Sore hari mungkin menjadi waktu yang paling ditunggu-tunggu oleh kebanyakan mahasiswa yang baru saja bubar dari kampusnya. Dengan semilir angin sore yang menyibak surai para gadis. Daun-daun yang mulai berguguran kesana dan kemari, menambah beban para petugas pembersih jalan raya. Juga matahari yang mulai menenggelamkan diri dibagian barat bumi.Apakah memang dunia sesempurna itu?
Bahkan sekarang semua gadis-gadis dikampus itu tengah berkumpul dengan kelompoknya masing-masing. Kelompok populer, kelompok kaya raya, atau mungkin para kutu buku yang berkumpul didalam perpustakaan untuk menyiapkan ujian tengah semester.
Belum lagi bising-bising murid membicarakan ujian praktek jurusan mereka masing-masing. Atau mungkin janjian untuk mencuci mata di mall?
Semua siswa-siswi disana melakukan semua hal itu. Namun lain halnya dengan satu gadis, dan satu pria muda disana. Mungkin dapat disebut dengan, perkumpulan tidak punya teman?
"Suga!"
Tidak ada jawaban atau sekedar berdeham sedikitpun. Hanya diam sambil lanjut berjalan. Siapa lagi kalau bukan seorang Min Suga?
Dengan kedua tangan tersarang tampan didalam saku celana, juga kaos hitam lengan pendek dengan celana denim robek-robek dibawahnya.
"Ya! Batu! Setidaknya jawab dengan berdeham Aku akan sangat menghargainya!" Titah Yuri berusaha menyamakan langkah kaki seorang Suga.
"Hm." Jawab Suga seraya sebelah tangan berpindah membenarkan tas ransel hitamnya itu.
Yuri menghela nafas kasar terdengar berat dibelakang. Memang ya, mempunyai satu-satunya teman yang sangat dingin itu sulit.
Perkenalkan, Song Yuri. Salah satu gadis tercantik dan mungkin dapat dikatakan the most wanted disekolah yang membuat para kaum hawa iri dengannya. Mungkin bisa saja Yuri memiliki teman, hanya saja kebanyakan dari teman-teman perempuannya itu hanya bertahan paling lama satu bulan.
Bagaimana tidak? Sekalinya Yuri memiliki teman perempuan, kekasih dari temannya itu bisa tiba-tiba saja berpaling pada Yuri. Maka dari itu Yuri memilih menjauhkan diri dari segala betina di kampus Hangguk agar sebisa mungkin tidak merusak hubungan orang terus-menerus. Walaupun Ia tidak pernah sekalipun menggoda laki-laki milik orang lain.
Dengan kedua mata yang mungkin bisa terbilang sangat pas ukurannya. Tidak kecil dan juga tidak besar. Hidung Yuri itu kecil, namun sedikit pesek. Tidak heran terkadang para kaum adam gemas sendiri melihat Yuri. Walaupun hanya sekedar berjalan menuju ke kelasnya.
Bibir Yuri? Percayalah bibir gadis itu sebelas dua belas dengan Suga. Kecil dan imut. Jadi kalau Yuri sedang tersenyum, wah. Sangat manis. Bahkan gula tidak dapat menandinginya.
"Ya!" Tubuh mungil Yuri akhirnya berhenti tepat didepan Suga, dengan kedua tangan terlentang terdengar seperti tengah memberhentikan langkah Suga.
"Kenapa?" Suga sedikit menunduk, melihat Yuri yang tingginya jauh lebih rendah dari tinggi badannya.
Mungkin tidak terlalu rendah, karena Yuri termasuk perempuan yang 'sedikit' tinggi dikampus mereka. Namun seorang Min Suga jauh lebih tinggi darinya, jadi Ia mungkin harus sedikit menunduk ketika sedang berbicara dengan Yuri.
