mingyu goyah dan ketakutan Minghao beralasan. 

"Janji sama aku, janji sama diri kamu sendiri ... kamu gak akan ninggalin aku, gak peduli apapun yang terjadi. Kamu bakalan tetep milih aku."

"Hao kenapa kamu...."

"Gyu! Janji ke aku." 

Mingyu menangguk pelan, "aku janji."

"Jangan buat aku kayak gini Gyu, aku takut. Aku gak bisa. Rasanya aku gak bisa mengenali diri aku sendiri."

Meskipun begitu, seseorang yang di dekap Mingyu itu tetap tidak lagi menciptakan gejolak baru dari detak jantung Mingyu. Minghao adalah sebuah gelas kaca yang harus ia jaga agar retakan yang ada tidak menyebar dan membuatnya hancur berkeping-keping. Namun menjaga dua hati itu sulit. Wonwoo dan Minghao, apa Mingyu bisa tetap tabah pada pilihannya tanpa mengkhianati dan membuat hati mereka terluka?

Sejujurnya yang paling Mingyu takutkan saat ini adalah dirinya sendiri. Mungkin tidak hanya Minghao yang ketakutan dengan perubahan yang ada, namun dirinya juga. Sebab ia tahu perlahan Wonwoo menjadi seseorang yang dipikirkannya di waktu luang. Jatuh cinta? Apa Mingyu akhirnya jatuh pada perasaan dan instingnya? Lalu bagaimana dengan Minghao? Mingyu juga mencintainya. Tetapi apa yang bisa ia lakukan sekarang dengan semua ini?

Apa mungkin Mingyu tidak akan pernah bisa menang dengan sesuatu yang bernama takdir? Apa Wonwoo adalah jawaban yang tepat yang selama ini ia cari?

Mingyu juga tidak yakin.

Tidak juga percaya diri.

Karena Mingyu tahu sejak dulu Wonwoo sudah menutup pintu hatinya untuk siapapun, tidak akan ada yang bisa memasukinya. Tidak dirinya, tidak juga Seungcheol yang sudah pergi dari dunia ini untuk selamanya. 

Tetapi apa alasannya?

Apa yang membuat Wonwoo mengunci diri, membangun tembok tinggi untuk siapapun yang hendak mendekat. Mendorong siapapun yang mendekat. 

Tidak sekali dua kali Wonwoo memperjelas jarak itu, Mingyu pernah mencoba. Ia pernah mencoba mengukur seberapa jauh ia bisa melangkah ke dalam hidup Wonwoo tapi rupanya, tembok besar yang ada di sekeliling Wonwoo sangatlah kokoh. Hampir mustahil untuk memasukinya. Kala itu Mingyu pernah bertanya sekali pada Wonwoo, kala ia dan Wonwoo sedang berbaring setelah pergumulan panas mereka.

"Won ... lu gak pengen nyari pendamping? Mate misalnya."

"Gak."

"Kenapa? Bukannya lebih baik omega punya pasangannya sekarang?"

"Gue gak mau diperbudak sama sesuatu."

"Maksud lu mate itu bikin lu merasa diperbudak?"

"Ya. Gue pengen mencintai tanpa harus orang itu adalah Alfa, gue pengen ngabisin waktu gue dengan orang yang mau nerima gue apa adanya, bukan hanya semata karena gue Omega. Gak peduli berapa kalipun gue tidur ama Alfa, berapa kalipun gue mencapai titik klimaks gue ... itu bukan kepuasaan yang gue pengen, hati gue tetep kosong."

"Bahkan sama gue?"

"Bahkan kalau itu lu, gue tetep gak bisa."

Dan kisah percintaan yang Mingyu harapkan itu tidak akan terjadi. Ia tidak perlu berusaha untuk menggapainya karena Wonwoo tidak menginginkannya, namun mengapa Minghao masih tetap merasa kalau kemungkinan itu ada? Kisah Mingyu dan Wonwoo bahkan tidak pernah dimulai.

[meanie au on twitter] white lily on bed ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang