Aku menatap lampu-lampu yang bertaburan di bawah, berkerlap-kerlip seperti bintang di daratan. Warnanya beragam dan lebih terang benderang dibanding bintang yang ada di atas langit kelam malam ini.
Bintang di langit yang mendung terlihat seperti mimpi yang dilahap kenyataan. Gelap, tanpa ujung. Persis seperti harapanku yang terus dilahap kenyataan bahwa sepertinya Dika memang takkan pernah kembali kepadaku. Hidupku akan terus menyedihkan, tanpa ujung.
Sudah sebulan berlalu. Aku yakin Dika sudah pulang dari cutinya. Namun, tak satu pun pesanku berbalas.
Aku menggulirkan layar ponselku, dan tersenyum pahit karena aku benar-benar menyedihkan. Begitu banyak pesan yang kukirimkan—memohon, meminta, mengiba tiada henti setiap hari kepadanya. Meski aku tahu Dika tidak lagi berniat menganggapku ada di hidupnya, aku tetap tidak berhenti mengirimkan pesan kepadanya. Persis seperti wanita psikopat yang terobsesi dengan pacarnya.
Aku memandang sekali lagi lampu-lampu dari teras villa yang perlahan warnanya menjadi buram karena air mata mulai memenuhi mataku. Mungkin ... sudah saatnya aku menerima kenyataan. Tidak akan ada jawaban dari Dika. Sudah saatnya aku mundur.
Aku membuka ponselku dan menarik napas panjang. Aku mengetik pesan terakhirku untuk Dika.
Tavisha A. D
Maafin aku, Dik
Aku minta maaf karena selalu nyakitin kamu
Kalau emang kamu bahagianya adalah tanpa aku ... it's okay
Mungkin ini saatnya aku nyerah dan mundur
Ini pesan terakhir aku
Aku sayang sama kamu, Dik.
Sehat terus ya. Good bye.
Berat sekali mengetuk tombol kirim itu. Namun, akhirnya aku berhasil melakukannya.
Setelah menyimpan ponselku kembali ke dalam saku celana, aku memeluk diriku dan menggigit bibirku sekuat tenaga untuk menahan tangis. Aku nggak ingin mengacaukan mood teman-temanku yang lain jika aku muncul dengan mata sembab di saat seharusnya semuanya bersenang-senang.
Aku dan teman-teman seangkatanku sedang menginap di villa Zora. Makrab angkatan ini sudah menjadi jadwal rutin buat kami semua. Mereka sedang pesta barbekyu di taman belakang dekat kolam renang, sedangkan aku—beralasan tak tahan dengan asap—izin menyingkir sesaat untuk menyendiri.
"Aku terima diputusin, kan, biar kamu bahagia," aku sontak menoleh ke arah suara yang terdengar. Pasha kini sudah berdiri di sebelahku. "Kalau tahu kamu bakal tetep sedih gini, aku nggak akan mau diputusin."
Aku tertawa kecil. "Aku nggak sedih, kok. I'm fine."
Pasha berdecak. "Kamu nggak jago bohong. Selingkuh aja ketahuan kok."
Tawa getirku kembali keluar.
"Dia belum balik juga?" tanya Pasha dengan tatapan menerawang ke depan.
"Mungkin emang udah selesai." aku mengangguk diiringi senyum pahit.
KAMU SEDANG MEMBACA
INFIDELITY
Storie d'amore[Bukabotol #1] Hampir setahun Icha berpacaran dengan Pasha, ia setia menunggu manusia es balok yang sangat dingin itu untuk menghangat dan mencair. Namun ironisnya manusia es balok itu baru mulai mencair ketika Icha membawa api dalam hubungan merek...