Yuri mengusap belakang lehernya, tersenyum kikuk lalu menatap Suga penuh mohon. "Emm.. Sebenarnya ini terdengar memalukan.. " Jeda Yuri menarik nafas panjang sebelum kembali melanjutkan "tapi, boleh tolong belikan Aku pembalut di minimarket?"
Entah apa arti dari tatapan Suga, tapi Yuri tidak dapat mengartikan jelas dengan kata-kata. Dia tidak terkejut, hanya saja pria itu malah ikut mengusap belakang lehernya. Dengan tatapan dingin dari kedua mata kecilnya itu, astaga Yuri bahkan tidak pernah paham apa yang berada dibelakang seorang Min Suga.
Yuri masih setia menatap Suga penuh harap, dengan kedua jemari yang Ia mainkan untuk menyalurkan rasa gugup karena meminta tolong hal yang sedikit memalukan untuk seorang pria. Jujur, mungkin ini terdengar tiba-tiba, tetapi entah perawatan apa yang digunakan Suga sampai-sampai kulit pria itu bisa sama putihnya dengan kulit Yuri.
"H-Hah? Pembalut?"
Yuri mengangguk mantap dengan kedua mata berharap Suga segera menuruti permintaannya.
"Kenapa Kau tidak beli sendiri saja sih?"
"Aku harus mengumpulkan not balok yang kemarin ditugaskan pak Kyung. Kemarin Pak Kyung mengancamku, akan mengurangi lima puluh poin jika telat satu detik saja.. Beneran, kali ini Aku butuh bantuanmu." Mohon Yuri lagi berharap hati gunung es dihadapannya ini luluh seketika.
Suga mengangkat sebelah alisnya lantas kembali menaruh kedua tangan seputih susu itu kedalam saku celananya. Menatap Yuri dingin, dan kembali berucap santai.
"Kau bisa beli setelah kelasmu selesai." Imbuh Suga tanpa ada rasa belas kasihan sedikitpun.
Inilah satu hal yang membuat Yuri terkadang geram sendiri terhadap Suga. Meminta bantuannya sama saja seperti meminta bantuan untuk dapat menikah dengan Jin BTS.
"Emm.. Itu, merah-merahnya mengenai rok yang sedang Aku pakai. Aku takut semakin menyebar.. Ya, itu.. K-Kau mengerti?" Canggung Yuri menjelaskan sebisanya.
Mungkin kali ini Suga paham. Haid yang bocor itu memang merepotkan. Lihatlah sekarang, bahkan Yuri harus membalut pinggangnya dengan jaket yang Ia kenakan pagi ini guna menutupi noda merah di rok bagian belakangnya. Ia mengerti apa yang dikatakan Yuri karena Ibunya pernah berada diposisi Yuri sekarang. Dan juga memintanya untuk membeli pembalut. Tetapi bisa dibayangkan bukan, berapa kali pertimbangan yang harus Suga pikirkan.
"Hm. Aku mengerti."
"Tolong ya?" Yuri menunjukan senyum canggungnya terhadap Suga. "Yang bersayap ya,"
Yuri mungkin masih menyadari perasaanya itu hanya sekedar ingin berteman dekat dan tidak lebih. Namun siapa sangka seiring berjalannya waktu gadis itu seolah sadar dengan semuanya? Semu merah, juga jantung gila yang terkadang berdetak melebihi batas wajar. Mungkin sekarang belum, tapi tidak ada yang berkata bahwa itu tidak mungkin terjadi.
Suga diam sebentar sembari menggaruk tengkuknya mencoba berpikir sejemang, sebelum suara berat itu bertanya ragu.
"Merk apa?"
-
-
-
TBC
HEHE.. Selamat membaca <3
KAMU SEDANG MEMBACA
Dependency
RomanceKetika berawal dari persahabatan karena sebuah pertolongan. Hingga membuat gadis itu lama-kelamaan menyadari perasaannya. Selalu mengaggumi sosok yang dingin seperti es, tajam seperti silet, dan pedas seperti cabai. Siapa lagi kalau bukan Min Suga? ...