Hari ke-15 tanpa Dika. Dua minggu sudah dia meninggalkan aku. Nggak ada satu pun pesan yang ia balas dan nggak ada satu pun panggilanku yang ia jawab.
Aku rindu Dika. Rindu setengah mati, dan aku nggak pernah merasakan rindu semenyiksa ini.
Entah bagaimana menghilangkan rasa ini. Aku belum pernah tahu cara mengatasinya selain menangis setiap malam.
Setiap weekend, aku menghampiri rumahnya dan mengetuknya berkali-kali, tapi Dika enggan keluar. Aku tahu ia di dalam, karena aku melihat mobilnya terparkir di garasi. Namun, tidak sekali pun ia membukakan pintu.
"Mas Dikanya lagi cuti, Mbak. Udah dari kemarin nggak ada di kantor." resepsionis Le Voyage berkata saat aku mendatangi kantor Dika itu.
Saat aku akhirnya menyerah dan berniat pulang, aku berpapasan dengan Kylo di lobi lantai dasar.
"Icha?" Kylo terlihat terkejut melihat kedatanganku.
"Ha—hai, Kylo." Aku tersenyum gugup dan salah tingkah.
"Ada apa ke sini? Nyari Dika?"
Aku terdiam dan nggak langsung menjawab. Aku terlalu malu untuk memberikan jawaban.
"Mulai kemarin sampai tiga minggu ke depan, Dika cuti. Dia pergi keliling Amerika Selatan."
Aku terbelalak kaget, dan semakin kehilangan harapan.
"Sebenarnya ... Dika, tuh, jarang banget cuti," lanjut Kylo sambil terkekeh kecil. "Tapi ... dua minggu ini dia kelihatan uring-uringan banget, terus tiba-tiba seminggu yang lalu izin cuti panjang. Dia ... lagi ada masalah sama kamu?"
Aku terkesiap dan panik. "Ke—kenapa kamu pikir gara-gara aku?"
"Kamu ada di sini dengan mata bengkak kayak gitu aja udah cukup menjawab, Cha." jawab Kylo lembut sambil tersenyum.
Seketika aku langsung tertunduk untuk menyembunyikan mataku yang sembab.
"Gara-gara yang di Beer Hall, ya?"
Napasku tercekat. Apa kami memang sejelas itu?
"Semenjak itu, Dika langsung uring-uringan. Moodnya gampang berantakan."
Aku menghembuskan napas panjang. Percuma juga menyembunyikan semuanya. Kylo pasti menyadarinya.
Kepalaku akhirnya mengangguk dan memulai ceritaku. "Besoknya—setelah kita ketemu di Beer Hall—Dika ngamuk. Aku sampai takut. Aku nggak tahu Dika punya sisi semenyeramkan itu. Dika marah besar. Dia cemburu banget. Dia sadar, kalau pacar aku sengaja manas-manasin dia. Dika bener-bener ngamuk," ucapku pelan. "Dia sampai mecahin barang-barang di rumahnya. Aku takut banget, Kay."
Kedua alis Kylo berkerut. "Dika, tuh, sahabat aku dari kuliah, Cha. Dika nggak pernah kayak gitu. Dia emang pemarah, tapi dia nggak pernah sebrutal itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
INFIDELITY
Romance[Bukabotol #1] Hampir setahun Icha berpacaran dengan Pasha, ia setia menunggu manusia es balok yang sangat dingin itu untuk menghangat dan mencair. Namun ironisnya manusia es balok itu baru mulai mencair ketika Icha membawa api dalam hubungan merek...