Bukannya berniat menghampiri Naila untuk meminta maaf, Arven malah tetap bertahan di ruang tamu bersama Aletta. Sedangkan yang lainnya sudah undur diri karena rasanya percuma saja menasihati Arven jika tidak didengar. Mereka lebih memilih menemui Naila untuk meminta maaf atas apa yang sudah dilakukan oleh Arven.
Arven memang sengaja membawa Aletta ke rumah. Dia ingin menunjukkan pada semuanya, khususnya pada sang papa kalau mereka benar-benar mirip. Dia bisa melakukan apa yang papanya lakukan dulu. Papanya bisa berselingkuh di belakang almarhum mamanya, jadi mengapa dia tidak bisa berselingkuh di belakang Naila? Apalagi pernikahannya dengan Naila juga tidak didasari oleh perasaan cinta sebab mereka menikah hanya karena kesepakatan. Jadi harusnya Naila sadar dan bisa menerima jika dia bukan satu-satunya wanita yang ada di hidup Arven.
"Kamu gak kenapa-napa 'kan, sayang?" tanya Aletta khawatir. Dia menyentuh dan mengelus wajah Arven yang sedikit lebam akibat tonjokan Arsen tadi.
"Aku gak apa-apa, Aletta," sahut Arven lengkap dengan senyumannya. Aletta pun bisa menghela napas lega dan ikut tersenyum. Lalu dia menyenderkan kepalanya di bahu Arven.
Arven sendiri merasa sangat puas ketika melihat Arsen yang begitu marah karena dia membawa Aletta ke rumah ini. Dia rasanya senang memancing kemarahan adik tirinya itu. Dan tentu ini bukan apa-apa, masih akan ada kejutan yang akan Arven beri untuk mereka semua.
Senyum licik terbit di bibir Arven karena pemikirannya sendiri. Dia sudah berencana menghancurkan Arsen dan juga wanita itu. Akan dia buat Arsen benar-benar merasakan apa itu yang namanya patah hati karena wanita yang dicintai tidak bisa dimiliki.
***
Arven memasuki kamar setelah mengantar Aletta pulang. Dia mengedarkan pandangannya ke penjuru kamar dan menemukan keberadaan Naila yang rupanya baru selesai shalat.
"Rajin banget shalatnya? Emang dengan ngelakuin shalat bisa buat kaya? Kayaknya sih enggak. Buktinya kamu sering shalat, tapi masih kekurangan. Bahkan harus nikah sama saya demi membiayai pengobatan ibu kamu."
Naila mengangkat wajahnya ketika mendengar ucapan Arven yang terasa menohok hati. Dia tatap mata laki-laki yang berstatus sebagai suaminya itu, meskipun pada kenyataannya jauh dari kata suami. "Kebahagian gak bisa diukur dari materi, Dok."
"Oh ya? Lalu dari apa?"
"Bagi saya, ibu adalah sumber kebahagiaan. Saya akan ngelakuin apapun demi ibu saya."
Arven menganggukan kepalanya pertanda mengerti. "Gara-gara ibu juga 'kan kamu nikah sama saya? Di antara kita gak ada perasaan cinta sama sekali. Jadi saya harap kamu gak keberatan dengan apa yang saya lakukan. Saya mau punya wanita lain bahkan ngapain aja sama dia, kamu gak berhak protes. Mengerti 'kan?"
"Tapi apa yang Dokter lakuin itu dosa besar," sahut Naila takut-takut karena tatapan mata Arven.
"Dosa atau enggaknya itu urusan saya, Naila. Kamu gak berhak ikut campur," desis Arven.
"Tapi-"
"Gak ada tapi-tapian."
***
Semakin hari kelakuan Arven kian parah. Naila bahkan harus mengelus dada setiap kali Arven mengajak Aletta ke rumah. Sebab, keduanya tidak tanggung-tanggung ketika bermesraan. Sering kali dia melihat Arven dan Aletta berciuman bibir dengan begitu panasnya.
"Kamu yang sabar ya, sayang," ujar Indira. Apa yang dilakukan Arven sudah benar-benar keterlaluan. Mana ada istri yang tahan ketika melihat suami berselingkuh di depan mata kepalanya sendiri? Sekalipun belum cinta, tapi Indira yakin kalau Naila sakit hati.
"Iya, Ma,"
Pembicaraan mereka terhenti ketika mendengar suara langkah kaki memasuki dapur. Mereka berdua pun serempak menoleh ketika melihat Aletta memasuki dapur.
![](https://img.wattpad.com/cover/220098354-288-k266521.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Agreement
RomantizmWarning 21+ Arven (27 tahun) adalah laki-laki bebas yang tak suka terikat hubungan serius. Dia merupakan seorang dokter anak yang menyukai aktivitas membuat anak, namun tidak menginginkan kehadiran anak itu. Dialah laki-laki yang suka berkelana dari...