0:7

33 4 1
                                    


"Em.. Suga, Tadi Kau tidak menontonku?" Tanya Yuri memecah keheningan didalam roda empat hitam milik Suga itu.

Ia tidak pernah merasa secanggung ini sebelumnya. Padahal mengingat kemarin mereka berpelukan dan saling menghibur. Namun kenapa mereka jadi sangat canggung hari ini.

Suga tidak menjawab, hanya fokus menyetir kemudi membawanya ke tempat yang bahkan Yuri tidak tau akan pergi kemana.

Entahlah, tetapi Yuri merasa hari ini sedikit aneh. Karena Suga mendadak menawarinya tumpangan untuk mengantarnya pulang. Padahal biasanya selalu Yuri yang menawarkan diri untuk duduk diroda empat milik Suga itu.

"Suga berhenti di apotek sana sebentar.." Lanjut Yuri ketika sepasang netra menangkap sebuah apotek dipinggir jalan sana.

Alih-alih mendapat jawaban, Suga hanya diam dan memberhentikan mobilnya tepat didepan pintu masuk apotek tersebut. Yaa.. Itulah Suga. Irit bicara, dan banyak bertindak. Tetapi sekalinya bicara panjang kesan bijaknya menyentuh sekali.

"Kau mau ngapain?" Baru sekarang Suga angkat bicara usai diam seribu bahasa beberapa saat lalu.

"Mau beli obat." Polos Yuri memandang Suga seperti tidak ada dosa.

Suga menghela nafas kasar mendengar jawaban gadis itu. Bahkan anak kecil saja tau kalau apotek itu tempat untuk membeli obat-obatan. Tetapi ya, Yuri memang tidak salah juga sih. Mungkin memang karma Suga karena terlalu sering mengabaikan orang.

Bersamaan Yuri turun dari mobilnya meninggalkan Suga yang masih kesal dengan jawaban Yuri tadi. Hingga saat dimana keduanya sudah didalam apotek, memilah-milah obat yang akan dibayar dikasir nantinya.

"Suga, bisa tolong carikan obat yang seperti ini?" Tanya Yuri seraya menyodorkan foto obat yang biasa Ia gunakan untuk mengobati adiknya.

saking terlalu seringnya sang adik dipukul oleh kedua orangtua, Yuri jadi rutin membeli obat tersebut setiap bulan.

Lantas Suga mengangguk lirih, dan berjalan kearah lorong rak yang satunya lagi. Tepat disaat kedua mata menangkap obat yang persis seperti digambar, Jemari kekar itu sigap mengambilnya dari sana.

Sempat berpikir beberapa saat, sebelum pada akhirnya Suga mengambil dua obat tersebut, dan berjalan kekasir untuk membayar semuanya.

"Nih," Imbuh Suga diiringi sebelah tangan memberikan kantong belanja yang berisi obat-obatan tadi.

Yuri menaikan sebelah alis bingung. Bagaimana tidak bingung, ketika pria itu diminta untuk mencari obat, balik-balik malah membawa kantong belanja.

"Lah? Kok jadi Kau yang bayar? Haru-"

"Anggap saja hadiah karena Kau tampil sesuai ekspetasiku tadi." Sarkas Suga sebelum Yuri menyelesaikan seluruh kalimatnya.

Lantas usai Yuri mengambil kantong tersebut, Kaki panjang itu seolah otomatis membawa diri untuk masuk kedalam mobil meninggalkan Yuri yang masih mencoba mencerna segala sesuatu.

"Benar-benar jelmaan gunung es.." Lirih Yuri menahan senyuman dari kedua sudut bibirnya.

Entahlah. Tetapi bukankah hal ini terlalu disayangkan untuk dilewatkan begitu saja? Melihat tadi Suga mengabaikannya dan memberikan jawaban abu-abu tentang Ia menonton Yuri tampil atau tidak. Namun lihatlah, bahkan caranya menyampaikan rasa kagumnya sangat berbeda dari kebanyakan.

Mungkin memang Suga tidak sepandai bicara orang-orang diluar sana. Tetapi percayalah, Suga juga pria normal yang memiliki emosi didalam dirinya.

"Terimakasih" Ujar Yuri ketika sampai didalam mobil Suga, dengan pria itu yang sudah bersiap menarik tuas mobil.

DependencyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang