Setelah memenangkan lomba basket antar sekolah, Dikta melangkahkan kakinya untuk kearah Kala yang sedang berdiri dengan membawa poster sekolah yang mewakilkan lomba basket. Wajahnya sudah dipenuhi bulir-bulir keringat, Dikta yang melihatnya hanya mengelap keringat Kala dengan tangannya. Wanita itu terkejut bukan main saat pacarnya itu berhasil membuat satu tribun bersorak ramai.
"Cieeeee... cie.... cie..." sorak semua orang yang berada di tribun tersebut. Hal yang langka untuk kaum jomblo melihat pasangan yang romantis. Jiwa jomblo mereka kembali keluar, padahal dalam hati ada keinginan untuk memiliki pacar seperti kedua pasangan yang menjadi satu tribun menjadi riuh. "Haduh... apa yang kamu lakuin?! Lihat tuh, kita jadi tontonan orang." Kala yang sudah melihat sekeliling tribun, dirinya malu sekali. Merutuki perlakuan pacarnya yang membuat orang-orang memandangi dirinya. "It's ok. Gak usah malu gitu, tuh lihat yang lain juga ada yang sama kayak aku, bahkan dia sampai cium kepala ceweknya." Benar juga sih yang diucapkan sama Dikta.
Dikta menarik tangan Kala agar duduk disalah satu bangku tribun. Duduknya berjauhan agar dapat saling memandang. Kala memberikan sapu tangan yang diarahkan ke Dikta. Saat sapu tangannya tepat dihadapan Dikta, bukannya diambil malah dilihatin aja. "Di ambil dong, masa di lihatin aja," celetuk Kala.
"Gak ada niatan untuk ngelapin gitu? Gak peka banget sih!" Gerutu Dikta. Kala menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba tidak gatal. Eh, Kala grogi?
"Ka-kamu kan bisa lap sendiri keringatnya," dengan sangat terpaksa Kala mengelap keringat Dikta yang ada di dahi dan pelipisnya. "Kamu marah nih?" Kala sedang membujuk pria itu dengan menoel-noel pipi pacarnya.
Dikta menggeleng. "Enggaklah, ya kali aku marah? Aku yang harusnya bilang terima kasih karena kamu mau dateng temenin aku lomba. Tuh lihat, kamu nungguin aku sampai panas-panasan gitu. Kasihan pacar aku kepanasan."
Blush
Pipi gadis itu merona, seperti kepiting rebus. Mungkin karena dirinya putih juga jadi gampang terlihat kalau sedang merona pipinya. "Habis ini, makan yuk?!" Gadis itu kembali mengangguk sembari memasukkan botol minumnya kedalam tas sekolahnya.
Saat diparkiran motor, pria itu kembali memakaikan helm pada Kala. "Kita mau makan dimana? Ada recommend gak?"
"Kayaknya kita harus cobain ayam bakar pak hasan yang terkenal itu. Aku tau dari riri, katanya sambelnya itu loh yang pedasnya bikin menjerit." Membayangkannya saja membuat Dikta menjadi ngeri sendiri. Itu beneran sambelnya bisa bikin menjerit?
"Yaudah ayo, kita buktikan recommend si riri." Jawab Dikta. Untuk kali ini dia hanya ingin menghabiskan waktu berdua bersama Kala.
******
Sesampainya dirumah makan yang diberi alamat sama si Riri. Mereka berdua duduk dimeja pojok dekat jendela, anginnya yang sepoi-sepoi sambil makan kan nikmat banget.
"Kamu mau pesen apa, Dik?"
"Samain aja kayak kamu," Kala manggut-manggut mengerti. "Kalau minumnya apa?"
"Es teh manis, kamu sendiri gimana?" Tanya balik Dikta. Kala yang melihat harga menu makanan itu membuatnya menjadi berpikir kembali. Kalau dirinya bisa makan enak, bagaimana ibunya yang sedang membuat kue demi mendapatkan uang?
"Ehm... kayaknya ayam bakarnya aku bawa pulang aja ya, Dik." Ujar Kala dengan nada yang pelan. "Loh... kenapa dibungkus? Kita gak jadi makan disini?"
Kala mengangguk. "Jadi kok, aku mau makan bareng sama ibuku aja dirumah. Aku disini bisa makan enak, masa ibuku yang dirumah tidak bisa merasakan apa yang aku makan? Kamu aja ya yang makan disini, aku temenin kamu makan aja, ya?"
Dikta melongo. Barusan yang bilang itu pacarnya sendiri? Bukan bidadari yang jatuh dari bumi kan? Atau sebenarnya dia bidadari yang memang diusahakan agar menetap dibumi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit & Bintang [END]
Dla nastolatków"Kita yang berbeda." untuk yang pertama kalinya, dia menyukai perempuan yang bisa membuat hatinya terpikat. dia bukan seperti perempuan pada umumnya, dia hanyalah dia yang hanya bisa menjadi dirinya sendiri, dan untuk yang pertama kalinya seorang an...