#12

8.9K 549 16
                                    

Pagi hari, biasanya cerah di sambut dengan cahaya matahari tapi kali ini langit tampak mendung di tutupi awan gelap yang tebal.

Udara juga mulai terasa dingin dan berbau tanah, menandakan sebentar lagi pasti akan turun hujan yang lumayan deras.

"Annisa, Riska. Tolong semua jendela di tutup aja ya? Biar percikan air gak masuk ke dalem rumah" perintah beserta penjelasan dari Tama pada kedua pembantu barunya.

"Siap tuan Tama" jawab mereka serentak dan segera melaksanakan tugas yang di perintahkan Tama.

Sementara itu, Ian masih berada di atas kasurnya sembari memakan semangkuk bubur hangat yang baru saja Roan bawa untuknya.

Sayangnya Ian hanya memakan 3-5 sendok saja, selebihnya Ian tidak mau makan lagi. Dan kembali menyelimuti seluruh tubuhnya hingga tak terlihat sesenti pun.

"Waktu kita sisa 6 hari lagi buat sembuhin Ian, kita harus gimana?!" ucap Tama pada diskusi mereka yang ke 2 kalinya.

"Lu pertama ketemu Ian pasti pernah ke rumahnya jugakan?" tanya Aldi yang mulai berekpresi sangat serius.

"Waktu itu Ian tinggal bareng bibinya"

"Kita ngomong aja ke bibinya"

"Maksud hyung?" Roan yang mulai penasaran dengan maksud Aldi, langsung saja bertanya.

"Bibinya pasti tau alamat rumah eommanya Ian. Besok Tama pergi kesana buat tanya alamatnya, kalau Ian bakal kita sekolahin disini. Gimana? Setuju gak?" mata Aldi berbinar-binar melihat Tama dan Roan secara bergantian.

"Lumayan"

"Tumben pikiran lu lagi encer"

"Kalau soal begitu, hyung jagonya"




Esok paginya,

Pagi-pagi benar sekitar jam 4 pagi(?), Tama di temani dengan Aldi berangkat mendatangi rumah bibi Ian yang jaraknya sangat jauh, juga berbeda kota dari mereka dan memakan waktu 4 jam di perjalanan.

"Rumahnya sebelahan sama rumah kita?"

"Iya" jawab Tama pada pertanyaan Aldi.

Aldi terus menatap ke arah rumah mereka yang sudah lama tidak dia lihat dan sudah lama juga mereka tidak menempati rumah itu.

Di pinggir jendela juga terlihat laba-laba telah membuat sarang di sana.

"Gue kalau nikah sama Ian, tinggal di sini mungkin bagus" ucap Aldi di dalam batinnya.

Tok tok tok!,

"Permisi!"

"Sebentar!" jawab dari seseorang yang ada di dalam rumah. Terdengar juga bunyi langkah kaki berlari kecil yang mendekati pintu.

Kriettt,

"Halo Afar...eommanya ada?"

"Tama hyung. Ada, silahkan masuk, duduk dulu. Afar panggilin eomma sebentar ya"

"Terima kasih Afar"

"Namja yang tadi manis, bawahnya pasti rapet" ketus Aldi memandangi setiap sudut rumah.

"Pikiran lu jangan macem-macem"

"Tapi lebih manis Ian umpp ahhhhh"

"Diem..."

"Ada yang gak suka nih?" bahu Aldi menyenggol-nyenggol pelan lengan kiri Tama.

"Diem..."

Tama yang mulai jengkel dengan pikiran liar Aldi hanya bisa berbicara singkat untuk mengakhiri pembicaraannya dengan Aldi.

Beberapa menit setelah mereka berdiam, eomma dari Afar pun tiba memdekati mereka yang saling cuek.

"Maaf lama, tante juga gak ada camilan buat kalian"

"Gak apa-apa tante"

"Tama ada perlu apa ke sini?"

"Saya mau menanyakan alamat rumah eommanya Ian. Apa boleh?"

"Boleh. Rumahnya di kota A, Jalan Tempo nomor 127. Nomor telepon rumahnya 08002002002"

Dengan sigap Tama mencatat semua informasi ke dalam gadget yang di bawanya.

"Terima kasih tante untuk semua informasinya. Kalau begitu, kami berdua pamit pergi"

"Sama-sama Tama"

"Permisi tante, juga Afar"

Setelah dari rumah Afar, mereka langsung tancap gas bergerak cepat ke rumah eommanya Ian.

Mengejar waktu untuk sampai kesana, kira-kira sebelum matahari tepat di atas kepala tapi rencana mereka tidak sesuai harapan. Di tengah perjalanan terjadi kemacetan panjang hingga larut malam karena insiden kecelakaan.

"Tam, kita nginep di hotel aja dulu. Besok pagi langsung jalan lagi. Jam segini pasti eomma Ian udah tidur" usul Aldi yang terlihat mual sedari tadi diam dalam mobil.

Tama hanya diam, dia juga merasa lelah memegang stir mobil, duduk sangat lama membuat bokongnya panas dan nyeri.






Next besok pagi di perjalanan, terjadi percekcokan kecil,

"Yang usulin nginep di hotel tapi kerjaannya keluyuran cuci mata di tempat karaoke, malah gak istirahat buat isi tenaga" ketus Tama yang pandangan kedua matanya masih terfokus pada jalanan di depannya.

"Gue gak bilang mau istirahat ya Tama bengek. Lagian lu yang nyetir mobil, jadi gue bisa tidur di mobil"

"Lama-lama gue tendang juga dari mobil. Gue bayar 2 kamar woy, semuanya 600 ribu"

"Kenapa lu pesennya 2 kamar?"

"Hyung yang minta, gak mau sekamar sama gue"

"Uang lu masih tebel juga, pasti segitu gak masalah"

Tangan Aldi meraba-raba saku depan celana Tama yang terdapat dompet dan terasa tebal juga. Dengan sengaja juga Aldi mengusap daerah sensitif milik Tama, hingga membuatnya berteriak kaget dan sedikit tidak fokus memyetir.

"Fuck hyung!"

Aldi hanya terkekeh kecil mendengar dongsaengnya berteriak karena ulah jailnya.

Salah satu favorit Aldi, membuat Tama merasa jengkel padanya.
































TBC

[BL] 3 Top 1 Bottom [SlowUpdate]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang