[BC] The first time I directly close to strangers [Asahi's Focus]

268 29 0
                                    

Aku hanya iseng keluar rumah hari ini. Ketika remaja seusiaku memilih untuk bermain dengan teman-temannya, aku akan memilih bercengkrama dengan kuas kanvas atau menyusuri jalan komplek tanpa arah. Mungkin bagi setiap orang aku termasuk orang aneh, tapi sejujurnya aku tidak seperti itu. Aku masih bisa berkomunikasi jika diperlukan. Hanya saja waktu sendiri terasa lebih menyenangkan untukku.

Sore itu ada yang berbeda. Aku memutuskan untuk menyusuri jalanan dan melihat ada keluarga kecil yang sedang memasukkan barang-barang mereka ke rumah kosong komplek kediamanku. Aku sama sekali tidak tertarik dengan acara pindah rumah mereka, melainkan terfokus pada anggota terkecil keluarga tersebut yang dengan beraninya memanjat pohon demi seekor kucing mungil.

"Pus, jangan takut. Ayo aku bantu untuk turun," aku dapat membaca gumaman mulut anak tersebut kepada kucing itu. Ternyata ada juga anak yang suka mengajak kucing bicara, batinku. Ketika anak itu sudah hampir mencapai tempat si kucing, aku dapat melihat dia salah memilih pijakan. Sontak aku berlari untuk menghampirinya dan beruntunglah aku dapat mencegahnya terjatuh di jalan.

"Ireneꟷ" aku dapat mendengar seseorang berteriak dan menuju ke arah kami. Anak yang masih dalam posisi berada di atas tubuhku justru masih terpaku dengan kucing di atas pohon tersebut. Aku pun menginterupsi anak tersebut untuk berdiri dan ia langsung berdiri dengan tidak mengalihkan padangannya.

Aku sama sekali tidak tahu apa yang dikatakan seseorang yang menghampiri kami tetapi secara reflek aku mengambil kucing yang ketakutan tersebut dan membebaskannya. Dapat kulihat senyum cerah tersungging di wajahnya dan ia mengucapkan terima kasih mendalam padaku. Apa sebegitu berartinya kucing tersebut sampai dia berterima kasih seperti itu? batinku.

Ketika aku menyatakan bahwa yang kulakukan adalah hal lumrah dan aku ingin beranjak pergi, seseorang yang bersama dengan anak itu mencegahku dan mengajak kami untuk pergi mencari kedai es krim. Jujur aku tidak pernah menerima ajakan orang asing, tetapi kedua kakak beradik ini terlalu menarik untuk diabaikan.

"Kamu sekolah dimana?" ucap kakak dari anak perempuan tersebut ketika kami sudah sampai di kedai es krim.

"SMP YG," ucapku datar.

"Kelas?" tanyanya kembali.

"1-3" ucapku.

"Heol! kelas kita bersebelahan tapi aku tidak tahu dirimu," ucap pemuda tersebut dengan ekspresi kaget.

"Ternyata oppa tidak sesupel yang kukira. Masa teman sendiri tidak tahu," ucap anak perempuan itu asal. Pemuda tersebut langsung menjitak kepala adiknya. Aku tersenyum melihat interaksi kakak beradik tersebut.

"Oh iya aku belum tahu namamu. Aku, Jaehyukꟷ"

"Aku sudah tahu namamu dan aku juga tahu nama adikmu karena tadi kamu memanggil namanya. Aku Asahi," ucapku memotong pembicarannya. Pemuda tersebut lantas menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Bagaimana kamu bisa tahu namaku?" ucap pemuda bernama Jaehyuk tersebut.

"Banyak sekali siswi di kelasku yang membicaranmu, jadinya aku tahu," ucapku padanya.

"Wah, kakakku populer juga. Tak kusangka," ucap Irene, si gadis kecil, sambil tetap asik dengan es krimnya.

"Kamu itu memuji atau mengejek sih? Irit banget kalau ngomong, tapi sekalinya ngomong langsung nusuk hati," ucap Jaehyuk sambil mengusap-usap dadanya.

Aku pun larut dalam perbicangan dua kakak beradik tersebut dan berakhir dengan menjadi teman dekat mereka.

.

.

