21 | Skala Prioritas

6.8K 597 86
                                    

Setelah berkali-kali menolak Pasha untuk menemaninya  mencari buku di hari Sabtu, kali ini aku mengiyakan ajakannya agar dia nggak curiga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah berkali-kali menolak Pasha untuk menemaninya mencari buku di hari Sabtu, kali ini aku mengiyakan ajakannya agar dia nggak curiga. Sudah tiga bulan hubungan terlarangku dengan Dika berjalan, dan selama itu aku berusaha menjaga weekend-ku dengan Dika tidak terganggu oleh siapapun. Namun, aku takut Pasha curiga. Jadi, aku bernegosiasi dengan Dika, berjanji mengunjunginya di hari kerja setelah pulang kuliah sebagai gantinya.

Dika sangat perhitungan. Jika Pasha mengambil jatah harinya, itu artinya jatah hari miliknya harus diganti ke hari lain. Aku setuju karena aku cukup bersyukur Dika masih mau bersamaku meski aku belum menepati janji untuk mengakhiri hubungan dengan Pasha.

Aku belum bisa meninggalkan Pasha karena ia sedang rapuh-rapuhnya. Aku nggak mau meninggalkannya saat sedang seperti ini. Menemaninya mencari buku seperti saat ini, bisa membuat Pasha terdistraksi dari masalah kedua orang tuanya. Oleh karena itu aku menerima ajakannya.

Pasha sedang melihat buku di bagian yang memiliki buku-buku biografi tokoh terkenal, sedangkan aku tadi berkata padanya akan mencari buku resep memasak di pojokan.

Saat sedang sibuk memandangi gambar-gambar waffle dan pancake di buku yang kupegang, tiba-tiba aku merasakan ada dua lengan melingkari pinggangku, memelukku dari belakang. Sebuah ciuman mendarat dengan sensual di leherku yang terbuka karena rambutku dicepol ke atas.

Aku buru-buru berbalik badan dan bersiap meninju orang mesum itu karena aku tahu Pasha nggak akan melakukan hal seperti itu di tempat umum.

Namun, ternyata ... "Dika?!"

Manusia itu sudah berdiri di hadapanku, tersenyum sumringah. Alisnya terangkat saat menatapku dengan jahil.

"Kangen." Ia kembali mendekat dan memeluk tubuhku erat. Wajahnya terbenam di ceruk leherku.

Bola mataku langsung berkeliaran ke sana kemari mencari sosok Pasha. Aku takut ia melihat. Walaupun rak bagian ini berada di pojokan dan lumayan sepi, aku tidak mau mengambil resiko.

Aku melepas pelukan Dika. "Dik, Dik! Please, nggak di sini." aku panik.

"Kangen banget, Sayang. Emang kamu nggak?" Dika mencebik sok imut.

Aku memutar bola mataku dengan jengah. "Nggak cocok, Dik! Inget umur," jawabku dengan sok judes. "Aku sama Pasha di sini, Yang. Ntar dia lihat."

"Tahu, kok aku. Aku lihat dia tadi. Makanya aku langsung cari-cari kamu, deh. Eh, ketemu akhirnya." Dika mengulas senyuman lebar yang sangat menggemaskan. Senyuman yang tak pernah absen dari wajahnya setiap bertemu denganku.

Ia kembali mendekat dan berusaha memelukku, tapi buru-buru aku kembali menghindarinya.

"Please, Dik. Nanti ketahuan." tolakku dengan memohon. "Jangan di sini."

Senyum Dika perlahan menghilang, berubah jadi decakan serta bibirnya yang melengkung membentuk senyuman kini menipis karena kesal.

Aku tertawa kecil melihatnya merajuk. Jariku mencubit pipinya dengan gemas. "Maaf, ya, sayangku. Kamu, kok, di sini? Nggak bilang-bilang sama aku kalo pergi. Nakal, ya?"

INFIDELITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang