N.i.n.e

53 18 4
                                    

Pak Tarno menepati janjinya. Pagi-pagi sekali beliau sudah datang ke rumah majikannya. Herlambang sempat heran karena kehadiran lelaki tua itu. Pasalnya hari ini adalah hari minggu, waktunya seluruh pekerja di rumahnya libur.

"Selamat pagi, Tuan," sapa Pak Tarno. Ia menyuruh anak perempuannya yang berumur lima tahun untuk menyalami tangan Herlambang.

"Ini si Bungsu?" tanya Herlambang.

"Iya, Tuan."

"Ada apa, Pak, hari libur seperti ini malah ke rumah saya?"

"Anu, Tuan. Kemarin saya janji mau ajak Non Claudya jalan-jalan sama si Bungsu. Boleh, kan?"

"Claudya mau?"

"Iya, Non kemarin udah setuju."

"Tumben mau keluar hari minggu. Biasanya kalau saya yang ajak nggak pernah mau malah milih mengunci diri di kamar seharian. Yaudah ajaklah dia masih tidur di kamar, bangunin aja."

"Baik, Tuan."

"Saya sama istri juga mau keluar sebentar lagi, nanti kalian harus pulang sebelum saya datang, ya."

Pak Tarno menganggukkan kepala. Claudya sudah menceritakan soal kepergian kedua orang tuanya tiap akhir pekan. Acara arisan keluarga besar dan para pemegang saham rumah sakit. Yang hadir tentu saja orang-orang yang punya banyak uang untuk dipamerkan. Acara itu bukan sesuatu yang wah sebenarnya, toh kegiatan mereka cuma ngopi, ngobrol, arisan. Namun, kedua orang tua Claudya selalu menyempatkan untuk hadir. Karena kalau ada salah satu saja yang absen, siap-siap saja jadi bahan pembicaraan selama acara itu berlangsung.

Di acara tersebut, saatnya kedua orang tuanya unjuk prestasi. Ibunya senang dipuji, tentu saja. Ayahnya pun senang bila semakin dipercaya oleh orang-orang di perkumpulan itu. Ia ingin bisa menarik para investor untuk pembangunan rumah sakit miliknya. Maka dari itu, mereka berusaha sedimikian rupa untuk terlihat sempurna, agar semakin banyak orang yang terkesima dan mudah diajak berbisnis.

Acara tersebut memakan waktu yang cukup lama. Mereka akan pulang larut, sekitar pukul sebelas atau kadang pukul satu pagi.

Jadi, Claudya lebih leluasa untuk berjalan-jalan dengan Pak Tarno.

Claudya sudah berdandan rapi sejak pukul enam pagi saking semangatnya. Begitu kamarnya diketuk oleh si Bungsu, secepat kilat ia membukanya.

"Ini si Bungsu, Pak?" Pertanyaan yang sama kembali ditanyakan pada Pak Tarno. Lekaki tua itu cuma menangguk. "Ih, lucu banget. Ayo, kita berangkat." Claudya menarik tangan si Bungsu.

Mobil yang mereka pakai kali ini bukan mobil yang biasa digunakan Pak Tarno mengantar Claudya ke sekolah. Claudya memilih lamborghini yang sudah lama tak dipakai ayahnya dan teronggok di sudut garasi. Pak Tarno sangat hati-hati menyetir, takutnya ia menyebabkan mobil mewah itu lecet.

"Pak, kita ke toko alat lukis dulu, ya?" pinta Claudya.

"Siap, Non."

"Bungsu, kamu suka menggambar nggak?" Claudya mencoba mengajak Bungsu bicara, karena sedari tadi anak itu hanya menyaksikan lalu lalang kendaraan.

"Suka, Kak. Aku suka mendapat nilai A di Taman Kanak-Kanak. Aku suka menggambar Minion, Spongebob, Patrick, Doraemon, banyak pokonya, Kak."

Claudya terkekeh mendengar penuturan bocah lima tahun ini. Ternyata dia harus dipancing lebih dulu biar bisa bicara banyak.

"Oh, ya? Kamu mau nyoba melukis pake kuas?"

Bungsu menggeleng.

"Kenapa?"

Perfeksionis #ODOCTheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang