22 | Milik Pasha

10.5K 638 48
                                    

Warning: This chapter contains sexual activity without consent that may be harmful or triggering to some people, so you can skip that part if it's too inconvenient to you :)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Warning: This chapter contains sexual activity without consent that may be harmful or triggering to some people, so you can skip that part if it's too inconvenient to you :)


——


"Aku nggak mau pulang, Cha." ucap Pasha begitu aku sudah menempatkannya di bangku penumpang mobilku.

Aku akhirnya menemukan Pasha mabok parah di sebuah bar di Pantai Indah Kapuk. Dania yang mengabariku, karena ketika ia terus menelpon Pasha, salah seorang bartender di sana mengangkat teleponnya.

"Aku nggak mau pulang."

"Pash, Mama kamu khawatir banget. Dia nyariin kamu kemana-mana."

Aku bergegas memasuki mobil dan melajukan kendaraanku untuk pulang.

"Aku nggak mau pulang. Kalau kamu mau pulang, aku loncat sekarang." Pasha tiba-tiba membuka manual kunci pintu dan berusaha membuka pintu mobil.

"Pasha!!!" teriakku panik sambil menarik tangannya. "Oke, kita nggak pulang!"

Pasha kembali merebahkan tubuhnya ke jok, meringkuk menghadapku dengan mata terpejam. "Yeay."

Aku mendesah pasrah. Pasha terlihat sangat kacau. Tidak pernah aku melihatnya seberantakan ini. Rasanya benar-benar sedih melihat Pasha si manusia es balok, manusia setengah candi yang selalu terlihat kuat, menjadi serapuh ini. Hatiku rasanya sakit.

"Cha," panggilnya tanpa membuka mata.

Aku menoleh lagi ke arahnya.

"Kenapa semua orang yang aku sayang pengen pergi?"

Seketika asupan oksigen di pernapasanku seolah tersendat.

"Papa pergi," lanjutnya. "Kamu juga pengen pergi ninggalin aku."

Aku tertegun.

"Aku nyebelin, ya?" Pasha tertawa kecut.

"Aku di sini, Pash. Nggak kemana-mana."

"Tapi kamu mau ninggalin aku, kan?" Pasha perlahan membuka matanya dan menatapku.

Jantungku mencelos saat melihat matanya yang sedikit merah dan berkaca-kaca. Aku hanya bisa diam seribu bahasa.

Dia memejamkan matanya lagi dan mengangguk-angguk. "Iya, aku nyebelin. Makanya semua pergi."

Ia tertawa getir sekali lagi dan berbalik untuk berbaring ke samping kiri, memunggungiku.


***


Aku merebahkan Pasha di atas tempat tidur sebuah hotel dengan susah payah. Pasha tidak mau pulang dan aku nggak punya ide lain harus membawanya kemana. Dia benar-benar mabuk berat, bahkan berjalan pun tak bisa dibiarkan sendiri karena sudah hampir tumbang.

INFIDELITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang