Mingyu dan Minghao segera berganti pakaian mereka lalu memutuskan untuk berendam di air panas sebelum mereka masuk angin. Liburan hari pertama mereka memang singkat, hanya berjalan di sekitar ryokan yang mereka sewa selama liburan seminggu ini. Mingyu sudah berganti pakaian dengan kimono dari ryokan yang disiapkan apabila para tamunya sudah tidak memiliki kegiatan di luar penginapan dan ingin berpenampilan santai.
Minghao-pun menggunakan kimono yang sama dan sedang mengeringkan rambutnya, mereka duduk di bagian lesehan dan menikmati teh hijau hangat juga beberapa kue tradisional Jepang yang sangat disukai oleh Mingyu dan Minghao.
"Besok kita jalan ke mana? Mau ke Hozenji Yokocho atau mau ke Dotonbori?"
"Kayaknya kita ke Hozenji aja gimana? Kalau Dotonbori kan kita udah sering ke area sana. Tapi nanti kita makan yuk di Kuromon, udah lama gak makan takoyaki yang enak waktu itu."
Mingyu tertawa mengiyakan keinginan Minghao. Mereka sudah mengisi kartu kereta mereka dan membawa beberapa kartu penting selama berjelajah. Minghao bahkan dengan semangat mengeluarkan kamera kesayangannya yang menjadi kado dari Mingyu di usia hubungan mereka waktu itu menginjak lima tahun masa pacaran.
Memikirkan liburan menyenangkan itu membuat Minghao dan Mingyu seolah melupakan ketegangan dan masalah yang ada saat mereka masih berada di Indonesia. Mingyu memang sudah bertekad untuk tidak merusak mood mereka saat hari-hari awal di Jepang dan fokus untuk melepas penat. Pekerjaan di butik dan perusahaan Mingyu juga sudah siap dihandle oleh sekretaris mereka dan beberapa staff terpercaya yang sudah betahun-tahun bekerja di bawah mereka.
"Gyu, kita di Osaka tuh hari ini ama besok aja kan ya?"
"Iya, kan rencananya mau ke Tokyo ama Kyoto sebelum balik? Mau ke kuil gak?"
"Mau, aku pengen ke kuil yang waktu itu loh yang ada foto kita berdua di bawah pohon maplenya."
"Tapi kan sekarang lagi musim semi, mana ada pohon maple yang warnanya orange gitu."
"Gak papa, yang penting harus ke sana. Kita pernah janji bakalan ke sana sekali lagi kalau udah nikah kan?"
"Iya iya."
Minghao tersenyum dan menghampiri Mingyu yang sedang menatap ke luar jendela. Saat tubuh Minghao mendarat dengan di pangkuan Mingyu, suasana di sekitar mereka mulai berubah, sudah lama sejak Mingyu mendapati Minghao menghampirinya terlebih dahulu seperti ini. Aroma sabun mawar yang digunakan Minghao membuat Mingyu tersenyum kala ia mendekatkan wajahnya ke lekuk leher Minghao yang jenjang.
Ciuman-ciuman kecil yang Mingyu berikan pada Minghao membuat Minghao terkikik geli, ia tahu kalau sentuhan-sentuhan sensual itu menggelitik namun meskipun tertawa pelan Minghao tahu kalau Mingyu bahkan akan mencium dan menjilat setiap senti tubuhnya jika ia mengizinkan.
Bisikan vulgar dikeluarkan oleh Mingyu, membuat Minghao tersipu malu kala mendengarnya. Ia tahu Mingyu memiliki kebiasaan itu sejak mereka masih berkencan, tentu saja mereka memulai semua ini bahkan di saat mereka masih berada di bangku kuliah. Sebuah awal dari gerbang hidup yang sebenarnya, sentuhan Mingyu yang tergesa-gesa dan sering kali membuat Minghao kesulitan dan menahan jerit kesakitan tentunya adalah satu dari sekian kisah tentang agenda bercinta mereka.
Alfa seperti Mingyu tentu tidak akan puas bercinta dengan Beta sepertinya, tetapi ia tidak keberatan menghabiskan harinya terkurung di dalam kamar dengan beberapa memar akibat ciuman yang memburu atau bagaimana ia hanya bisa terbaring di atas ranjang dalam keadaan bugil. Tetapi apa yang harus dipermasalahkan? Mereka adalah sepasang kekasih yang akhirnya menikah dan berumah tangga selama hampir lima tahun lamanya.
"Hao, don't tease me...."
