Claudya refleks memejamkan mata saat hangat cahaya mentari menerpanya ketika ia baru saja keluar dari mobil. Ia memerhatikan bangunan menjulang di hadapannya. Ah, sudah berapa minggu ia tak menginjakkan kaki di sini?
"Pak Tarno, nanti jangan jemput," ucap Claudya.
"Kenapa, Non?"
"Mau konseling dulu sama ayahnya Magenta."
"Konseling sama ayahnya atau kencan sama anaknya?" gurau Pak Tarno.
Claudya terkekeh mendengarnya. "Konseling, Pak, serius!"
Pak Tarno mengacungkan jari jempolnya. "Oke, Non. Bapak jadi bisa ngajak Bungsu jalan-jalan nanti sore."
"Yaudah aku masuk," pamit Claudya.
Selanjutnya Claudya masuk dengan perasaan yang jauh lebih lega dari sebelumnya. Tidak ada lagi beban yang memberatkan pundaknya. Ia sudah memegang kendali atas hidupnya. Sekarang ia sudah bisa melakukan apapun yang ia inginkan.
Kelas masih lumayan kosong. Claudya langsung duduk di tempatnya. Ia mengeluarkan komik keluaran terbaru yang mungkin diterbitkan saat ia sedang dirawat. Saat Claudya ke toko buku kemarin, ternyata komik itu sudah hampir kehabisan.
Ketika asyik membaca, tiba-tiba seseorang mengetuk-ngetuk meja Claudya. Sontak cewek itu mendongak.
"Boleh gue duduk?" tanya Jessica.
Claudya mengernyitkan dahi. Ia merasa heran pada sikap Jessica. Biasanya juga kalau cewek itu mau duduk di bangku orang langsung aja duduk. Ngapain sekarang minta izin segala?
"Hm."
Jessica akhirnya duduk di tempat Magenta. Ia sedang mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan seluruh penyesalannya pada Claudya.
Claudya memerhatikan tangan Jessica yang bertaut di meja. Terlihat jelas bahwa Jessica gugup. Namun, kenapa?
"Gue ... gue mau minta maaf," ucap Jessica sembari menundukkan kepalanya karena takut melihat netra Claudya.
"Untuk?"
"Gue yang memprovokasi dokter Natasya biar selalu marahin lo. Gue cerita semua kejelekan lo yang sepenuhnya nggak benar."
"Oh itu. Apa alesan lo lakuin itu?"
"Hm, gue cuma nggak suka lo deket sama Magenta."
"Yakin cuma itu?"
"Dan ... gue sebenernya nggak suka lo sejak ospek dulu. Lo selalu mendapat pujian dari semua orang karena kesempurnaan lo itu."
"Gue hargain keberanian lo buat jujur sekarang. Tapi, gue juga nggak bisa melupakan setiap tindakan lo ke gue."
"Gue harus gimana supaya lo bisa maafin gue?"
"Nggak harus ngelakuin apa-apa. Bersikap biasa aja seperti sebelumnya. Karena meskipun lo saat ini minta maaf, gue nggak mungkin bersimpati dan mengajak lo temenan apalagi sampai ngelepas Magenta demi lo." Claudya tahu ucapannya yang sarkas pasti membuat Jessica sakit. Namun, ia tak bisa berpura-pura memafkan padahal dalam lubuk hatinya ia masih menyimpan rasa benci.
"Lo cinta sama Magenta?" tanya Jessica tiba-tiba.
"Entah, gue nggak tahu apa artinya itu. Gue cuma ingin berada di sekitarnya karena gue nyaman."
Jessica memalingkan wajah. Susah payah ia menahan air matanya agar tak keluar. Setelah tahu perasaan Claudya juga sama dengan perasan Magenta, mungkin inilah akhirnya; ia harus merelakan Magenta agar mereka bahagia.
Jessica berdiri dan berjalan perlahan ke bangkunya. Satu hal yang ia petik hikmahnya dari kenyataan ini bahwa hati seseorang tak mungkin dapat ia ubah sesuai kehendaknya. Perasaan Magenta sungguh tak dapat ia taklukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfeksionis #ODOCTheWWG
Ficção AdolescenteJika diibaratkan, hidup Claudya itu seperti pertunjukan sirkus. Kedua orang tuanya adalah penjinak sekaligus pelatih, sedangkan Claudya adalah binatang yang dipaksa membuat penonton terkesima. Semakin ia tunduk pada perintah mereka, maka semakin ia...