"Jadi gimana semalem? Udah gol?"
Fresia terkekeh di bangkunya, diikuti oleh Vanny dan Iwana yang duduk di sebelah kanan dan kiriku. Aku dan mereka duduk mengelilingi meja berbentuk persegi, sedang menikmati sarapan pagi.
Rasanya aku sudah tidak punya muka terhadap beberapa orang dikarenakan sajian kampung drama FTV yang aku beri malam tadi.
Jadi, jangan tanya bagaimana rupaku saat ini. Berantakan. Kayak zombie. Memprihatinkan sekali. Sengaja, aku menyembunyikan wajahku di balik rambut ikalku yang masih awut-awutan agar raut maluku tidak terdeteksi.
"Udah gue duga, ya, dari awal. Lo ama Dika pacaran." Vanny berdecak seraya menggelengkan kepala.
"Nggak ada apa-apaan!" sangkalku.
Setelah menceritakan pada Dika tentang apa yang mengikatku dengan Pasha malam tadi, aku hanya menangis sambil mendekap Dika seerat mungkin. Dika tak menanggapi hingga akhirnya aku tertidur dan terbangun jam dua malam tadi, tanpa Dika di sisiku lagi.
Dia meninggalkanku tanpa pesan. Jadi, hubunganku dengan Dika ... ya, masih gini-gini aja. Acak-acakan.
"Masih berani nyangkal lagi, nih, anak!" mata Vanny melebar dengan sorot menghakimi.
"Ya, emang nggak pacaran—"
"Selingkuhan, Van." celetuk Iwana.
Aku mengerang semakin frustrasi.
"Cha, Vanny mungkin cuma lihat lo berantem, didorong dan digendong sama Dika, tapi buat tambahan informasi lo aja, nih, ya," potong Fresia sambil tersenyum miring. "Gue lihat sendiri lo tidur sama Dika sambil pelukan di kamar."
"Waaaah!" Vanny dan Iwana berseru bersamaan, sok-sok kaget padahal aku yakin banget mereka udah tahu duluan.
Aku melengos, menyesap teh manis hangatku, tak mau menanggapi atau menyangkal.
"Kalau kasar gitu, tinggalin. Jangan mau dikasarin." ucap Iwana.
"Kecuali di ranjang." Vanny terkikik geli, walaupun sambil ditempeleng Iwana.
"Ups. Incoming." Fresia tiba-tiba menunduk dan fokus ke sarapannya dengan kikuk. Begitu juga dengan Vanny dan Iwana yang hanya menahan senyum. Mereka pura-pura menikmati sarapannya.
"Cha," suara Dika terdengar. Ia berdiri di sebelahku dan aku refleks mendongak untuk menatapnya. "Masih sakit kepala?"
Aku terdiam. Terpana menatapnya yang kini akhirnya bersedia menatapku lagi.
Aku menggeleng tanpa bicara apa-apa.
"Hm. Bagus, deh," jawabnya sambil mengangguk. Lalu ia melirik ke arah teman-teman di mejaku dengan salah tingkah sebelum akhirnya menatapku lagi dan berdeham kecil. "Kalau udah selesai sarapan kasih tahu, ya. Mau ngomong."
Degup jantungku makin nggak karuan.
"Sekarang aja." sahutku berusaha santai. Aku nggak bisa menunggu lagi. Jantungku bisa rusak kalau begini caranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INFIDELITY
Romance[Bukabotol #1] Hampir setahun Icha berpacaran dengan Pasha, ia setia menunggu manusia es balok yang sangat dingin itu untuk menghangat dan mencair. Namun ironisnya manusia es balok itu baru mulai mencair ketika Icha membawa api dalam hubungan merek...