Tatapanku tak bisa beralih dari wajah Dika yang sudah beberapa waktu belakangan terlihat tidak seceria biasanya. Bahkan sudah beberapa minggu ini, ia tampak tidak semanja biasanya.
Aku dan Dika saat ini sedang menyantap makan siang di sebuah restoran di Senayan City. Ini pun aku yang mengajak, dan Dika menerima dengan sangat tidak bersemangat.
"Dik," panggilku dengan ragu-ragu. Dika mengangkat wajahnya dan memberikanku tatapan datar. "Kamu ... ada masalah?"
"Nggak." Jawab Dika singkat sebelum kemudian mengalihkan lagi tatapannya ke piring.
"Kok ... aku ngerasanya kamu dingin banget, ya, sama aku akhir-akhir ini? Aku ada salah?"
Dika terdiam. Tak menjawab atau bahkan menatapku.
"Bilang, Dik, kalau aku ada salah. Jangan diam aja. Aku nggak biasa dicuekin kamu kayak gini." pintaku pelan.
Sesungguhnya, aku sekuat tenaga menahan air mata. Terlalu sering dimanja meski aku senyebelin apapun, membuat aku takut ketika melihatnya tiba-tiba dingin begini.
Aku takut Dika bosan dan meninggalkanku.
"Nggak ada apa-apa. Perasaan kamu aja mungkin."
"Kamu nggak pernah nyuekin aku kayak gini. Biasanya kamu baik, manis, manja. Nggak pernah jutek dan males-malesan kayak gini. Kalau lihat aku datang, muka kamu sumringah. Tadi pas aku datang, muka kamu kayak males. Sepanjang jalan juga diam aja. Pegang tangan aku juga nggak. Bahkan pas aku gandeng, kamu nggak gandeng balik." aku menjabarkan sikapnya dengan suara bergetar. "Aku minta maaf kalau ada salah. Jangan marah sama aku. Aku nggak bisa diginiin sama kamu."
Dika menghembuskan napas panjang yang terdengar lelah. Alih-alih menjawabku, ia malah membuang muka.
"Gara-gara rencana liburan semester aku sama teman-teman? Kamu nggak mau aku ikut?"
Beberapa hari yang lalu, aku memberitahu Dika bahwa bulan depan, saat liburan semester ganjil, aku akan liburan di villa bersama teman-teman kuliahku. Sejak saat itu, Dika benar-benar seperti bocah pundung.
Aku mendesah pasrah ketika Dika tak kunjung menjawab pertanyaanku.
"Kamu, tuh, expectnya aku gimana sih, Dik? Aku nggak temenan lagi sama teman-teman aku? Kamu, kan, tahu circle aku sama Pasha sama. Teman-teman dia, ya, teman-teman aku juga. Teman-teman aku, ya, teman-teman dia juga. Bukan cuma karena dulu kita pernah punya hubungan, tapi karena memang circle kita sama. Kalau kamu nggak bolehin aku ikut gara-gara nggak mau aku ketemu dia, tuh, sama aja kayak kamu nyuruh aku jangan bergaul lagi sama teman-teman aku. Aku aja udah cukup disinisin sana-sini cuma karena pacaran sama kamu. Terus kamu pengen aku menarik diri dari mereka dan nggak punya teman sama sekali?"
Dika masih tak menjawab. Ia terlihat enggan menatapku.
"Yang penting aku, kan, nggak ada hubungan apa-apa lagi sama dia. Ngobrol aja aku jarang, Dik. Kita benar-benar berusaha jaga jarak karena aku tahu kamu nggak suka."
KAMU SEDANG MEMBACA
INFIDELITY
Romance[Bukabotol #1] Hampir setahun Icha berpacaran dengan Pasha, ia setia menunggu manusia es balok yang sangat dingin itu untuk menghangat dan mencair. Namun ironisnya manusia es balok itu baru mulai mencair ketika Icha membawa api dalam hubungan merek...