Tak aneh bila Rian mengetahui identitas inisial Dya adalah Claudya, karena lukisan yang ditempel di mading memanglah terinspirasi dari hasil jepretan kameranya. Namun, yang menjadi pertanyaan mengapa cowok itu tak berani menyebarkan berita itu ke seantero sekolah? Padahal mudah saja untuk seorang Ketos membocorkan hal-hal yang mengundang kehebohan. Mudah bagi Rian untuk mengungkapkan siapa pelukis misterius itu. Namun, lagi-lagi Claudya dibuat bingung, apakah Rian memang sengaja tak menyebarkannya?
Sudah seminggu berlalu sejak pembicaraan Claudya dengan Rian, tetapi masih belum ada yang berubah. Semua murid masih berbondong-bondong melihat mading ketika lukisan terbaru Claudya dipajang di hari senin dan jumat.
Claudya ingin sekali bertemu Rian dan menanyakan semua pertanyaan yang berkecamuk di kepalanya. Tetapi, cewek itu agak ragu. Menemui Rian sama saja mencari masalah. Atau lebih tepatnya menemui Rian adalah tindakan bunuh diri.
Claudya cukup tahu diri. Ia bukanlah siapa-siapa. Sedangkan orang yang ingin ia temui adalah seorang Ketua Osis. Siapa di sekolah ini yang tak kenal dengan seorang Rian? Hampir semua kenal dan hampir semuanya memandang Rian dengan tatapan kagum. Namanya seringkali disanjung-sanjung. Karena selain memiliki jabatan Ketos, ia juga salah satu murid beasiswa.
Sedangkan Claudya cuma cewek biasa, pendiam, nggak terkenal, pinter juga nggak karena rankingnya hasil menyontek.Apa kata orang kalau ia tiba-tiba menemui Rian di kelasnya? Apa yang akan terjadi bila ia nekat bicara dengan cowok itu? Dan bagaimana nanti pandangan teman-temannya bila mengetahui siswi di kelasnya yang paling pendiam tiba-tiba menghampiri seorang cowok? Ah, memikirkannya saja Claudya sudah pusing. Lebih baik ia membaca komik di perpustakaan.
Claudya keluar dari kelas membawa buku dan alat tulis. Biar dikira ia akan belajar di perpustakaan, padahal aslinya ia mau membaca komik abis itu tidur. Ia melewati Magenta yang sedang sibuk membaca buku sejarah.
Koridor yang dilewati Claudya ramai oleh lalu lalang siswa yang sedang menikmati istirahatnya. Beberapa mungkin sedang memadati kantin saat ini karena sudah saatnya jam makan siang.
Ah, kantin. Claudya bergumam. Jika ia tidak mungkin menemui Rian di kelas, bagaimana kalau ia mencarinya di kantin? Claudya yakin Rian sering ke sana tiap istirahat untuk makan siang. Karena tidak mungkin Rian membawa bekal seperti dirinya. Laki-laki biasanya gengsian.
Claudya berjalan ke arah kantin. Bisa dikatakan menemui Rian adalah hal yang mendesak. Karena kalau bukan hal mendesak seperti kelaparan, Claudya tak pernah mau menginjakkan kakinya di kantin yang selalu ramai.
Susunan rencana mulai terbentuk di otaknya. Mungkin jika ia bertemu Rian di jalan menuju kantin, ia akan berpura-pura sakit kaki supaya Rian menolongnya. Jika ia bertemu Rian saat sama-sama berdesakan mengantre pesanan, mungkin ia akan pura-pura tak bawa uang supaya Rian memberinya pinjaman. Kalau ia bertemu Rian saat cowok itu sedang makan, mungkin Claudya akan pura-pura tersandung dan menumpahkan makanannya di meja Rian, lalu bilang maaf. Ah, mengapa rencananya seperti di adegan-adegan ftv? Claudya memukul kepalanya menggunakan buku yang tadi ia bawa dari kelas.
Di antara ketiga kemungkinan yang tadi ia pikirkan, ternyata ada salah satu yang bisa terjadi. Saat sampai di kantin, Rian sedang mengantre di tempat mie ayam. Oke, saatnya menjalankan misi.
Claudya ikut memesan mie ayam. Ia ikut mengantre di belakang seorang cewek. Di depan cewek itu ada Rian dan teman-temannya.
"Claudya?" Cewek itu refleks menoleh ketika ada sebuah suara dari belakangnya memanggil.
"Eh?" Matanya langsung bertubrukan dengan mata cokelat milik Magenta. Bukannya tadi Magenta sedang khusyu membaca? Kenapa tiba-tiba sudah ada di belakangnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfeksionis #ODOCTheWWG
Teen FictionJika diibaratkan, hidup Claudya itu seperti pertunjukan sirkus. Kedua orang tuanya adalah penjinak sekaligus pelatih, sedangkan Claudya adalah binatang yang dipaksa membuat penonton terkesima. Semakin ia tunduk pada perintah mereka, maka semakin ia...