"Kau habis dari mana saja? Dari kemarin pulang diatas jam sepuluh malam terus. Kau sudah tidak punya keluarga?" Imbuh sang Ibu ketika Yuri baru saja memijakan kaki di ubin rumahnya.Yuri menarik nafas dalam-dalam, lalu menghela nya panjang. Dengan kedua tangan meremas ujung kaos putihnya guna menyalurkan seluruh rasa takut.
"H-habis belajar kelompok." Dusta Yuri berharap sang Ibu percaya dengan alasan yang baru saja Ia buat.
Lantas Yoonjae bangkit dari duduknya, berjalan mendekat kearah Yuri yang sejak tadi sudah menggigit bibirnya. Apalagi ketika sang Ibu sekarang sudah berada didepannya. Sungguh, jantung Yuri serasa ingin lepas dari tempatnya.
"Belajar kelompok?"
Nada bicara Yoonjae benar-benar memicu degup jantung Yuri. Ia benar-benar takut Ibunya tau bahwa selama ini Ia selalu berdua dengan Suga.
"I-iya.." Gugup Yuri lagi semakin berdegup melihat tatapan sang Ibu yang tajam nya setengah mati.
Memang Ibunya itu cantik. Sangat cantik. Bahkan Yuri akui sang Ibu terlihat jauh lebih muda dari umurnya. Tetapi mengingat perlakuan sang Ibu padanya seakan membuat semua anggapan itu runtuh seketika.
Tepat satu detik setelahnya Yuri membolakan mata sempurna lantaran jemari lentik Yoonjae menarik rambutnya kasar, seolah tak memberi pengampunan sama sekali.
"A-Ah Ibu, sakit.." Keluh Yuri ketika sang Ibu semakin menarik rambutnya membuat Yuri semakin meringis tidak karuan.
"Memangnya belajar harus sampai malam-malam begini? Kau tidak ingat disini masih ada orang?"
Kali ini Yuri diam tidak berani menjawab pertanyaan Ibunya. Ia hanya bisa diam menerima jambakan dari tangan Ibunya itu. Jujur, jika Yoonjae bukan Ibu kandung yang menbesarkannya, mungkin sekarang Yuri akan ikut menjambak sampai rambut lawannya itu rontok. Namun walaupun perlakuan Ibunya seperti itu, Yuri tetap menghargainya.
"Sudah dibesarkan tidak tau balas budi. Mau jadi apa saat besar nanti?" Titah sang Ibu bersamaan mendorong gadis itu hingga tersungkur ke lantai.
"M-Maaf.." Lagi-lagi hanya satu kata itu yang dapat keluar dari mulut Yuri.
Walaupun sebenarnya Yuri ingin sekali mengumpat, bahkan membentak Ibunya agar berhenti main tangan dengannya. Sekalipun Ia memang dibesarkan dan dididik oleh Yoonjae, Ia juga memiliki kesabaran yang akan hilang suatu saat nanti.
Jelas saja sang Ibu hanya dapat menghela nafas kasar usai mendengar permintaan maaf dari buah hatinya. Memilih meninggalkan Yuri sendirian diruang tamu, dan masuk kedalam kamar setelahnya.
Yuri benar bersyukur karena dirinya tidak lagi kena pukul. Namun tetap saja Ia kesal karena rambutnya ada beberapa yang rontok, juga lututnya terasa sangat nyeri perihal lebam kemarin belum sembuh, dan sudah terpentok lantai hari ini.
"Kenapa semua orang didunia ini tidak punya hati?" Lirih Yuri mencoba membenarkan posisinya itu.
Bodohnya, Ia masih tetap saja duduk dilantai, padahal tau sekarang Ia sudah bisa kembali ke kamar. Tapi Yuri memilih diam sebentar disana, memandangi setiap lebam juga memar yang diciptakan oleh kedua orangtuanya. Wah, benar-benar seperti tato.
"Aduh." Ringis Yuri ketika tidak sengaja menekan salah satu lebamnya.
Bodoh ya memang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dependency
Roman d'amourKetika berawal dari persahabatan karena sebuah pertolongan. Hingga membuat gadis itu lama-kelamaan menyadari perasaannya. Selalu mengaggumi sosok yang dingin seperti es, tajam seperti silet, dan pedas seperti cabai. Siapa lagi kalau bukan Min Suga? ...