Mingyu merasa frustasi saat ini, Minghao sejak tadi menolak untuk membuka kimononya semantara Mingyu terus-menerus mengecup dan menjilat bagian dadanya dari balik kimono itu. Melihat sikap Mingyu yang seperti anjing besar menggemaskan itu, akhirnya Minghao membiarkan bagian pundaknya terlihat. Mingyu meraupnya seperti sepotong kue dengan cream yang menumpuk.
"Cantik, kamu cantik."
Minghao senang dengan pujian. Ia menyukai bisikan nakal itu sejalan dengan jamah-jamahan Mingyu yang meloloskan desahan nakalnya. Setiap kali Mingyu akan bergerak untuk menurunkan lagi dan lagi kimono yang digunakan oleh Minghao, jemari Minghao-pun tidak berhenti untuk melucuti pakaian suaminya yang gagah menghalangi sinar lampu temaram kamar malam ini.
"Kita pindah ke ranjang," bisikan Mingyu yang pelan dan berat itu membuat bulu roma Minghao terbangun.
Kala punggungnya menyentuh permukaan seprai dengan bahan katun Korea yang terasa halus membuah Minghao memikirkan adegan panasnya dan Mingyu setelah ini, pastinya struktur kain yang halus ini akan diabaikannya dan dicengkram atau bahkan dirobeknya jika Mingyu melakukan gerakan yang akan menghilangkan akal sehatnya.
Mingyu tersenyum puas melihat wajah Minghao yang merona dan tatapan mata sayu itu, jemari-jemari sang kekasih hati itu terulur untuk di sentuh dan Mingyu membawanya mendekat pada mulutnya, mengeluarkan lidahnya dan membiarkan jemari itu mengobrak-abrik isi mulut Mingyu. Kala akhirnya permainan itu selesai, Mingyu membiarkan jaring salivanya tercipta lalu jatuh ke tubuh Minghao yang terlihat sudah tidak sabar menerima Mingyu.
Wajah Mingyu berseri-seri, tungkai kaki Minghao terbuka dan mempersilahkan Mingyu untuk mendekat dan masuk ke sana. Minghao tidak mengatakan apapun tapi kala tangannya menjadi pembantu dalam pembukaan abaimana-nya, Mingyu sudah berkeringat dengan napsu yang mencapai ubun-ubun.
Bahkan mereka tidak menyadari kalau hujan kembali datang dengan intensitas yang lebih kuat dari sebelumnya, namun dibandingkan memusingkan tentang bagaimana keadaan bunga-bunga sakura yang baru saja bermekaran, Mingyu lebih memikirkan bagaimana menghabiskan malam ini dengan Minghao yang sudah bergumam tidak jelas setiap kali ia bergerak.
Hanya bara gairah dan napsu yang terbakar malam ini, namun tanpa sadar hal itu meluluhkan dinginnya ranjang beberapa minggu terakhir, sepinya meja makan akibat alasan-alasan dari sebuah rasa sakit hati yang disembunyikan rapat-rapat juga kekhawatiran tentang buah dari cinta dan persanggamaan mereka malam ini. Juga tidak perlu memikirkan hati seseorang yang sedang larut dalam tumpukan kertas dan teh dengan aroma madu yang manis itu.
Sosok itu tersenyum dalam diam. Ia tahu, seseorang yang sedang dipeluk oleh sang kekasih hati itu akan mengingatnya juga mengingat tentang bagaimana kala itu ia memulai semuanya terlebih dahulu, membisikkan luka yang terlampau parah untuk disentuh juga terlalu sulit untuk dipahami. Namun rupanya dibanding menyembuhkan, ia ingin agar luka itu semakin membesar, bernanah hingga pada saat orang yang sedang memeluknya itu sadar kalau tidak peduli apa yang dilakukannya, pada akhirnya duri yang berada di bawah permukaan kulitnya itu tidak pernah dicabut dan malah dibiarkan, hingga akhirnya rasa sakit itu sudah tidak dapat disentuh lagi oleh tangan yang menancapkannya.
Minghao tahu, sejak awal ia menggoda Mingyu.
Bukan dia.
Bukan dia lagi yang ada di sana sebagai pemilik takhta tertinggi dari hati suaminya, hati dari kekasih dan kawan baiknya.
Semuanya sudah berubah dan berganti menjadi sosok yang berdiri di kejauhan sambil melihat bagaimana takhta itu ada bukan untuk ia tempati, tapi dihancurkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[meanie au on twitter] white lily on bed ✔
Fanfiction[khusus untuk bagian narasi dari AU sosmed by arskwatty] Mingyu telah menikah dengan Minghao, ikatan janji itu dibuat karena mereka saling mencintai. Namun kala Wonwoo datang untuk menyelesaikan masalah, konflik tidak dapat dihindari. Takdir yang te...