Tubuh Naila seakan membeku ketika tiba-tiba saja Arven memeluknya seiring dengan pintu kamar yang perlahan terbuka. Dia ingin menolehkan wajahnya pada Arsen, tapi gerakannya langsung ditahan oleh suaminya itu. Mata Naila melebar dengan jantung yang berdegup kencang saat Arven kian mendekatkan wajah mereka. Dia tidak ingin terlalu percaya diri kalau Arven akan menciumnya. Namun, semuanya buyar begitu dia merasakan sentuhan tepat di bibirnya.
Naila benar-benar mematung karena tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Ini kali pertama dia sedekat ini dengan yang namanya laki-laki. Bahkan sampai ke tahap pelukan dan berciuman bibir. Dia tidak mengerti apa yang ada di pikiran Arven sampai-sampai bisa menciumnya.
Sedangkan Arven tampak tersenyum penuh makna saat melirik Arsen. Dia bisa melihat mata adik tirinya itu membelalak ketika tahu apa yang sedang dia lakukan. Dia mencium bibir Naila bukan karena tertarik pada wanita itu. Melainkan karena ingin membuat hati Arsen kian panas. Lagi pula apa enaknya berciuman dengan bibir yang pasif seperti Naila? Jelas lebih enak berciuman dengan Aletta sebab perempuan itu tahu bagaimana cara membalas ciumannya.
Arven bukannya tidak ingin melepaskan ciumannya dari bibir Naila. Dia masih menempelkan bibirnya di bibir Naila karena melihat Arsen yang masih betah di sana. Ide jail pun mampir di kepala Arven.
"Ngghh..."
Naila refleks melenguh saat Arven semakin merapatkan tubuh mereka disertai tangan laki-laki itu yang tiba-tiba saja sudah ada di atas dadanya. Suaminya itu meremas payudaranya pelan yang berhasil membuat tubuh Naila merinding. Tangannya bahkan sudah berkeringat dingin dan lemas di samping badannya.
Arven sama sekali tidak bisa menikmati ciuman itu karena Naila yang hanya diam saja dan tak membalas ciumannya. Ketika dia menoroboskan lidahnya ke rongga mulut istrinya itu, Naila pun hanya membalas dengan gerakan kaku. Sangat jauh berbeda dengan Aletta yang handal dalam segala aktivitas ranjang.
Arven menggerutu dalam hati karena Arsen yang tak kunjung pergi padahal dia sudah ingin mengakhiri keintiman ini. Dia bukannya merasa bergairah dan terangsang karena Naila, sama sekali tidak. Dia malah ingin segera mengakhirinya karena tak bisa merasakan apa-apa. Dugaannya benar kalau payudara Naila memang kecil. Buktinya tidak terasa sama sekali saat berada dalam genggaman tangannya. Namun, dia harus pura-pura menikmati untuk membuat Arsen cemburu.
Sedangkan Arsen masih tampak terpaku dan tak percaya atas apa yang dia lihat. Awalnya dia cukup kaget saat melihat penampilan Naila yang tampak berbeda. Wanita itu semakin terlihat cantik saja dengan penampilan barunya. Namun, apa yang Arven lakukan pada Naila berhasil membuat dadanya bergemuruh karena cemburu. Tangannya bahkan terkepal ketika di depan mata kepalanya sendiri abangnya itu mencumbu Naila.
"Lo ngapain masih di sini? Sengaja mau ngeliatin kita?" tanya Arven datar karena tidak ada tanda-tanda kalau Arsen akan meninggalkan kamarnya.
Wajah Naila memerah ketika Arven sedikit menjauhkan diri. Dia merasa malu sekaligus tak enak karena Arsen sudah melihat apa yang dia lakukan bersama Arven. Ditambah lagi laki-laki itu juga melihat penampilannya yang seperti ini.
"Lo jangan pernah nyakitin Naila, Bang."
"Siapa yang nyakitin dia? Orang gue mau nyenengin dia."
"Gue kenal betul elo siapa."
"Ya terus? Udah sana pergi. Ganggu aja lo."
Arven sengaja mendorong Arsen agar menjauh dari kamar mereka. Lalu dikuncinya pintu kamar itu agar tidak ada yang bisa masuk lagi. Dia menatap Naila yang malah menundukkan kepalanya.
"Jadi benar kamu dandan kayak gini buat dia?" tanya Arven seraya mendongakkan wajah Naila dengan memegangi dagunya.
"Bu-kan," sahut Naila terbata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Agreement
RomanceWarning 21+ Arven (27 tahun) adalah laki-laki bebas yang tak suka terikat hubungan serius. Dia merupakan seorang dokter anak yang menyukai aktivitas membuat anak, namun tidak menginginkan kehadiran anak itu. Dialah laki-laki yang suka berkelana dari...