"Kenapa kesini?" ucapku ketika melihat Irene yang datang ke rumahku. Sejak kami saling mengenal satu sama lain, Jaehyuk dan Irene tidak segan-segan untuk pergi ke rumahku di kala mereka bosan. Orang tua mereka juga mengetahui hal itu, jadi tak jarang mereka akan ke rumahku jika ingin mencari anaknya.

"Aku ingin menggambar tapi cat airku habis. Oppa masih punya kan?" ucap Irene padaku.

"Dimana Jaehyuk?" ucapku tanpa menjawab pertanyaannya.

"Jae oppa bermain basket dengan Mashiho oppa. Oppa tidak tahu?" tanya Irene kembali. Aku baru ingat jika pernah mengatakan pada Jaehyuk bahwa aku ingin di rumah saja hari ini. Jaehyuk pasti ingat itu sehingga ia tidak mengajakku bermain hari ini.

"Tidak tahu. Tapi aku pernah mengatakan pada Jaehyuk bahwa aku malas keluar hari ini, sehingga kurasa itu alasannya tidak mengajakku," ucapku dan dibalas anggukan dari Irene.

"Kamu belum jawab pertanyaan awalku, oppa. Apa kamu masih punya cat air?" ucap Irene padaku.

Aku pun mengangguk cepat dan membiarkan anak tersebut masuk ke dalam kamarku.

"Kamu bisa menggambar disini jika mau. Aku akan beritahu Jaehyuk," ucap Asahi dan dibalas jempol oleh anak tersebut. Sangking dekatnya, aku merasa kedua kakak beradik itu seperti keluargaku sendiri.

"Oppa sedang menonton film?" ucapnya ketika melihat laptopku yang menyala.

Aku mengangguk pelan. "Ada film indie menarik, jadi kutonton."

"Aku ikut nonton dong. Boleh?" ucapnya sambil memasang wajah memohon. Aku pun mengangguk dan anak tersebut memposisikan duduknya di sampingku.

Begitu kami sudah selesai menonton film tersebut, Irene mengajukan pertanyaan padaku, "Jika oppa mengalami hal tersebut, disakiti oleh orang yang oppa sayang, apa yang oppa lakukan?"

Aku pun berpikir keras, "Sepertinya aku akan bimbang setengah mati. Satu sisi ingin membalas, sisi lain tidak tega. Dirimu?" ucapku padanya. Aku tahu Irene jauh lebih muda dari usiaku, tetapi entah kenapa aku suka sekali berbicara serius dengannya, seperti berbicara dengan teman sepantaran. Mungkin karena kami memiliki hobby dan sifat yang hampir sama, membuatku nyaman di dekat anak ini.

"Asal orang tersebut mau mengakui kesalahannya, Irene akan langsung memaafkannya."

"Semudah itu?" ucapku bingung.

Irene menganggukkan kepalanya, "Jika aku menyayangi seseorang, berarti orang tersebut sudah berbuat banyak hal baik untukku. Rasa sakit yang diberikannya tidak sebanding dengan hal baik yang sudah dilakukannya."

Aku langsung mengacak rambutnya asal, "Ngomongnya bisa banget si Irene. Punya kakak macam Jaehyuk sih kamu sampai kaya begini ngomongnya."

Irene langsung berkaca pinggang, "Aku seriusan, oppa."

"Awas saja nanti kalau misal Irene dibuat patah hati ama pacarnya malah memaki-maki pacarnya dibanding langsung memaafkan," ucapkku dan langsung diserang oleh pukulan lembut dari Irene.

"Oppa ngeledek," ucapnya sambil memberikan rentetan pukulan yang membuatku tertawa. Tak pernah terbersit di kepalaku kala itu bahwa Irene harus mempraktekkan sendiri kata-katanya, kepada diriku.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Semua yang Mashi katakan adalah kebenaran. Akuꟷ aku adalah orang yang membunuh adikmu, Irene," ucapku pada Jaehyuk. Dapat kulihat sorot mata terkejut dari Jaehyuk tetapi di lain sisi kurasakan Irene tersenyum padaku. Aku sudah berani untuk meminta maaf melalui kakakmu, berarti kamu akan memaafkanku kan Irene? gumamku dalam hati dan bersedia menerima semua yang akan dilakukan Jaehyuk sebagai konsekuensi atas perbuatanku pada adik tersayangnya.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Save YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang