chapter 21 : kado untuk Dikta

173 20 0
                                    

Riri menarik tangan Kala secara paksa kearah kamar mandi. Gadis itu terkejut bukan main saat tahu kebenaran dari temannya. Baru tadi Kala memberitahukan pada Riri tentang kepindahannya nanti. Ia rasa, sahabatnya perlu tau, tinggal beberapa hari lagi menuju hari kelulusan. Dan itu artinya tinggal beberapa hari juga Kala akan bersama Dikta disini.

"Kamu yakin sama pilihan kamu, Kal?" Tanya Riri. Gadis itu tiba-tiba menjadi menegang saat mendapat pertanyaan dari sahabatnya. "Y-ya a-aku yakin," tidak seratus persen ia meyakini jawabannya sendiri, dia berada diantara pilihan yang sulit.

Riri memegang kuat kedua bahu Kala. Berusaha untuk meyakinkan apa yang sahabatnya itu pilih. Sebenarnya kalau ditanya ia sedih atau tidak ditinggal sahabatnya? Ya pasti sedih lah, padahal niatnya mereka berdua akan kuliah bareng di universitas yang sama meski nantinya jurusannya berbeda. "Terus gimana sama hubungan kalian berdua?!" Nafas Riri terengah-engah. Tadi sempat lari-lari saat menuju kamar mandi.

"Aku juga gak tau gimana kedepannya nanti. Aku gak bisa nolak permintaan ibuku sendiri, kamu tau sendiri kan kalau permintaan ibuku itu sangat berharga bagiku. Gak papa, untuk kali ini biar aku yang ngalah demi kebaikan ibuku." Ini yang membuat Riri memilih untuk menjadi sahabat Kala, gadis ini sama sekali gak merasa keberatan sama permintaan sang ibu, meski kebahagiaannya masih ada disini.

"Aku yakin sama jawaban kamu. Aku bangga punya sahabat kayak kamu ini, oh iya kamu tau gak tentang ulang tahunnya Dikta?"

Kala menaikkan satu alisnya yang pertanda ia sedang bingung. "Ha? Ulang tahun Dikta? Kok aku gak tau, ya?" Kala membeo.

Riri hanya bisa terkekeh. Kala yang menjadi pacarnya saja tidak tau, sedangkan dirinya yang hanya sekedar temannya tau. Eits... tunggu dulu, Riri tau informasi ulang tahun Dikta juga tau dari Fikri. Yap, hubungan Fikri dan Riri kini kembali membaik. Perlahan-lahan Riri mulai merespon Fikri meski agak sedikit canggung. Maklum aja, namanya juga baru awal menjalani hubungan sama orang lain.

"Iya ulang tahunnya si Dikta, rencananya sih teman-temannya Dikta mau kasih dia kejutan gitu." Celetuk Riri. "Kamu kok tau?"

"Aku dikasih tau sama Fikri," Kala memastikan kalau tadi beneran Riri yang berbicara. Tadi sahabatnya itu berbicara tentang Fikri. "Eh Fikri?! Jangan-jangan kamu udah jadian ya sama dia?" Desak Kala.

Riri menggaruk tengkuk lehernya. Gadis itu hanya tertawa sumbang. Lagi-lagi dirinya keceplosan berbicara. "Ups... ketauan deh," Kala memutar bola matanya karena jengah dengan sikap sahabatnya yang selalu membuatnya penasaran. "Jangan bilang kamu udah jadian ya sama Fikri?" Riri menengok kearah Kala yang sedang mencuci tangannya di wastafel.

Riri menggeleng, "belum jadian kok, aku lagi ada ditahap pendekatan. Mencoba untuk merespon dia. Seminggu lalu aku mikir apa salahnya aku mencoba untuk memberikan Fikri kesempatan yang udah jelas jelas dia suka sama aku, sedangkan aku ngejar-ngejar orang yang jelas jelas udah punya pasangan. Aku udah melakukan kesalahan sama Fikri dengan meresponnya secara acuh, sekarang aku gak mau egois sama diriku sendiri. Menyakiti orang lain membuat diriku ikut terluka juga." Kala memeluk sahabatnya. Perkataan tadi membuatnya ia yakin sama apa yang ia lakukan saat ini. "Aku yakin kalau kita akan merindukan moment begini, Ri. Duh, aku udah gak bisa dengerin curhatan kamu lagi deh."

Riri menjitak kepala Kala. Baru tadi ia mendengar ucapan yang kurang pas didengar. "Enak aja. Kita akan bisa seperti ini, walaupun nanti kita berada di kota yang berbeda. Sekarang pulang yuk, lagi juga semua tugas sudah dikumpulkan." Kala mengangguk. "Eh iya, ayo."

******

Saat diperjalanan pulang, Kala memilih untuk mampir ketempat baju yang ada di mall. Matanya sibuk melihat barang yang bisa menarik perhatiannya. Lalu arahnya menuju hoodie berwarna navy. Tampilannya cukup sederhana, tapi ia yakin kalau dipakai sama kekasihnya akan terlihat lebih menawan.

Harganya lumayan mahal. Kalau diperkirakan hampir melebihi uang jajan Kala dalam dua minggu. Dalam beberapa minggu belakangan ini Kala selalu menyisihkan uang jajannya untuk membelikan kado Dikta dan biaya hidup dirinya untuk di Semarang.

Setelah membeli hoodie untuk hadiah pacarnya, kini Kala melangkah untuk masuk kedalam Toko pernak-pernik untuk membeli sesuatu. Saat melihat kaca mata hitam khusus cowok yang modelnya bagus langsung ia lihat. Ia sempat berpikir kalau kaca mata yang saat ini ia pegang cocok untuk Dikta. Ia kembali mengingat saat Dikta menyukai kaca mata untuk mengindari sinar matahari. Padahal bola matanya yang berwarna biru itu nampak indah.

Setelah membeli kaca mata, Kala memilih untuk pulang. Matahari sudah mulai tenggelam, ia harus sampai rumah secepatnya. Gadis itu lebih memilih untuk naik ojol lewat aplikasi yang baru saja ia pesan. Setelah memberikan uang untuk memberikan pada ojol-nya, Kala membuka pagar yang dikunci.

"Assalamualaikum, Bu." Ucap Kala saat ibunya ada di ruang tamu yang sedang menonton tv. "Waalaikumsalam, kamu baru pulang nak?"

Kala mengangguk. "Iya bu, kalau gitu aku mau kekamar dulu ya bu," pamit Kala yang di angguki oleh sang ibu.

Saat dikamar, Kala memilih untuk mandi lebih dulu, badannya sudah terasa lengket. Sebelumnya ia menaruh barang belanjaannya diatas kasur.

Tak membutuhkan waktu yang lama untuk Kala membersihkan tubuhnya, ia keluar kamar mandi dengan keadaan yang jauh lebih segar. Setelah itu ia mengambil barang tadi diatas kasur, ia memilih untuk duduk dilantai. Tangannya begitu lihai saat membungkus kertas kado. Sebelum membungkus kado, ada surat yang ia selipkan di hoodie. Berharap Dikta akan membaca suratnya. Setelah selesai membungkus kado, ia menaruh kado tersebut didalam paper bag berwarna navy diatas meja belajarnya.

Besok adalah hari terakhir dirinya untuk bertemu dengan Dikta. Entahlah nasib hubungan mereka berdua kedepannya itu gimana. Kalau ditanya masih adakah harapan untuk tetap bersama? Jawabannya masih. Bahkan dirinya menginginkannya, tapi ia tidak bisa banyak berharap. Besok adalah hari kelulusan mereka. Memang sekolah yang di tempati Kala tidak mengadakan acara perpisahan, besok itu hanya siswa dan siswi yang wajib datang kesekolah untuk ambil hasil kelulusan.

Sebelum ia memilih untuk tidur, gadis itu sempat memandang langit kamarnya. Tak terasa cairan bening yang jatuh dari pelupuk matanya sudah membasahi sebagian wajahnya. Ia harus kuat, meski kenyataannya tidak semudah yang diucapkan.

******

Tolong hargai dengan memberikan vote dan comment.

Happy reading♡

Langit & Bintang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang