Mungkin waktu berjalan secepat kereta roller coaster yang mengikuti rel nya berjalan. Tidak ada yang peduli mau susah ataupun senang, waktu juga tidak akan berhenti. Mau mengeluh sampai menangis tersedu-sedu pun tidak akan mendapat simpati dari sang waktu untuk menjeda sebentar agar dapat beristirahat.Hari-hari telah berlalu dan Suga telah selesai menjalankan pekerjaannya di pulau seberang. Susah, senang, semua Ia lewati. Sampai hari ini, di dalam pesawat, Bolpoin hitam yang selalu dibawa kemana-mana oleh Suga tengah menari-nari lembut diatas secarik kertas yang tertempel dalam tebalnya buku. Percayalah, saking banyaknya lagu yang Suga tulis didalam buku tersebut, perusahaan yang tengah Ia tempati sekarang sampai bingung ingin merilis yang mana.
Mungkin karena Ia sudah lama tidak bertemu Yuri, entah mengapa tangannya seolah merasakan apa yang dirinya rasakan. Menulis sepucuk kata-kata rindu diatas sebuah kertas, yang bahkan dirinya saja tidak menyadarinya. Memang ya, terkadang hati dan pikiran selalu bertolak belakang.
Pikiran Suga memang selalu gengsi mengatakan rindu, sayang, atau bahkan cinta. Berbanding terbalik dengan hatinya yang bahkan kapas saja kalah lembut.
Dengan secuil harapan untuk bermanja ria bersama Yuri setelah pulang dari sana.
-
-
-
"Jae serius deh. Aku harus menjemput Suga di bandara," Ujar Yuri ketika Jaeyoung memaksanya untuk menemani makan malam disana.
Jaeyoung mengerucutkan bibirnya, memandang kesal Yuri yang tidak kunjung menuruti keinginannya.
"Please deh. Kelakuanmu sebelas dua belas dengan anak kecil yang sedang memohon padaku."
Perkataan Yuri barusan sukses menusuk dan melempar Jaeyoung dengan fakta yang ada. Merengek-rengek kesal lantaran kemauan yang diinginkan tidak dituruti. Wah memang benar adanya.
"Iya juga ya, Tapi—"
"Tapi apa? Sudahlah Aku bisa telat menjemput Suga kalau begini adanya" kesal Yuri seraya sebelah tangan mengambil tas selempangnya yang Ia taruh didalam loker ruang ganti pegawai kerja paruh sana.
"Kalau Kau menolak, maka mulai besok Kau harus menjadi pacarku" Ancam Jaeyoung berharap Yuri mengubah pikirannya.
"Hm. Bermimpilah terus" Ketus Yuri membuat Jaeyoung diam sejenak merenungkan apa yang baru saja Ia katakan.
"Kau bisa bertemu Suga kapan saja. Tetapi ulang tahunku hanya setahun sekali." Ujar Jaeyoung menghentikan tangan Yuri yang tengah menutup lokernya itu.
Sekilas menoleh kearah Jaeyoung yang masih bertatap harap pada Yuri untuk menemaninya makan malam.
"Akan kutraktir sebanyak apapun yang Kau mau." Jawab Jaeyoung lagi kelewat antusias merasa bahagia ketika berhasil membuat Yuri terdiam.
Yuri menarik nafas dalam-dalam, lalu menghelanya kasar. Mungkin memang benar kata Jaeyoung. Ia bisa bertemu Suga kapan saja setelah Suga kembali, tetapi menemani seorang di hari spesialnya hanya dapat dilakukan satu kali dalam setahun. Mungkin saja semua keluarga Jaeyoung sibuk, dan tidak bisa menemani Jaeyoung dihari pentingnya.
"Baiklah. Akan kutemani." Ujar Yuri sedikit lesu, lantas mengambil ponselnya untuk mengabari Sug bahwa dirinya memiliki urusan mendadak dan tidak bisa menemui Suga.
-
-
-
Suga menghela nafas panjang ketika sampai di kota tempat kelahiran kekasihnya itu. Bersamaan membuka resleting tasnya, pun memasukan buku juga pulpen yang tadi Ia gunakan untuk menulis lagu yang hinggap di benaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dependency
RomanceKetika berawal dari persahabatan karena sebuah pertolongan. Hingga membuat gadis itu lama-kelamaan menyadari perasaannya. Selalu mengaggumi sosok yang dingin seperti es, tajam seperti silet, dan pedas seperti cabai. Siapa lagi kalau bukan Min Suga? ...