Claudya sudah tak mampu untuk sekadar bersuara. Ia terlalu lemah. Berbagai masalah muncul dari segala arah hingga ia merasa tersudutkan. Sejak ayahnya keluar dengan membanting pintu, Claudya kehilangan harapan untuk tetap hidup. Ia tak lagi memiliki keinginan untuk tetap bertahan. Ia ingin semuanya berakhir saja di sini, di detik ini.
Claudya membuka laci nakas. Ia perlu meminum obat tidurnya sebanyak mungkin agar ia bisa beristirahat dalam damai. Namun, sialnya wadah kecil berisi obat-obatan itu tak ada di sana. Tidak mungkin kalau asisten rumah tangganya membuang benda itu ke tempat sampah.
Cewek itu meraih tas sekolahnya barangkali benda itu terselip di sana. Ia mengeluarkan seluruh isi tasnya dan tetap saja tak menemukan benda yang ia cari.
Ia mencoba mengingat kapan terakhir kali melihat benda kecil itu.
"Ah, sial!" Claudya merutuki kebodohannya karena ia ingat terakhir kali ia menyimpan wadah berisi obat itu di tempat yang bukan seharusnya. Ia menaruh obat itu di kolong meja kelas. Berkali-kali ia memukul kepalanya. Ia terlalu ceroboh. Bagaimana bila seseorang menemukan obat tidur itu di sana?
Terpaksa Claudya harus menahan pikirannnya yang berisik malam ini. Ia tak memiliki cara lain lagi untuk mengakhiri hidup selain dengan obat. Ia tidak mau menyakiti diri sendiri dengan pisau atau sejenisnya.
***
"Jadi, lo ngasih tahu Jessica kalau gue suka sama Claudya?" tanya Magenta pada sepupunya, Rian.
"Jessica? Gue aja nggak tahu siapa Jessica." Rian tak membenarkan tuduhan sepupunya.
"Terus kenapa cewek itu bisa tahu?"
"Gue bilang langsung ke Claudya kalau lo suka sama Claudya."
"Hah?" Magenta memasang tampang kaget. "Kok, bisa?"
"Ta, itu cewek juga kayaknya suka sama lo." Rian memulai sesi gibahnya. "Pas lo main sepak bola, gue mergokin dia lagi gambar lo."
"Lo salah lihat kali," elak Magenta. Bagaimana pun cowok itu tahu seberapa besar bencinya Claudya pada Magenta. Gimana ceritanya bisa jadi suka? Jelas-jelas sangat mustahil.
"Serius, dia gambar lo. Gue tahu dari nomor punggunya."
"Terus?"
"Gue greget, kalau misalkan gue yang bikin kalian bisa jadian, jangan lupa PJ-nya."
Magenta berdecih. "Lo ngehalu terlalu jauh. Claudya itu benci banget sama gue."
"Di ftv juga benci bisa jadi cinta, loh, Genta."
"Sayangnya hidup gue nggak seindah ftv."
Magenta langsung meninggalkan Rian yang masih ingin menimpali ucapannya. Cowok itu tak lagi memedulikannya. Magenta berjalan menyusuri koridor yang cukup sepi. Jam pelajaran kedua akan dimulai beberapa menit lagi. Mungkin seluruh penduduk sekolah sudah bersiap di kelas.
Magenta memelankan langkah ketika melewati perpustakaan. Netranya menangkap sosok Claudya yang sedang duduk termenung sendirian. Cewek itu menatap ke luar perpustakaan dengan pandangan kosong. Bahkan, ia mungkin tak menyadari Magenta baru saja melewatinya. Tanpa berpikir lagi, Magenta masuk ke perpustakaan dan duduk di depan Claudya.
"Claudya?" panggil Magenta lembut.
Claduya terperanjat dan langsung menatap Magenta bingung.
"Milik lo." Magenta menyerahkan wadah kecil berisi obat tidur milik Claudya.
Buru-buru Claudya menyembunyikan obat itu di saku bajunya.
"Lo ngambil kapan?" tany Claudya penasaran.
![](https://img.wattpad.com/cover/242773765-288-k443460.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfeksionis #ODOCTheWWG
Teen FictionJika diibaratkan, hidup Claudya itu seperti pertunjukan sirkus. Kedua orang tuanya adalah penjinak sekaligus pelatih, sedangkan Claudya adalah binatang yang dipaksa membuat penonton terkesima. Semakin ia tunduk pada perintah mereka, maka semakin ia...