T.w.o

102 27 16
                                        

Murid-murid IPA 1 sedang membuat keributan di kelas barunya. Mereka berebut tempat duduk, saling tarik kursi, lempar tas, bahkan ada yang tidur di atas meja agar meja tersebut tidak ada yang menempati. Anehnya meja yang diperebutkan bukan deretan meja paling depan, tetapi paling belakang. Mereka ingin merasakan duduk di pojok agar bisa menghindari pertanyaan dari guru-guru ketika belajar. Mereka juga ingin lolos dari guru killer yang suka memerhatikan gerak-gerik mereka. Yang paling menguntungkan adalah duduk di pojok nggak akan ketahuan kalau tidur.

"Pokoknya gue mau di sini, Yon," teriak cewek cantik berwajah kebule-bulean. Namanya Jessica, cewek famous, ketua cheerleaders, dan biang rusuh.

"Gue dateng ke sini udah dari shubuh, Jess, lo nggak ngehargain banget usaha gue," jawab cowok yang dipanggil Yon. Nama aslinya Dion, dia berdarah Jogja yang sudah lama sekali menetap di Jakarta. Meskipun ia berbahasa seperti anak gaul zaman now, logat Jawanya masih belum juga hilang.

"Ngibul aja lo, gerbang sekolah aja dibuka jam enam."

Jessica langsung mendorong dada Dion agar segera menyingkir. Sedangkan Dion kekeh tak mau pergi. Bagaimana pun tempat duduk itu sudah menjadi incarannya sejak kelas sebelas. Alasannya tentu saja karena banjar tengah dan paling belakang adalah tempat yang paling bagus untuk bersembunyi dari lirikan Pak Dadan, guru matematika yang killer-nya sudah tingkat Dewa.

"Asal lo tahu, gue emang ke sini shubuh-shubuh, masuk lewat pintu Doraemon, Jess."

Jessica memutar bola mata saking capeknya menanggapi Dion.

"Bodo amat. Mau lo masuk lewat lubang angin juga gue nggak peduli. Pokoknya gue mau di sini. Udah dari dua tahun lalu tempat gue di belakang mereka berdua."

Jessica menunjuk dua temannya yang sudah duduk anteng sambil bercermin. Mereka cuma mengangguk-angguk membenarkan ucapan Jessica. Kemudian, mereka lanjut lagi menatap cermin sambil membenarkan jepit di rambut.

Anak buah nggak ada akhlak. Jessica merasa ia diacuhkan, cewek itu hendak merampas cermin milik kedua temannya. Namun, ucapan Dion selanjutnya membuat ia kembali fokus pada meja yang diperebutkan.

"Yaudah kalau lo nggak mau pindah, kita berbagi tempat duduk aja. Gimana?"

"Amit-amit, mimpi apa gue semalem sampe diajak duduk bareng lo?" Jessica menaruh tasnya di meja dan duduk nyaman di kursi yang diinginkannya. "Sebelah gue khusus Magenta. Are you understand?"

Dion berdecih. Cowok itu sudah tahu bahwa temannya, Magenta, tidak akan sudi duduk dengan biang rusuh satu ini. "Usaha aja terus, Jess. Magenta bakal duduk sama lo kalau udah ada tanda-tanda mau kiamat."

Setelah mengatakan itu, Dion berlalu begitu saja mencari tempat duduk yang lain. Percuma berdebat dengan Jessica. Cewek keras kepala itu tak akan mau mengalah.

Saat kebingungan mencari meja yang kosong, ponsel Dion berbunyi. Pesan masuk dari Magenta.

From : Sobat Idiot

Gue bakal telat. Lo nyari tempat duduk lain aja dulu, gausah nyediain buat gue.

Selama dua tahun lebih Dion berteman dengan Magenta, ia tak pernah sekali pun melihat Magenta datang terlambat. Cowok itu terlalu rajin. Dan sekarang, bisa-bisanya dia bilang bakal telat.

Hei-hei ada apakah gerangan? batin Dion bertanya-tanya.

Dion akhirnya duduk tepat di meja paling depan. Di sebelahnya sudah ada Vian, murid culun yang sehari-harinya berkutat dengan buku sejarah. Terpaksa ia duduk di sana, daripada ia berdebat lagi dengan yang lain.

Perfeksionis #ODOCTheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang