Indra keluar dari ruang kerjanya tepat pukul 18.00 untuk menunaikan sholat maghrib. Bersamaan dengan itu Claudya dan Magenta juga keluar dari kamar. Lelaki itu memerhatikan sekilas gurat ketakutan di wajah Claudya. Tangan Magenta menarik tangan Claudya untuk mengikuti langkahnya yang cepat. Claudya jadi merasa terseret-seret. Belum lagi napasnya mulai putus-putus.
"Yah, mau anter Claudya dulu," kata Magenta terburu-buru.
Indra langsung menghadang Magenta, membuat anak lelakinya menubruk dada ayahnya dan Claudya juga menubruk punggung Magenta.
"Aw!" Claudya meringis. Cewek itu menyentuh hidungnya yang merasa ngilu akibat bertabrakan dengan tulang punggung Magenta.
"Ayah!" Magenta kesal. Di saat terburu-buru seperti ini ayahnya malah mengajak bermain tubruk-tubrukan.
"Kalian bisa tenang? Nggak baik pulang dalam keadaan kayak gini," ucap Indra.
"Claudya mesti sampai di rumah jam tujuh, Yah."
"Lalu?"
Magenta memandang Claudya sekilas. "Kalau telat dia bisa dimarahi."
Indra mengangguk paham. "Tunggu Ayah sholat dulu. Nanti ayah anter."
"Tapi, Yah ..."
"Tunggu, Genta. Dengar?" Indra menegaskan.
"Iya."
Claudya menyenggol lengan Magenta. Cewek itu merasa terintimidasi oleh ayahnya Magenta.
"Tunggu, ya, Clau. Bentar, kok." Magenta menenangkan. Mau tak mau Claudya menurut saja.
Indra tersenyum, kemudian berlalu meninggalkan mereka berdua. Ia tahu Claudya sedang berada di kondisi seperti apa saat ini. Panik. Takut. Sudah dipastikan hukuman dari orang-orang di rumahnya pastilah membuat jera. Itu sebabnya Claudya akan bereaksi seperti itu. Yang jadi pertanyaan adalah mengapa Magenta juga ikut-ikutan panik? Indra tak mengerti itu. Menurut prediksinya Magenta menyukai Claudya. Pasti Magenta tak mau terjadi sesuatu pada Claudya.
Indra berwudhu dan menunaikan sholat, sedangkan Claudya dan Magenta menunggu dengan perasaan was-was. Berkali-kali Claudya mengetuk-ngetukan tangannya di meja. Kakinya juga bergerak terus di bawah sana menimbulkan bunyi tuk-tuk dengan tempo yang cepat.
"Santai, Clau, Ayah pasti bisa ngelindungi kamu seandainya emang kamu dikasih hukuman."
"Gue terlalu takut. Kedua orang tua gue pasti pulang cepet hari ini karena weekend. Seandainya mereka tahu gue nggak les, tapi pulangnya lambat, bisa-bisa gue dikurung di kamar seharian."
"Separah itu?"
"Hm."
Baru kali ini Claudya menceritakan sisi lain dari kedua orang tuanya kepada orang lain. Entah mengapa ia percaya pada Magenta. Ia yakin Magenta juga tidak sedang berpura-pura berempati. Magenta terlihat tulus.
Setelah beberapa menit menunggu dengan perasaan campur aduk, akhirnya ayah Magenta sudah bersiap mengantar Claudya.
"Kamu mau ikut, Genta?" tanya Indra.
"Iya. Aku belum tahu rumah Claudya."
"Lets go!"
Claudya mengikuti langkah Magenta. Mereka menaiki mobil ayah Magenta. Sesekali Indra mencuri pandang pada Claudya, memerhatikan perubahan ekspresinya. Tampaknya cewek itu mulai tenang.
"Kalian belum makan?"
"Belum, Yah."
Indra mencari restoran cepat saji dan akan membeli makanan dengan cara drive thru agar efisien.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfeksionis #ODOCTheWWG
Teen FictionJika diibaratkan, hidup Claudya itu seperti pertunjukan sirkus. Kedua orang tuanya adalah penjinak sekaligus pelatih, sedangkan Claudya adalah binatang yang dipaksa membuat penonton terkesima. Semakin ia tunduk pada perintah mereka, maka semakin ia...