Claudya dilarikan ke IGD rumah sakit milik keluarganya. Begitu sampai ia langsung ditangani oleh dokter. Beruntung Claudya masih bisa ditolong. Jika Herlambang terlambat satu menit saja, entah apa yang akan terjadi pada Claudya.
Natasya masih menunggu anaknya terbangun dari koma. Ia terduduk lemas di lantai. Wajahnya sudah kebas oleh air mata karena sejak membawa Claudya dari rumah ia tak henti-hentinya menangis.
"Nyonya," lirih asisten rumah tangganya. Wanita itu datang mengantarkan makan siang untuk majikannya. Ia dijemput oleh Pak Tarno untuk membujuk Natasya agar makan. Saat ini sudah pukul dua siang dan tak ada satu butir pun nasi yang masuk ke lambung Natasya. Pak Tarno khawatir majikannya juga akan jatuh sakit akibat memikirkan Claudya.
Natasya tak menjawab panggilan asistennya. Namun, wanita di hadapannya tetap melanjutkan apa yang ingin dia bicarakan.
"Sebenarnya Non Claudya sudah lama mengonsumsi obat tidur." Tangan wanita itu sudah gemetar karena takut akan kena marah akibat menyembunyikan fakta itu. "Non Claudya memaksa saya untuk tutup mulut. Non takut kalau nanti Nyonya dan Tuan marah hebat lagi padanya."
Natasya semakin menangis histeris. "Kalau Bibi memberitahu kami, keadaannya tak akan memburuk. Ini perihal nyawa orang, Bi. Bibi nggak mikir ke sana?" Perasaannya yang kalut ia lampiaskan pada wanita itu.
"Non bilang obatnya nggak berbahaya."
"Ya, nggak bahaya kalau dia minum sesuai dosis. Tapi, lihat sekarang dia terbaring karena obat sialan itu. Obat tidur terlalu bahaya kalau diminum kalau nggak sesuai anjuran dokter."
"Saya minta maaf, Nyonya. Saya tidak tahu keadaannya akan seperti ini. Saat itu yang saya pikirkan hanya agar Non tak mendapat amukan lagi dari Tuan."
Natasya menghela napas berat. Percuma juga ia melampiaskan kekesalannya saat ini pada asisten rumah tangganya. Toh, waktu sudah tak dapat diulang lagi. Claudya sudah koma dan saat ini ia hanya berharap keajaiban datang. Ia berharap Claudya siuman. Ia akan melakukan apapun untuk menebus kelalaian karena tak becus menjaga Claudya.
"Nyonya makan dulu, ya. Kalau Nyonya juga ikut sakit, siap yang akan menunggu Claudya?"
Natasya akhirnya menurut. Ia menyuap sesendok nasi untuk mengisi perutnya yang kosong.
Sementara Natasya di luar ruang rawat Claudya, Herlambang sejak tadi ada di ruangan kerjanya. Ia tak sanggup untuk menatap Claudya yang terbaring dengan bantuan alat medis. Ia tak tega. Setelah berbicara dengan dokter yang menangani Claudya, Herlambang langsung merasa bersalah. Mungkin Claudya mencoba bunuh diri karena tekanan yang Herlambang berikan.
Herlambang berjalan mondar-mandir sambil tak henti-hentinya menengok jam dinding. Sudah setengah hari sejak diberikan pertolongan pertama, tetapi mengapa Claudya belum juga sadarkan diri?
Perasaan Herlambang sudah tak keruan. Ia hanya ingin Claudya sadar. Setelah itu, ia berjanji akan menuruti semua keinginan Claudya.
***
Magenta mengendarai motor seperti orang kerasukan, salip sana-sini dengan kecepatan tak wajar. Sampai-sampai Dion yang diboncengnya berteriak histeris sambil mencengkeram pundaknya dengan kuat.
"Magentaaaaaaa!!!" Dion memejamkan mata ketika dengan seenak udel Magenta menerobos lampu merah. Tak henti-hentinya Dion merapal doa supaya malaikat maut tak diutus Pencipta untuk menemuinya sekarang juga. Dion tak mau mati muda. Ia belum merasakan pacaran dengan cewek cantik bernama Jessica.
"Dion singkirin tangan lo dari pundak gue," titah Magenta yang sudah mulai risih dengan tangan Dion.
"Nggak, gue takut nyusruk di aspal." Dion tak menuruti Magenta, ia masih sayang pada nyawanya. Ia harus tetap hidup meski tak berguna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfeksionis #ODOCTheWWG
Подростковая литератураJika diibaratkan, hidup Claudya itu seperti pertunjukan sirkus. Kedua orang tuanya adalah penjinak sekaligus pelatih, sedangkan Claudya adalah binatang yang dipaksa membuat penonton terkesima. Semakin ia tunduk pada perintah mereka, maka semakin ia...