"Eh sorry gak sengaja, jadi jatuh kan buku kamu." Ucap pemuda itu yang sudah membereskan buku buku yang gadis itu bawa.
"Gak papa kok, ini salahku juga yang gak hati-hati jalannya." Seraya menerima pemberian buku dari pemuda yang sedang ada dihadapannya. "Kalau boleh tau, siapa nama kamu?" Tanpa menunggu persetujuan dari Kala, pemuda itu langsung mengambil salah satu tangan Kala untuk menyambut uluran tangannya.
Kala hanya terperangah melihat pemuda yang sedang ada dihadapannya. "Kamu gak usah sampai terpana gitu ngeliat aku, iya aku tau kalau aku ganteng." Dengan entengnya pemuda itu berucap dari mulutnya. Gadis itu menganga. Kok ada ya laki-laki yang pedenya sangat keterlaluan. Eh kalau begini ia jadi teringat sama--- Dikta.
"Eh kok malah diam aja? Ada yang salah sama ucapanku tadi? Coba bilang dimana letak kesalahanku." Ucapnya dengan begitu lantang. Kala tergugu.
"Gak papa kok, aku cuma kaget aja pas kamu ngambil tangan aku untuk sekedar kenalan." Ya walaupun hanya sekadar kenalan, ia jadi teringat bayang-bayang Dikta yang sedang berada dihadapannya. Duh, pikirannya mulai ngawur. Please, jangan ingat-ingat itu lagi, Kala.
"Orang nanya itu dijawab dong, masa di diemin gitu sih."
Kala memastikan kalau penglihatannya ini masih berfungsi dengan baik. Ini kembaran Dikta atau bagaimana? Pemuda ini sama persis seperti mantan pacarnya. Eh, benar mantan kan, ya?
"Ka-kamu Dikta kan?" Cicit Kala.
Pemuda itu tertawa sambil memegang perutnya karena terlalu banyak ketawa. "Yaampun, masa sama mantan sendiri lupa. Benar-benar mantan durhaka!" Hardik Dikta.
Eh tadi apa katanya? Durhaka? Ck, pasti pemuda ini sedang ngelantur.
"Apa yang kamu lihat itu benar benar nyata. Aku Dikta, masih ingat kan?" Masih diam juga. Padahal hatinya sudah berdegub dari biasanya.
"Ka-kamu benar dikta?" Tanyanya lagi. Memastikan kalau yang dilihat itu benar adanya. "Iya aku dikta,"
Dalam sekejap, laki-laki itu mendekap tubuh mungil milik gadis itu. Selama beberapa bulan ini, ia sudah mengambil keputusannya sendiri. Hatinya sudah mantap untuk menetap di kota Semarang.
"Kenapa kamu ada disini? Bukannya kamu ada di jakarta, ya?"
"Gak penting gimana caranya aku bisa sampai sini, yang terpenting tujuanku untuk menetap di Kota ini tuh untuk mewujudkan mimpiku." Kala mengurai pelukannya. Walau tingginya hanya sebatas bahu laki-laki itu, ia tetap saja terus mendongak. "Kamu makin cantik aja setelah berbulan bulan gak ketemu." Puji Dikta dengan jujur.
Kala memukul dada Dikta. Mulai lagi gombalan mautnya. "Ih apaan sih! Udah ah aku mau pulang." Putus Kala yang sudah pergi meninggalkan Dikta.
Baru beberapa langkah, tangan kanannya dicekal sama pemuda itu. "Ada apa lagi Dikta yang jelek?"
What? Tadi Kala bilang kalau dirinya jelek? Ck, jelek dari bagian mananya?!
Senyum penuh licik pun terlihat dari wajah tampan Dikta. "Are you sure? What do you think about me? You lie. I will make you falling in love with me. Right? Wait a month later. Trust me, you should love me."
"Aku mau pulang." Hanya tiga kata yang mengalihkan pembicaraan Dikta dan membuat pemuda itu menjadi gemas sendiri. "Aku antar, ya?" Ucap Dikta.
Kala hanya melongo. Bisa-bisanya pemuda yang ada dihadapannya itu dapat menarik perhatiannya. Eh, enggak boleh! Udah jadi mantan.
"Temenin aku makan dulu, baru boleh pulang!" Final Dikta.
"Ih! Apaan sih. Aku mau pulang, ini udah sore. Nanti pasti kalau sampai rumah udah malem." Dengan menyatukan kedua tangannya menjadi suatu permohonan. Berharap itu bisa terkabul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit & Bintang [END]
Teen Fiction"Kita yang berbeda." untuk yang pertama kalinya, dia menyukai perempuan yang bisa membuat hatinya terpikat. dia bukan seperti perempuan pada umumnya, dia hanyalah dia yang hanya bisa menjadi dirinya sendiri, dan untuk yang pertama kalinya seorang an...